Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Viral Video Bullying Anak di Tangerang Selatan, Ini Tanggapan Kementerian PPPA

        Viral Video Bullying Anak di Tangerang Selatan, Ini Tanggapan Kementerian PPPA Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Warga Tangerang Selatan digegerkan dengan video viral yang memperlihatkan seorang anak mengalami perundungan (bullying) viral di media sosial. Belakangan diketahui bahwa anak tersebut berinisial MZA (16). Dalam video tersebut, tampak MZA dipaksa menjulurkan lidahnya dan kemudian terduga pelaku menyundutkan rokok ke lidah MZA.

        Menanggapi kasus tersebut, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPPA) mengimbau kasus kekerasan yang melibatkan pelaku berusia anak atau biasa disebut dengan anak berhadapan dengan hukum, tidak selalu berakhir dengan pemenjaraan. Kemen-PPPA harapkan pada kasus-kasus tertentu dapat diselesaikan dengan pendekatan Keadilan Restoratif sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA). 

        Baca Juga: Oknum Pengasuh Panti Asuhan di Bitung Diduga Sodomi Sejumlah Bocah, Ini Tanggapan KemenPPPA

        Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar mengatakan UU SPPA menyatakan Sistem Peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif (pasal 5).  

        "Pendekatan keadilan restoratif bukan meniadakan atau menghilangkan keadilan terhadap korban atau kepentingan korban, tetapi untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan. Tujuannya sebisa mungkin pelaku anak tidak dipenjara," ujar Nahar dalam keterangannya, Senin (6/6/2022).

        Untuk mewujudkan Keadilan Restoratif, penyelesaian perkara dapat dilaksanakan diversi, yakni pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana sesuai dengan UU SPPPA Pasal 6.  

        Nahar mengungkapkan untuk perbuatan tertentu yang dilakukan anak dapat diselesaikan secara diversi. Sebab sangat penting anak tidak dipenjara agar tumbuh kembang anak dapat berlangsung dengan baik dan dalam pengasuhan orang tua atau wali.  Kondisi yang dapat dilakukan penyelesaian secara diversi hanya dapat dilakukan apabila kasus tersebut memenuhi kondisi tertentu, yaitu tindak pidana yang dilakukan diancam dengan pidana penjara di bawah tujuh tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana (pasal 7).

        Baca Juga: Harga Minyak Goreng Dirasa Masih Mahal, Omongan Orang PKS Menggelegar: Presiden Jokowi PHP!

        "KemenPPPA mendorong dan mengimbau terhadap kasus anak yang berhadapan dengan hukum wajib mengupayakan diversi jika memenuhi aspek dan pertimbangan yang ada dalam UU SPPA," kata Nahar.   

        Adapun, proses diversi juga melalui serangkaian pertimbangan. Dalam hal ini, Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim harus mempertimbangkan kategori tindak pidana, umur anak, hasil penelitian kemasyarakatan dari Balai Pemasyarakatan (Bapas), dan dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat.

        Menurut Nahar, salah satu kasus yang dapat diselesaikan secara diversi adalah kasus perundungan (bullying) terhadap anak berinsial MZA (16) dengan terduga pelaku anak di Tangerang Selatan.

        Baca Juga: Formula E Sukses Digelar, Denny Siregar Tetap Nyinyir: Panitianya Kayak Preman Jalanan, Arogan!

        Kasus tersebut, dari laporan dari Unit Pelaksana Terpadu Daerah Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (UPTD P2TP2A) Kota Tangerang Selatan menyatakan, korban anak MZA mendapatkan perundungan berupa kekerasan fisik oleh delapan terduga pelaku anak lainnya. Kekerasan itu dilakukan pada bagian tangan serta lidahnya disundut menggunakan rokok serta ditusuk-tusuk menggunakan pisau dan obeng.

        Dari delapan terduga pelaku anak tersebut, dua orang anak melarikan diri, sedangkan dua orang anak lainnya dipulangkan ke rumah orang tuanya karena masih berusia kurang dari 12 tahun sehingga tidak dapat diproses hukum secara pidana.

        Empat orang terduga pelaku anak lainnya berusia di atas 12 tahun sehingga proses hukumnya tetap berlanjut dan menjadi tersangka melanggar pasal 76C jo Pasal 80 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

        Atas perbuatannyan pelaku terancam hukuman pidana paling lama 3 tahun 6 bulan penjara dewasa, sedangkan untuk pelaku anak dikurangi 1/2 hukuman dewasa, menjadi paling lama 1 tahun 9 bulan penjara. 

        Baca Juga: Kawal UU TPKS Lewat DRPPA, Kemen-PPPA Berharap Dapat Tekan Kasus Kekerasan pada Perempuan dan Anak

        "UPTD P2TP2A melaporkan upaya diversi sudah dilakukan di tingkat penyidikan Polres Tangerang Selatan pada 23 Mei 2022, namun gagal. Orang tua korban menolak diversi, dan tidak menerima anaknya mendapatkan perundungan dari para terduga pelaku, serta ingin melanjutkan kasus hukum tersebut ke persidangan, agar para terduga pelaku anak itu menerima hukuman yang setimpal atas perbuatannya, untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku," jelar Nahar.

        Nahar mengatakan kasus perundungan di Tangerang Selatan memang memenuhi syarat untuk dapat diselesaikan secara diversi. Akan tetapi, Nahar mengingatkan proses diversi tidak semata-mata melihat lamanya sanksi pidana, tetap harus melalui musyawarah dengan melibatkan anak dan orang tua/walinya, korban dan/atau orang tua/walinya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif.

        "Artinya, tidak boleh ada pemaksaan oleh satu pihak untuk melakukan diversi, wajib adanya persepakatan antara pihak terlapor dan korban," tutur Nahar. 

        Baca Juga: Bangun Ekosistem Pemberdayaan Ekonomi Umat, Wapres: Tekad dan Ikhtiar Poin Utama

        Hanya saja, terkait belum adanya kesepakatan diversi, Nahar menjelaskan jika di tingkat penyidikan gagal diversi, masih bisa diupayakan ditahap selanjutnya. Berdasar UU SPPA Pasal 7, diversi wajib diupayakan pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara anak di pengadilan negeri. Sehingga jika di tahap awal upaya diversi gagal masih bisa diajukan kembali hingga di pengadilan.  

        "Diversi bukan menghentikan perkara sehingga terlapor anak bebas tanpa tuntutan apapun. Upaya penyelesaian di luar pengadilan tersebut dapat melakukan kesepakatan diversi berupa perdamaian, bisa melakukan pengembalian kerugian, kerja pelayanan masyarakat, dan lainnya sebagai bentuk hukuman yang bukan hukuman penjara," kata Nahar. 

        Sebelumnya, pada 31 Mei 2022, Nahar beserta tim dari KemenPPPA telah mengunjungi korban untuk berkoordinasi terkait penanganan kasus serta pelayanan yang diberikan kepada korban. 

        Baca Juga: Sebut Formula E Kampanye Green Energy, Eh Artis Ini Malah Dicap Kadrun!

        KemenPPPA terus melakukan koordinasi dengan UPTD P2TP2A Kota Tangerang Selatan untuk melakukan pendampingan terhadap korban anak untuk memulihkan trauma pasca terjadinya perundungan yang dialaminya serta pendampingan hukum.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rena Laila Wuri
        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: