Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Fenomena Bubble Burst, Apa yang Sebenarnya Terjadi pada Perusahaan Startup?

        Fenomena Bubble Burst, Apa yang Sebenarnya Terjadi pada Perusahaan Startup? Kredit Foto: Unsplash/Rawpixel
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Beberapa waktu belakangan ini cukup ramai pemberitaan terkait sejumlah perusahaan startup yang terkenal di Indonesia melakukan PHK massal terhadap karyawan. Gelombang PHK massal yang melanda startup di Indonesia rupanya semakin memperburuk keadaan yang sudah terjadi karena COVID-19.

        Kabar pengurangan karyawan startup tersebut mulanya datang dari platform edutech Zenius, disusul platform fintech pembayaran LinkAja, dan terbaru adalah platform e-commerce JD.ID.

        Baca Juga: Layanan Cloud Diyakini Bisa Hemat Biaya Operasional Perusahaan Startup

        Kementerian Ketenagakerjaan sebelumnya mencatatkan lebih dari 1,2 juta karyawan dari 74.439 perusahaan terdampak kehilangan pekerjaan. Selain itu, gencarnya otomatisasi dan robotisasi pun dapat menambah risiko lebih banyak masyarakat Indonesia kehilangan pekerjaan dalam waktu dekat.

        Menurut data yang diterbitkan pada November 2020 di Journal of Robotics and Control, pada 5 negara ASEAN yang diteliti, peneliti menemukan bahwa 56% karyawan saat ini menghadapi risiko tinggi otomatisasi.

        Baca Juga: Kekerasan Terhadap Hewan Masih Tinggi, Startup Bubu+ Lakukan Hal Ini

        Para ekonom juga mengatakan salah satu sumber masalah PHK adalah terkait pendanaan di mana startup-startup ini masih butuh pendanaan untuk bisa beroperasional. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan ketika gagal mendapatkan pendanaan, biasanya perusahaan akan kelimpungan hingga tidak bisa beroperasi secara normal.

        "Makanya mereka biasanya melakukan layoff kepada karyawannya untuk menghemat budget. Model utama mereka yang masih bakar uang memang menjadikan mereka masih ketergantungan dengan pendanaan dari Venture Capital atau sumber pendanaan lainnya," katanya saat dihubungi tim Warta Ekonomi, Rabu (8/6/2022).

        Ia juga mengungkapkan startup di Indonesia tumbuh sangat cepat pada beberapa tahun terakhir dengan peringkat jumlah startup di Indonesia adalah nomor 5 dunia. Dan terjadilah peningkatan pertumbuhan cukup tajam dalam hal jumlah startup

        Baca Juga: Perbanyak Portfolio Startup, WGSH Gandeng Impactto

        "Namun, permasalahan di tahun ini adalah potensi pendanaan yang semakin sedikit. Jika kita mengacu pada data dealroom, pendanaan pada tahun ini akan turun jauh dibandingkan tahun depan," ujarnya.

        Nailul mengungkapkan saat ini memang harus mulai memikirkan untuk keluar dari jebakan bakar duit. Kemudian juga harus pintar mencari perusahaan Venture Capital yang dipercaya oleh beberapa perusahaan besar sehingga Venture Capital lainnya tertarik untuk memberikan pendanaan lanjutan.

        Baca Juga: Startup Legal Tech Mendukung Ekspansi ke Negara Tetangga Tanpa Melewati Batas Negara

        "Saya kuatir kalau semakin sedikit pendanaan, kemudian startup semakin banyak dan eskponensial, bisa terjadi bubble. Ditambah lagi nampaknya The Fed juga melakukan kebijakan pengetatan uang yang paling enggak berpengaruh negatif ke beberapa perusahaan startup digital di hampir seluruh dunia," tutupnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Nuzulia Nur Rahma
        Editor: Ayu Almas

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: