Islam Nusantara Sebagai Tipologi Islam Indonesia, Said Aqil Siradj Sebut Tahlilan Hingga Aqiqah
Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) K.H. Said Aqil Siradj berbicara mengenai keberadaan Islam Nusantara di Tanah Air.
Islam Nusantara berasal dari berbagai sumber yang beragam memiliki pemikiran tersendiri sehingga lahir Islam dengan tipologi tertentu atau dengan kekhususan sendiri.
Baca Juga: Omongan Said Aqil Siradj Menggelegar: Islam Nusantara Bukan Aliran Agama Baru, Melainkan Hanya...
"Maka dengan tegas saya katakan bahwa istilah Islam Nusantara ini bukan mazhab, bukan firqoh, bukan aliran agama baru. Melainkan hanya meningkatkan kekhususan tipologi Islam," ungkap Said Aqil Siradj seperti dikutip dari Youtube, Kamis (31/3/2022).
Lanjut Said bahwa contoh penting dari Islam Nusantara di masyarakat Muslim Indonesia yaitu seperti kenduri atau selametan dalam mendoakan orang yang meninggal dunia.
"Contohnya kenduri atau selametan itu, kalau ada orang yang meninggal nanti ada baca doa 7 harian, lalu 40 harian doa, lalu 100 harian doa, dan setiap tahun doa dan terus diulang, itu yang namanya haul," paparnya.
Hal ini lanjutnya tidak ada di negeri Timur Tengah, sedangkan di Indonesia lazim dilakukan oleh banyak masyarakat.
"Di masyarakat kita bisa dikatakan ini sebagai prinsip dalam membangun ruh spiritualitas kita. Dan ini berasal dari Kamboja, kemudian dilestarikan oleh Wali Songo dan beberapa ulama hanya saja kandungannya diganti menjadi pembacaan doa dan Yasin yang sesuai dengan agama Islam," papar Said.
Adapula bedug yang sebenarnya itu adalah alat musik, dan lagi-lagi oleh ulama dialih fungsi menjadi tanda atau waktu untuk salat.
"Jelas ini bukan dari negara Arab atau Timur Tengah, tapi hal ini berhasil dalam dakwah Islam dan menjadikan bedug sebgai media dakwah yang baik," ujarnya.
Begitupula dengan budaya aqiqah di masyarakat Indonesia sebagai pertanda kelahiran anak di dalam sebuah keluarga.
"Kalau di Arab atau Timur Tengah daging yang dibagikan adalah daging mentah seperti korban. Ulama kita mengajarkan hal berbeda dengan daging dimak dan dimakan bersama-sama. Artinya dalam acara ini yaitu silaturahim sekaligus memperkenalkan anak atau anggota baru di keluarga kepada saudara, teman, dan tetangga," ungkapnya.
Maka makan bersama menjadi media dakwah yang sangat efektif yang berhasil dilakukan dan diajarkan oleh para ulama terdahulu.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Alfi Dinilhaq
Editor: Alfi Dinilhaq
Tag Terkait: