Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Kejagung Tegaskan Ketika DMO Tidak Terpenuhi Dapat Dikatakan Syarat Itu Dimanipulasi

        Kejagung Tegaskan Ketika DMO Tidak Terpenuhi Dapat Dikatakan Syarat Itu Dimanipulasi Kredit Foto: Ratih Widihastuti Ayu
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Kejaksaan Agung RI menegaskan bahwa tindakan korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO yang mengakibatkan kelangkaan minyak goreng merugikan ketika izin ekpor ini diloloskan namun DMO tidak terpenuhi 20% di dalam domestik. Sebab, sesuai ketentuan Kementerian Perdagangan (Kemendag) peraturan tersebut harus terpenuhi. Maka dapat dipastikan semua syarat-syarat yang diajukan memang ada tindakan manipulasi.

        “Ketika pengajuan ekpor ini memang harus di teliti. apakah memang peraturan ini sudah ada. Nah ketika ini lolos, seperti yang kita sampaikan bahwa ternyata di lapangan langka tentunya ini menjadi pertanyaan bagi kita semua. Dapat dipastikan semua ada tindakan ini manipulasi,” ucap Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) Febrie Adriansyah dalam konferensi pers di Gedung Kejagung RI, Jakarta Selatan, Jumat (22/4).

        Febry memaparkan, Dirjen Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana (IWW) ditetapkan menjadi tersangka karena pengecekan ketika peraturan dan kewajiban dari peraturan Kemendag RI tersebut tidak terpenuhi. Namun, ketika mengizinkan ekspor, IWW dapat dipastikan tidak melakukan pengecekan atau dalam kata lain, sudah mengetahui bahwa kewajiban ini tidak terpenuhi.

        Baca Juga: Imbas Penetapan Tersangka Dirjen Kemendag, DPR Akan Panggil Kembali Mendag Lutfi

        “Jadi IWW ditetapkan tersangka besar karena paling tinggi mempunyai kewenangan untuk meneliti pengajuan-pengajuan ekspor tersebut. Dengan syarat itu diizinkan apabila sudah terpenuhi 20% kemudian berubah 30%. Kenyataanya memang di izinkan tapi faktanya tidak terpenuhi. Seperti, yang saya sampaikan ini masih dalam proses penyidikan," sambung dia.

        “Sebab kami belum bisa perihal menyampaikan apa yang menjadi kerja sama antara pemohon dan termohon. Tetapi tentunya penyidik sudah menetapkan dengan objek pemeriksaan masalah ekspor dan kewajiban itu. Tentunya sudah menjadi sebuah alat bukti,” jelas dia.

        Febrie menjelaskan bahwa saat ini kasusnya masih dalam proses penyelidikan. Sebab masih ingin di telusuri lebih lanjut apakah kasus tersebut termasuk dalam unsur kesengajaan atau tidak.

        “Kami masih menelusuri proses ini dan tetap berjalan. Apakah kasus ini masuk dalam tidak kesengajaan atau tindakan kesengajaan memberikan izin ekspor tentunya proses dan buktinya masih kita kumpulkan. Tetapi siapapun yang terlibat dalam kasus ini akan kami proses secara langsung tegas," tegas Febrie.

        Sebelumnya, Kejaksaan Agung RI ( Kejagung RI) diberikan pertanyaan oleh tokoh masyarakat karena mengatahui posisi kasus korupsi crude palm oil atau CPO atau minyak goreng ini dilakukan saat pandemi Covid-19 disaat perekonomian Indonesia belum cukup stabil. Sehingga penyidik Kejagung Ri dituntut untuk melakukan tindakan tegas.

        Adapun tindakan yang diambil para Jaksa penyidik Kejagung RI saat ini menjerat para tersangka dengan Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), kemudian Pasal 54 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a, b, e, dan f Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dan/atau Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 129 juncto Nomor 170 Tahun 2022 tentang Penetapan Jumlah untuk Distribusi Kebutuhan Dalam Negeri dan Harga Penjualan di Dalam Negeri.

        Lalu, ketentuan Bab 2 huruf a angka 1 huruf b jo Bab 2 huruf c angka 4 huruf c Peraturan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Nomor 02 DAGLU per 1 2022 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kebijakan dan Pengaturan Ekspor CPO.

        “Perkara ini dikenakan Pasal 2 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Tipikor yang seperti sudah disampaikan Jaksa Agung ada ketentuan-ketentuan perdagangan yang telah disebut itu adalah sebagai ketentuan yang dijadikan dasar penyidik sebagai perbuatan melawan hukumnya,” kata Febrie.

        “Tetapi tetap kami persangkakan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tipikor,” kata Febrie.

        Namun disamping itu, dalam kasus ini. Kejagung RI masih mempertimbangkan untuk menjerat Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Tipikor kepada para tersangka kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO yang mengakibatkan kelangkaan minyak goreng.

        Dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) berbunyi, dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

        “Saya rasa pemberatan ini menjadi pertimbangan penting bagi kami,” kata Febrie Adriansyah dalam konferensi pers di Gedung Kejagung RI, Jakarta, Jumat (22/4).

        Febrie mengatakan penyidik Kejaksaan saat ini berkonsentrasi betul terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang strategis dan penting untuk kelangsungan pembangunan nasional. Sehingga bila ada perbuatan hukum yang menyangkut masyarakat banyak serta merugikan pembangunan, maka akan dilakukan tindakan tegas.

        “Ini menjadi konsentrasi kami, sehingga apabila ada kebijakan-kebijakan yang menyangkut masyarakat banyak dan pembangunan, ini pasti akan kami lakukan penindakan tegas,” kata Febrie.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Ratih Widihastuti Ayu
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: