Jadi Kambing Hitam Banjir Kutai, Perusahaan Milik Keluarga Bakrie: Justru Air . . .
Pemerintah Kutai Timur menetapkan status tanggap darurat bencana banjir selama 14 hari terhitung sejak 20 Maret hingga 2 April 2022. Hal ini dilakukan setelah banjir merendam lima desa di Sangatta, Kabupaten Kutau Timur, Kalimantan Timur. Berdasarkan data BNPB ada sebanyak 25.599 juwa yang terdampak dari banjir tersebut.
Aktifitas pembongkaran kawasan hutan serta perbukitan yang dilakukan oleh perusahaan milik keluarga Bakrie, PT Kaltim Prima Coal (KPC) menjadi kambing hitam dari banjir yang terjadi sejak 19 Maret 2022 tersebut.
Pihak KPC pun membantah keras tuduhan tersebut, GM External Affairs and Sustainable Development KPC, Wawan Setiawan memastikan jika pengelolaan air tambang masih sesuai aturan yang dipersyaratkan, baik baku mutu kualitas air maupun debit air keluaran menuju sungai sebagai badan penerima.
Baca Juga: Bakrie Group Sediakan Bantuan Pendanaan Sosial Hingga Rp 1 Miliar Lewat Program Kita Satu
Bahkan, menurutnya, hal ini telah dicek secara langsung oleh DLH Kutai Timur dan telah diambil sampel di titik penaatan kolam tambang milik anak usaha PT Bumi Resources Tbk (BUMI) untuk uji laboratorium.
“Debit air yang keluar menuju sungai Sangatta juga masih di bawah standar, seperti Kolam PSS Bendili debit maksimal yang boleh keluar adalah 10,56 m3/detik, namun pada saat banjir tanggal 19-20 Maret 2022, debit yang keluar hanya 5,05 m3 per detik. Di kolam J Void, debit yang keluar sebanyak 6,12 m3 per detik dari 15,6 m3 per detik yang diperbolehkan,” tegasnya, dalam keterangan resmi, di Jakarta, Kamis (24/3/2022).
Baca Juga: Bukan Kaleng-Kaleng! Perusahaan Milik Bakrie Pangkas Rugi 90% dari Triliunan Rupiah Jadi Hanya....
Wawan menuturkan jika Catchment area tambang KPC, hanya menyumbang 6,06 persen dari total luas DAS Sangatta, sehingga kontribusi untuk pembentukan volume air dari wilayah terganggu KPC ke sungai Sangatta juga tergolong kecil.
Ia kembali memastikan, seluruh area tangkapan air di tambang KPC tertampung di kolam-kolam pengendap berizin dan dilakukan treatment kualitas dan kuantitas airnya.
“DAS Sangatta itu ada tujuh kolam yang seluruh baku mutu, kualitas air dan debitnya memenuhi baku mutu ijin kolam. Semua kolam ini berjalan normal saat banjir terjadi dan tidak ada yang jebol bangunan airnya seperti issue yang berkembang di media sosial,” terangnya.
Kronologi
Ia menyampaikan bahwa pada tanggal 18-20 Maret 2022, ada dua kondisi yang memicu banjir besar, di DAS Sangatta, yakni curah hujan yang sangat tinggi mencapai 167 mm per hari dengan air pasang yang naik mencapai lebih dari 2,5 meter. Hal ini membuat air hujan yang deras tidak dapat mengalir ke laut dan membanjiri sepanjang sempadan sungai Sangatta.
“Pantauan kami di outlet PSS Bendili, justru air dari arah sungai Sangatta masuk ke sungai Bendili dan tertahan lama tidak mengalir keluar sehingga volume lebih besar dari biasanya,” ucap Wawan.
Sehingga, lanjut Wawan, anggapan bahwa luas area bukaan KPC meningkatkan volume air menuju sungai dan menyebabkan banjir saat hujan terjadi tidaklah benar.
Baca Juga: Ingin Kembalikan Hutan Hujan Tropis Kalimantan, Jokowi Tanam Pohon Meranti Merah di Titik Nol IKN
Pasalnya, seluruh air hujan yang jatuh ke area terbuka KPC telah ditampung di kolam-kolam pengendap dan dikontrol baik kualitas maupun kuantitas airnya. Selain melakukan pengelolaan air tambang, KPC juga melakukan reklamasi lahan bekas tambang secara progresif. Dari 32,542 hektar lahan yang ditambang, sebanyak 13,267 hektar (40,77%) telah direklamasi kembali. Sejak tahun 2014 luasan target reklamasi KPC selalu di atas 1000 hektar.
Malahan, Ia menyebut bila perusahaan berkomitmen menjaga kualitas air di Sangatta dan Bengalon karena karyawan KPC dan kontraktornya yang berjumlah 27 ribu mayoritas karyawan tinggal di Sangatta dan Bengalon mengkonsumsi air dari sungai tersebut.
“Untuk itu kami menjaga kualitas air Sangatta dan Bengalon seperti halnya menjaga keluarga dan diri kami sendiri,” tutupnya.
Sebelumnya, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim menuding bila penyebab banjir besar selama tiga hari di Kutai Timur itu diduga akibat aktivitas pembongkaran kawasan hutan serta perbukitan oleh perusahaan batu bara PT Kaltim Prima Coal (KPC).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri