Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Fadli Zon Pertanyakan Jubir Luhut Sebut Tak Bisa Buka Klaim Big Data

        Fadli Zon Pertanyakan Jubir Luhut Sebut Tak Bisa Buka Klaim Big Data Kredit Foto: Instagram Fadli Zon
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Politikus Partai Gerindra DPR RI, Fadli Zon, kembali mempertanyakan big data berisi percakapan 110 juta orang terkait penundaan pemilu 2024. Apalagi, Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Jodi Mahardi, menyatakan tak bisa membuka soal klaim big data tersebut.

        Jodi menyebut bahwa itu data internal mereka, dan tidak dapat dipublikasikan. Menanggapi pernyataan itu, Fadli Zon mempertanyakan alasan kenapa data tersebut tidak dapat dipublikasi.

        Baca Juga: Ragukan Klaim Big Data Luhut, Ketum Demokrat AHY: Buzzer Emangnya Nggak Kerja?

        "Kenapa data big data-nya tak bisa dibuka ke publik?" ucap Fadli dilansir dari twitter pribadinya, Selasa (15/3/2022).

        Anggota DPR RI itu meminta Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan untuk bertanggung jawab atas klaim tersebut, "Harus ada pertanggungjawaban kepada masyarakat atas klaim 110 juta itu."

        "Jangan halalkan segala cara untuk melawan konstitusi," pungkasnya.

        Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan berbicara mengenai wacana perpanjangan jabatan Joko Widodo (Jokowi) untuk menjadi Presiden RI.

        Menurut Luhut, saat ini adanya perpanjangan jabatan Presiden Jokowi ini adalah bagian dari demokrasi. Namun, semuanya nanti diserahkan kepada rakyat Indonesia DPR dan MPR untuk menentukannya. Pasalnya, MPR yang punya kewenangan untuk mengubah konstitsi perpanjangan jabatan kepala negara.

        "Soal mungkin atau tidak, itu DPR dan MPR yang menentukan. Tapi, bahwa ada wacana-wacana macam-macam di publik itu bagian dari demokrasi," ujar Luhut dalam sebuah wawancara di kanal YouTube Deddy Corbuzier, dikutip Jumat (11/3).

        "Jadi ada yang bilang hastag turunkan Jokowi, ya so what, terus ada yang bilang Jokowi perpanjang ya udah, tapi kalau suara membesar ya silakan mau ditanggapi atau tidak, kan tergantung dari perwakilan rakyat juga," tambahnya.

        Luhut juga mengaku dirinya memiliki data dari rakyat Indonesia yang menginginkan agar Pemilu 2024 ditunda pelaksanaanya. Karenanya, wacana penundaan Pemilu ini berdasarkan suara dari rakyat Indonesia.

        "Kita kan punya big data, dari big data itu 110 juta itu macam-macam, dari Facebook dan segala macam, karena orang main Twitter kira-kira 110 juta," katanya.

        Luhut menuturkan, dari big data tersebut masyarakat kelas menengah ke bawah menginginkan tidak ingin adanya kegaduhan politik di Indonesia akibat Pemilu 2024. Bahkan, masyarakat takut adanya pembelahan, seperti di Pilpres 2019 lalu yang muncul "kecebong" dan "kampret".

        "Kalau di bawah menengah bawah ini itu pokoknya pengen tenang, bicaranya ekonomi, tidak mau lagi seperti kemarin, karena tidak mau lagi kita sakit gigi dengar 'kampret', 'kecebong', 'kadrun' lah itu kan menimbulkan tidak bagus. Masa terus-terusan begitu," ungkapnya.

        Bahkan Luhut mengungkapkan dari big data tersebut masyarakat juga tidak ingin Indonesia dalam keadaan susah akibat pandemi Covid-19, tetapi malah menghaburkan uang demi penyelenggaran Pemilu 2024. Pasalnya menurut Luhut, Pemilu dan Pilkada serentak 2024 bisa menghabiskan anggaran negara sebesar Rp110 triliun.

        "Sekarang lagi gini-gini sekarang kita coba tangkap dari publik, itu bilang kita mau habisin Rp110 triliun lebih untuk memilih ini keadaan begini, ngapain sih. Rp110 triliun untuk Pilpres dengan Pilkada, kan serentak. Nah, itu yang rakyat ngomong," tegasnya.

        Karena itu, Luhut megatakan seharusnya partai-partai politik bisa menangkap aspirasi dari masyakat mengenai keengganan Pemilu 2024 itu diselenggarakan. "Nah ini ceruk orang-orang ini ada di Partai Demokrat, ada yang di Partai Gerindra, ada yang di PDIP ada yang di PKB, Golkar, kan di mana-mana ceruk ini. Ya nanti kita lihat mana yang mau dengar suara kami. Itu kan bisa melihat yang paling menguntungkan untuk suara kami," tuturnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: