Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Dosen UNRI Terdakwa Kasus Pelecehan Seksual Divonis Bebas, Menteri PPPA: Desak RUU TPKS Disahkan

        Dosen UNRI Terdakwa Kasus Pelecehan Seksual Divonis Bebas, Menteri PPPA: Desak RUU TPKS Disahkan Kredit Foto: Kemen-PPPA
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga menanggapi keputusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru menjatuhkan vonis bebas atas terdakwa kasus pencabulan seorang dosen Universitas Riau (UNRI) terhadap mahasiswanya, LM. 

        Majelis Hakim dalam sidang yang digelar pada Rabu (30/3/2022) menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah melakukan tindak pidana sesuai dakwaan primer dan subsider. Bintang menilai putusan tersebut cukup diluar dugaan dan tidak selaras dengan upaya pemberantasan dan pencegahan kekerasan seksual. Menteri PPPA mengharapkan putusan tersebut tidak menjadi preseden pada peradilan kasus-kasus kekerasan seksual lainnya. 

        Baca Juga: Ganjar Pasang Badan untuk Korban Pelecehan Seksual di Jateng: Speak Up!

        “Putusan tersebut saya harap tidak meruntuhkan semangat perjuangan untuk menegakkan keadilan atas kasus-kasus kekerasan seksual. Saya percaya, pengadilan sebagai benteng terakhir bagi korban untuk mendapatkan keadilan, akan tetap memberikan jaminan perlindungan dan keadilan hukum terhadap korban,” kata Menteri PPPA dalam keterangan pers, Kamis (31/3/2022). 

        Menteri PPPA mendorong korban kekerasan seksual untuk dapat tegar dengan segala tantangan dan tidak diam, tidak takut dan tetap berani bersuara atas kasus kekerasan seksual yang dialaminya sehingga bisa mendapatkan penanganan dan pemulihan serta keadilan.  Semakin cepat korban bersuara akan mencegah terjadinya kasus berulang dan korban mendapatkan perlindungan. 

        Menteri PPPA juga meminta masyarakat tidak memberikan stigma pada korban kekerasan seksual, khususnya LM, yang pelakunya telah divonis bebas. Putusan vonis bebas dapat memberikan tambahan beban psikis bagi LM karena putusan tersebut sekaligus tidak mengakui keberadaan korban.  

        “Saya harap masyarakat turut mendukung seluruh korban kekerasan seksual pulih dari trauma yang dialaminya, khususnya LM,” kata Menteri PPPA. 

        Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara ini, menuntut terdakwa yang adalah dosen UNRI dengan dakwaan primer melanggar Pasal 289 KUHP (pencabulan), subsider: melanggar Pasal 294 Ayat (2) ke-2 KUHP, lebih subsidair: melanggar Pasal 281 ke-2 KUHP. 

        Majelis hakim menyatakan sejumlah pertimbangan dalam mengambil keputusan, antara lain, tidak ada bukti kekerasan dan pengancaman yang dilakukan oleh terdakwa kepada LM. Pertimbangan lainnya adalah tidak ada saksi di kasus itu yang dapat membuktikan terjadi kekerasan seksual. Sebab, semua saksi di kasus itu hanya mendengar testimoni dari saksi LM. 

        Terkait hal itu, Menteri PPPA mengatakan ketiadaan keterangan saksi yang dapat menjadi alat bukti memang kendala utama untuk membuktikan kasus kekerasan seksual. Pasal 184 KUHAP hanya menyebutkan ada lima jenis alat bukti, yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. 

        “Artinya, dalam KUHAP, apabila tidak ada saksi lain yang melihat langsung kasus tersebut, maka keterangan saksi korban tidak mempunyai kekuatasan pembutian. Ini menjadi kesulitan untuk membuktikan kasus kekerasan seksual,” kata Menteri Bintang. 

        Karena itu, RUU TPKS yang tengah dibahas di DPR saat ini memberikan jalan keluar untuk memberikan keadilan terhadap korban. RUU TPKS menambahkan alat bukti lain, yaitu keterangan korban, surat keterangan psikolog dan/atau psikiater, rekam medis, rekaman pemeriksaan dalam proses penyidikan, informasi elektronik, dokumen, dan pemeriksaan rekening bank. 

        Dalam Daftar Isian Masalah (DIM) pemerintah RUU TPKS, pada pasal 23, menyatakan Keterangan Saksi dan/atau Korban sudah cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah apabila disertai dengan satu alat bukti sah lainnya dan hakim memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana benar telah terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya. 

        “Tingginya angka kekerasan seksual, maka sangat penting dan mendesak agar RUU TPKS dapat segera disahkan sehingga vonis bebas seperti pada kasus pencabulan terhadap mahasiswa UNRI dapat dicegah. Rasa keadilan korban harus menjadi prioritas dan yang utama,” tegas Menteri PPPA. 

        Lebih lanjut, Menteri PPPA mengatakan putusan PN Pekanbaru belum incraht, JPU masih dapat mengajukan kasasi dan kasus berlanjut ke Mahkamah Agung.  Apabila proses hukum berlanjut, diharapkan putusan majelis hakim dapat memberikan rasa keadilan kepada korban.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rena Laila Wuri
        Editor: Fajria Anindya Utami

        Bagikan Artikel: