Harga minyak goreng di pasaran masih tinggi. Berdasarkan pantauan di laman Klikindomaret dan Alfagift, satu liter harga minyak goreng dibanderol mulai Rp25 ribu, sedangkan untuk ukuran 2 liter, dijual mulai Rp48 ribu. Bahkan ada yang dijual hingga Rp52 ribu per 2 liter untuk beberapa merek minyak goreng tertentu.
Terkait itu, dalam keterangan tertulisnya, Minggu (24/4/2022), Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi mengungkapkan harga minyak goreng tidak akan turun dalam waktu dekat kendati ada desakan dari Ketua DPR RI Puan Maharani untuk pengusutan secara tuntas kasus mafia minyak goreng dan Presiden Joko Widodo telah melarang ekspor minyak goreng dan CPO.
Baca Juga: Puan Maharani Dukung Kejagung Usut Oknum yang Terlibat Kasus Minyak Goreng
“Tidak akan segera juga dan ini tidak ada koneksi sama sekali. Permasalahan CPO bukan masalah supply-demand semata, tapi di tata kelola,” ujar Fithra.
Meksi demikian, Fithra menilai desakan dan larangan itu tidak sia-sia dan secara psikologis justru bisa menenangkan pasar. Di sisi lain, ada kecenderungan harga CPO dunia masih tetap tinggi sampai tahun depan karena juga dipengaruhi perang Rusia dan Ukraina.
Baca Juga: Masinton Dilaporkan Gegara Sindir Luhut, Puan Maharani: Tidak Usah Bicara Lagi...
“Secara psikologis itu akan mampu menenangkan pasar, setidaknya. Tetapi tidak akan mampu menurunkan harga secara signifikan,” tandasnya.
Sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani juga mengingatkan pemerintah agar membenahi seluruh tata niaga minyak goreng dari hulu sampai hilir. Pemerintah harus membenahi struktur pasar dan struktur industri minyak goreng, termasuk penguasaan dari hulu ke hilir. Hal itu dinilainya bisa menyelesaikan masalah minyak goreng ke depannya.
Senada, Fithra juga mengungkap permasalahan CPO bukan masalah supply and demand semata, melainkan lebih ke masalah tata kelola. Produksi CPO Indonesia masih dalam kondisi surplus. Persoalan utamanya adalah tata kelola, tidak ada koneksi antara produsen minyak goreng dan produsen CPO. Produsen minyak goreng harus membeli CPO dengan harga pasar internasional.
“Tidak akan segera juga dan ini tidak ada koneksinya sama sekali. Karena masih terkoneksi dengan harga internasional,” tegasnya.
Soal kebijakan dan peraturan, Fithra tidak melihat adanya masalah dalam peraturan perundang-undangan, justru masalah muncul dari Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) yang sering kali berubah dan implementasinya tidak sesuai.
“Sebenarnya kalau undang-undang masih oke, Permendag-nya saja yang bermasalah kemarin, ubah beberapa kali. Jadi itu seolah-olah tim Kemendag tidak memahami masalah di lapangan,” tegasnya.
Menurutnya permasalahan utama minyak goreng adalah diskoneksi produsen CPO dengan produsen minyak goreng, serta pemerintah tidak punya kontrol pada suplai. Menurutnya, dalam jangka pendek, pemerintah bisa melakukan intervensi pada persoalan tersebut dengan impor minyak goreng dari Malaysia, sembari membenahi tata kelola minyak goreng dari hulu ke hilir.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil