Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Hendrik Liem: Banquet Pesta AEC 2015

        Warta Ekonomi -

        WE Online, Jakarta- Sebentar lagi, pesta akbar regional dimulai. Setiap orang adalah tamu dan sekaligus tuan rumah dalam gala dinner yang sering diusung dengan nama "Asean Economic Community". Ini sebuah hajatan besar, maklumlah kapasitas dan kapabilitas pasar yang biasanya bernilai satu kendi, kini tiba-tiba berubah menjadi dua kendi. Semua orang sejatinya antusias dan tidak sabar menanti dengan pesta banquate gala dinner ini. Sejatinya semua tamu mengambil ancang-ancang dan lari menyerbu berbagai menu dan santapan yang lezat dan nikmat itu. Wajar saja, berbagai santapan itu boleh dinikmati siapa saja, selama mereka corporate citizen Asean. Menu santapan itu dibingkai dengan label yang amat menarik: ada "Pasar Malaysia, Pasar Singapore, Pasar Filipina dan berbagai pasar yang bahenol dan sensual lainnya. Mereka semua membuka pasar dan dompetnya, bagi siapa saja yang bisa memenuhi harapan mereka.

        Namun alih-alih kesengsem dan bergairah dengan nafsu menyerbu banquet pesta pelaminan itu, sebagian besar tamu Nusantara malah lebih tertarik bicara betapa bahayanya pesta itu. Mereka sebaliknya lebih senang dan antusias bercerita "berbagai penyakit kolesterol? yang akan muncul akibat banquest pesta. Sebagian lagi bicara pil antidope apa saja yang mesti diminum agar tidak jatuh pilek kalaupun harus ikut menjadi tuan rumah pesta tersebut.

        Ya seperti itulah umumnya reaksi pebisnis dalam negeri ketika berdiskusi pasar terbuka ASEAN. Sebagian besar diliputi oleh fear -based dari pada opportunity- based ketika diberi tahu bahwa waktu hajatan tinggal satu tahun lagi. Gong tanda dimulainya pesta akan segera ditabuh.

        Sebagai contoh,yang begerak bidang taksi, mulai berpikir, apa yang bisa terjadi jika Armada Taxi Singapore mulai masuk Jakarta. Sektor pendidikan tinggi dan kesehatan mulai kuatir kalau pelanggan tradisional mereka akan hengkang. Rasanya, tidak banyak yang mendiskusikan, seandainya industri taksi kita berseliweran di Singapore atau Kuala Lumpur. Atau perguruan tinggi kita membuktikan dirinya bukan jago kandang saja, tetapi bisa berkokok kencang di pasar regional, dengan menjajakan kurikulum.

        Strategic Response Bisnis Industri Nusantara

        Bagaimana kita menyikapi pasar terbuka ini, dan apa saja dasar pijakan untuk memformulasikan respons strategis. Ada berbagai macam pendekatan dan teorema, diantaranya:

        1. Melihat kekuatan industri atau kekuatan perseroan dibandingkan dengan perseroan sejenis dalam industri yang sama. Ada banyak alat ukur yang bisa kita pakai untuk menentukan secara objektif. Seberapa perkasa suatu perseroan dalam industri atau suatu industri terhadap industri yang sama dari negara-negara lainnya.
        1. Kesanggupan kekuatan dana dan pendanaan. Jika kekuatan dana dan pendaanan kuat maka kombinasi kedua kekuatan di atas harusnya melahirkan respons strategi: agresif menyerbu pasar, melakukan tindakan premptive untuk mendominasi pasar, begitu lonceng Pesta Banquete berdentang.

        Jika ini adalah realitas positioning yang ada maka perseroan dan industri perlu mengadopsi Entreprenureal Leadership untuk mensukseskan business goal mereka. Tanpa adopsi Entreprenureal Leadership, dikhawatirkan manajemen perseroan bukannya menyusun agenda serang dan tempur, tetapi malah jatuh dalam kancah analisa yang berkepanjangan. Akibatnya lumpuh dan tidak pernah melakulan agresi, atau kalaupun melakukan agresi sudah sangat telat dan telah didahului tamu lainnya. Mereka datang, masuk dan menyerbu lebih awal, menyantap menu utama dan meninggalkan sisa-sisa tulang untuk late entrants.

        Jika kekuatan industri kuat, namun lemah pada pendanaan maka strategic response-nya bisa tetap dalam domain competitive. Sebaliknya, perseroan atau industri yang selama ini telah memanen bisnis dan menikmati berbagai benefit akibat berbagai barrier tariff dan non tarif, dengan kata lain mereka memiliki kekuatan finansial yang besar, tetapi daya competitiveness akan tergerus begitu pintu pasar bebas dibuka, perlu menggunakan sisa waktu yang ada sebaik mungkin. Strategic response-nya adalah konservatif defensif, waktu yang ada bisa dipakai untuk memikirkan cara bagaimana meningkatkan daya inovasi teknik proses dan produksi, atau alliance untuk meningkatkan daya saing.

        Singkatnya, respons bisnis dan industri tidaklah seragam maupun diseragamkan. Semuanya akan amat bergantung pada status posisioning masing-masing industri dan perseroan terhadap daya kompetisi regional yang dihasilkan business mapping.

        Apapun situasinya, perseroan dan industri, yang tidak punya kekuatan competitiveness, kekurangan dana atau penggalangan dana akan menghadapi situasi yang terenyuh saat pesta banquete ASEAN dibuka. Mereka bisa diibaratkan seperti tamu yang diundang ke pesta besar tapi datang dengan memakai selang infus di tangan. Hanya bisa melihat orang makan dan pesta pora tapi tidak bisa ikut menikmati. Mereka tidak punya kapasitas dan kapabilitas untuk menikmati sebuah pesta.

        Penulis: Hendrik Lim MBA, CEO Defora Consulting

        (defora@hendriklim.com)

        Sumber: Majalah Warta Ekonomi, Oktober 2014

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Arif Hatta

        Bagikan Artikel: