Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Usai Dirjen Kemendag Diciduk di Kasus Mafia Minyak Goreng, Ini Bidikan Kejagung Selanjutnya...

        Usai Dirjen Kemendag Diciduk di Kasus Mafia Minyak Goreng, Ini Bidikan Kejagung Selanjutnya... Kredit Foto: Antara/HO/Puspen Kejagung
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Kejaksaan Agung (Kejagung) akan mendalami keterlibatan, dan peran manajemen korporasi dalam pengusutan dugaan korupsi persetujuan ekspor (PE) crude palm oil (CPO) dan turunannya di Kementerian Perdagangan (Kemendag). Tak menutup peluang, tim penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) bakal menetapkan perusahaan-perusahaan eksportir CPO dan turunannya itu, menjadi tersangka korporasi dalam kasus tersebut.

        Saat ini, Kejakgung, sudah menetapkan empat tersangka perorangan dalam kasus dugaan korupsi yang diyakini menjadi salah satu penyebab kelangkaan, dan melambungnya harga minyak goreng di dalam negeri itu.

        Satu tersangka yang ditetapkan, yakni Direktur Jenderal (Dirjen) Perdangan Luar Negeri di Kemendag, Indrasari Wisnu Wardhana (IWW). Ia ditetapkan tersangka selaku penyelenggara eselon-1, yang memberikan persetujuan ekspor (PE) terhadap sejumlah korporasi eksportir CPO dan turunannya itu.

        Baca Juga: Dirjen Kemendag Jadi Tersangka Mafia Migor, Musuhnya Ahok Desak Lutfi Angkat Kaki dari Kemendag

        Padahal dikatakan, PE yang diberikan itu, melanggar aturan karena perusahaan-perusahaan penerima izin ekspor, melanggar aturan Undang-undang (UU) Perdagangan. Tiga lainnya, yakni Stanley MA (SMA) yang ditetapkan tersangka selaku Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group (PHG). Master Parulian Tumanggor (MPT), yang ditetapkan tersangka selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia (WNI). Dan satu lagi, Pierre Togar Sitanggang (PTS), yang ditetapkan tersangka selaku General Manager di Bagian General Affair pada PT Musim Mas (MM).

        Para tersangka swasta tersebut, dikatakan sebagai pihak-pihak yang meminta, dan berkomunikasi dengan tersangka IWW dalam penerbitan PE CPO dan turunannya untuk perusahaan masing-masing.

        Perusahaan-perusahaan eksportir tersebut, dituding mengabaikan syarat penerbitan PE oleh Kemendag yang mewajibkan para produsen minyak goreng itu, memenuhi 20 persen produksi CPO dan turunnya untuk kebutuhan dalam negeri (DMO), dan melanggar ketentuan harga penjualan CPO dan turunannya di dalam negeri (DPO). Masalah DMO, dan DPO tersebut, sebagai syarat penerbitan PE.

        Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Supardi mengatakan, penjeratan pidana terhadap korporasi-korporasi tersebut memungkinkan. “Apakah dengan sudah adanya tersangka (perorangan) dalam kasus ini, bisa juga untuk menjerat korporasinya? Bisa saja,” terang Supardi, Selasa (19/4/2022).

        Menurut Supardi, tim penyidikannya akan mendalami, terutama peran para tersangka dari kalangan swasta saat ini, untuk memastikan, apakah permohonan PE yang cacat syarat tersebut, merupakan perbuatan atas inisiatif pribadi, atau keputusan dari manajemen korporasi.

        “Kalau itu (permohonan PE CPO tanpa DMO, dan DPO ke Kemendag) sebagai keputusan dari manajemen perusahaan, bisa saja itu kita jadikan dalam penyidikan lanjutan, dan perusahaan-perusahaan itu, dikenakan (pidana). Karena itu, kita lihat dululah peran-peran dari tersangka yang sudah ditetapkan ini,” ujar Supardi menambahkan.

        Desakan datang dari kalangan DPR agar Kejagung mengusut tuntas kasus dugaan praktik mafia minyak goreng. Anggota Komisi VI DPR Deddy Yevri Hanteru Sitorus mendorong Kejagung menelusuri lebih jauh, termasuk jika ada perusahaan lain yang terlibat, selain PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Musim Mas, dan Permata Hijau Group (PHG).

        "Karena tidak mungkin minyak goreng langka hanya karena ketiga perusahaan tersebut, hampir pasti perusahaan besar yang lain juga melakukan penyimpangan yang sama," ujar Deddy lewat keterangan tertulisnya, Rabu (20/4/2022).

        Dirinya juga meragukan bahwa persekongkolan tersebut hanya melibatkan Kemendag. Ia melihat, dugaan korupsi tersebut juga melibatkan institusi lain yang berkaitan dengan proses-proses tindak kejahatan tersebut.

        "Secara pribadi dan sebagai anggota Komisi VI DPR RI, saya merasa sangat kecewa dan mengutuk keras kejahatan ini. Tindakan mereka sangat merusak kewibawaan pemerintah dan merugikan seluruh rakyat Indonesia," ujar Deddy.

        Menurut politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu, wajar jika publik menganggap bahwa kasus tersebut melibatkan lebih banyak pihak. Bukan hanya para operator, tetapi juga para pengambil keputusan di atas mereka.

        "Tetapi hal itu tentu harus dibuktikan berdasarkan alat bukti yang memadai, baik bersifat dokumen, fakta maupun keterangan para tersangka dan hasil pengembangan perkara. Jadi mari kita tunggu dan awasi bagaimana proses hukum dari peristiwa ini," ujar Deddy.

        Anggota Komisi VI DPR Andre Rosiade mengapresiasi langkah Kejagung yang mengungkap adanya dugaan korupsi penerbitan izin ekspor CPO dan turunannya. Ia mendukung lembaga yang dipimpin oleh Sanitiar Burhanuddin itu untuk membongkar kasus tersebut sampai tuntas.

        "Kita mendorong Kejaksaan Agung agar mengungkap ini terang-benderang dan membongkar ini sampai ke akar-akarnya. Siapapun yang terlibat ya harus diproses secara hukum dan kami di Komisi VI mendukungnya," ujar Andre saat dihubungi, Rabu.

        "Harapan kita dengan dibongkarnya ini minyak goreng curah dengan HET 14 ribu itu betul-betul bisa ditemukan oleh masyarakat di pasar dan di lapangan," sambungnya.

        Komisi VI, jelas Andre, sejak awal sudah mengendus ada yang aneh dengan langka dan mahalnya minyak goreng dalam beberapa bulan terakhir. Ia heran, minyak goreng menjadi langka padahal produksi nasional Indonesia surplus hingga 11 miliar liter per tahun.

        "Kebutuhan minyak goreng nasional setahu hanya 5,7 miliar liter, produksi kita 16 miliar liter, berarti kita surplus minyak goreng 10-11 miliar liter minyak goreng. Pertanyaannya kenapa minyak goreng enggak ditemukan? Ditambah kita produsen terbesar CPO dunia, 49 juta ton, kan lucu," ujar Andre.

        Ia meminta agar pimpinan Komisi VI DPR memanggil Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi terkait penetapan tersangka bawahannya tersebut. Politikus Partai Gerindra itu meminta agar pendalaman kasus tersebut dapat dilakukan pada masa reses ini.

        "Kita minta keterangan dong apa yang terjadi ini kok bisa ditetapkan tersangka, ada apa dengan Kemendag, jadi saya usulkan ke pimpinan Komisi VI DPR agar meminta izin pimpinan DPR agar kita bisa melakukan rapat kerja dengan Menteri Perdagangan untuk meminta klarifikasi," ujar Andre.

        Kordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menyatakan, MAKI adalah salah satu pelapor dalam kasus serupa ke Jampidsus, Maret lalu. Kata dia, dalam laporannya, sedikitnya ada delapan perusahaan produsen CPO dan turunannya itu, yang patut diungkap perannya dalam penyidikan dugaan permohonan PE ke Kemendag tanpa DMO, dan DPO tersebut.

        MAKI pun mendukung penyidikan di Jampidsus-Kejakgung, untuk tak cuma menjerat para pelaku perorangan dalam kasus tersebut. “Perusahaan-perusahaan yang sudah diketahui itu, bagian dari liga besar, dari delapan atau sembilan yang ditengarai, bermain di kasus langka, dan mahalnya minyak goreng ini,” ujar Boyamin.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: