Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Eng Ing Eng, Fahri Hamzah Cs Wanti-Wanti Pelaksanaan Pemilu 2024, Katanya Takut Ada...

        Eng Ing Eng, Fahri Hamzah Cs Wanti-Wanti Pelaksanaan Pemilu 2024, Katanya Takut Ada... Kredit Foto: Twitter/Fahri Hamzah
        Warta Ekonomi -

        Pemilu 2024 telah ditetapkan berlangsung  pada tanggal 14 Februari 2024. Namun, ada kekhawatiran pesta demokrasi lima tahunan itu, akan mengulang tragedi di Pemilu 2019, yang mengakibatkan ratusan penyelenggara pemilu meninggal karena kelelahan.

        Adalah mantan Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah yang menyuarakan kekhawatiran itu. Politisi pemberani dan vokal ini beralasan, Pemilu 2024 nanti lebih rumit dibanding pemilu-pemilu sebelumnya. Selain memilih anggota DPRD kabupaten/kota, DPRD provinsi, anggota DPR, anggota DPD dan presiden-wapres, di Pemilu 2024 juga ada pemilihan kepala daerah.

        Baca Juga: Anies Baswedan Makin Tak Terbendung di Pilpres 2024, Langkahnya Sudah Mirip Zaman SBY dan Jokowi

        Karena pemilunya lebih rumit, Fahri khawatir beban bagi penyelenggara pemilu jadi sangat berat, dan pada akhirnya mengganggu kesiapan dan stamina penyelenggara pemilu. Agar kasus kematian penyelenggara pemilu di 2019 tidak terulang di 2024, Fahri mengusulkan tidak menggelar pemilu serentak di 2024.

        Seperti diketahui, pada Pemilu 2019, ada 894 petugas KPPS yang meninggal saat menjalankan tugas. Mereka didiagnosis kelelahan karena seharian penuh mengawal jalannya pemilihan.

        "Jangan sampai pesta demokrasi jadi pesta kematian," warning Fahri, mengungkapkan idenya itu, dalam sebuah rilis panjang yang dikirimkannya ke media, kemarin.

        Seperti diketahui, Pemerintah, DPR dan KPU telah menetapkan Pemilu 2024 digelar 14 Februari 2024. Keputusan bersama itu kemudian dituangkan KPU dalam Keputusan KPU Nomor 21 Tahun 2022, yang diteken Senin (31/1). Di hari valentine itu, rakyat akan kembali mencoblos lima kertas suara yaitu untuk memilih Presiden/Wakil Presiden, DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan DPD. Sedangkan untuk pemungutan suara Pilkada serentak akan digelar 27 November 2024.

        Tiga hari setelah keputusan KPU itu diundangkan, Fahri langsung melontarkan kritik. Eks politisi PKS yang kini menjadi Waketum Partai Gelora itu, minta keputusan pemilu serentak ditinjau ulang. Menurut dia, persoalan model pemilu serentak seperti ini masih sama dengan Pemilu 2019. Persoalan itu antara lain beban kerja berat bagi penyelenggara pemilu. Ia khawatir, jika tetap diteruskan, akan menimbulkan banyak korban seperti yang terjadi di 2019.

        "Kami khawatir, pesta rakyat ini menjadi pesta kematian seperti di 2019. Kami anggap, pemilunya sangat mencederai oleh meninggalnya begitu banyak petugas," kata Fahri.

        Fahri mengusulkan Pemilu serentak tidak digelar pada tahun yang sama dengan Pilkada. Selain itu, ia juga mengusulkan agar pemilihan DPRD digabung dengan Pilkada. Dengan begitu, pada Pemilu serentak hanya memilih Presiden, DPR, dan DPD.

        "Jangan sampai kita menyelenggarakan pemilu lagi yang bukan merupakan pesta rakyat, tetapi seperti prosesi pembunuhan. Begitu banyak orang meninggal pada acara itu,” ungkapnya.

        Meski jadwal pemilu sudah diketok, Fahri optimis usahanya membatalkan pemilu serentak di 2024 itu, akan membuahkan hasil. "Mudah-mudahan Pemilu 2024 itu akan menjadi pemilu yang mendatangkan harapan baru dan kebaikan baru bagi bangsa,” ucap Fahri.

        Baca Juga: Kok Bisa Kasus Edy Mulyadi dan Arteria Dahlan Diperlakukan Berbeda? Ternyata Ini Sebabnya

        Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini sepaham dengan Fahri bahwa Pemilu 2024 mengandung risiko yang bisa mengancam korban jiwa. Karena itu, dia meminta KPU memaksimalkan penggunaan teknologi agar pemilu nanti tak menelan banyak korban seperti pada 2019.

        Titi menyebut, ada beberapa opsi agar Pemilu 2024 tidak mengakibatkan korban meninggal seperti Pemilu 2019. Misalnya, petugas dibekali pemahaman teknologi agar proses pemungutan suara tidak menyita tenaga. Selain itu, penyelenggara Pemilu 2024 bisa menguatkan kapasitas petugas KPPU agar pekerjaan tidak terlalu berat.

        "Jadi, ada penggunaan teknologi, khususnya pemanfaatan sertifikat digital penghitungan suara,” sarannya.

        Ketua KPU, Ilham Saputra mengakui, pemilu di Indonesia sangat rumit. Rumitnya penyelenggaraan ini menjadi salah satu penyebab Pemilu 2019 menelan banyak korban.

        Ilham mengatakan, Pemilu 2019 itu menjadi pelajaran penting bagi KPU agar Pemilu 2024 tidak menelan korban jiwa. Salah satu caranya, memilih petugas KPPS yang masih muda. KPU mengubah batas usia petugas KPPS maksimal 50 tahun. "Itu kita coba perbaiki pada Pilkada 2020, kita batasi usia,” kata Ilham, kemarin.

        Selain itu, lanjut Ilham, KPU telah membuat sistem informasi rekapitulasi elektronik (Sirekap) dalam pelaksanaan Pilkada 2020. Sistem ini membantu percepatan kerja KPU dan mempublikasikan hasil penghitungan suara.

        Komisioner KPU, Arief Budiman memastikan, tidak akan memberikan beban kerja berat kepada petugas KPPS. Kata dia, KPU akan menyusun tahapan pemilu dan pilkada agar tidak menimbulkan irisan masa kerja penyelenggara seperti Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS). “Memang ada tumpukan-tumpukan pekerjaan, tapi tidak berimplikasi terhadap beban kerja yang begitu berat,” kata Arief, kemarin.

        Ia menjelaskan, beban kerja penyelenggara menjadi perhatian yang penting. Terlebih, pemilu dan pilkada saat ini digelar dalam tahun yang sama.

        Anggota Komisi II DPR, Mardani Ali Sera menyadari, Pemilu 2024 menyimpan potensi ancaman jiwa seperti Pemilu 2019. Karena itu, ia berharap KPU dan Bawaslu yang terpilih kelak merumuskan mekanisme yang lebih sederhana tapi tetap menjamin kualitas Pemilu serta Pilkada. "Jika dipetakan proses dengan baik, mudah-mudahan tidak ada korban lagi," kata Mardani, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

        KPU periode ini akan habis masa jabatannya pada April 2022. Saat ini, Pansel yang dibentuk Presiden Jokowi sudah memilih 14 nama. Mereka akan mengikuti fit and proper test di Komisi II DPR, untuk dikerucutkan menjadi 7 orang. Sedangkan untuk Bawaslu, Pansel sudah menentukan 10 nama. Dalam fit and proper test di Komisi II DPR nanti akan dipilih 5 nama. 

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Adrial Akbar

        Bagikan Artikel: