Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Isu Pasal Karet Permenkominfo 5/2022 Mengancam Kebebasan Berpendapat, Ini Kata Kominfo!

        Isu Pasal Karet Permenkominfo 5/2022 Mengancam Kebebasan Berpendapat, Ini Kata Kominfo! Kredit Foto: Rena Laila Wuri
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Platform digital diminta mendaftar Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) paling lambat 20 Juli 2022 lalu. Hal ini berdasarkan Permenkominfo 5/2020 diamandemen dengan No.10/2021. Namun, Permenkominfo ini dianggap bakal membungkam kebebasan berpendapat. Hal ini diungkapkan oleh beberapa ahli Teknologi Informatika (TI) menuding adanya pasal karet di Permenkominfo tersebut.

        Menanggapi isu tersebut, Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika (Dirjen Aptika) Kementerian Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan membantahnya.

        Baca Juga: Tak Ada Denda Administratif, Kominfo Bakal Blokir Platform yang Masih Bandel pada 27 Juli 2022

        “Tidak ada pasal karet. Terkait pasal yang dibicarakan itu harus ada dua unsur, benar-benar meresahkan dan benar-benar mengganggu ketertiban umum,” ujar Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika (Dirjen Aptika) Kementerian Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, Kamis, 21 Juli 2022.

        Jadi jika pemerintah meminta takedown konten, menurutnya harus ada dasar hukum yang kuat. Kemudian dari pihak Kominfo akan melakukan profiling dan menyertakan pelanggaran serta bukti-buktinya.

        “Apakah kita diamkan kalau ada konten demikian?” lanjut Semuel.

        Pelaksana Tugas Direktur Tata Kelola Aplikasi Informatika, Teguh Arifiyadi lebih lanjut menjelaskan konten meresakan prinsipnya memiliki unsur kumulatif yang ditetapkan kementerian atau lembaga.

        Baca Juga: Wah Rupanya Bukan dari Jokowi, Pakar Hukum Blak-blakan, Bebasnya Habib Rizieq Ternyata dari...

        Contoh konkret ada banyaknya konten yang belum tentu melanggar peraturan tapi masuk kategori meresahkan masyarakat, misal konten bunuh diri yang tidak ada hukumannya karena bukan provokasi maupun ujaran kebencian namun harus di-takedown.

        “Boleh lihat statistik kami, konten meresahkan jumlahnya paling kecil dan tidak terkait provokasi dan kebebasan berpendapat. Boleh dicek datanya,” kata Teguh.

        Menurutnya konten meresahkan bukan produk dari Permen 5, itu murni Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019. Kemudian turunan ITE (Informasi dan Teknologi Elektronik) itu dituangkan dalam Permen 5 yang memberikan batasan, sama halnya seperti akses terhadap data dan sistem.

        Baca Juga: Kemenkominfo Tak Jadi Blokir Google hingga YouTube

        “Akses terhadap data dilakukan ketika data yang diminta tidak mencukupi untuk kepentingan penegak hukum atau pengawasan. Tapi selama mencukupi, tidak perlu adan akses ke data dan sistem,” ujarnya.

        Meski demikian, Kominfo memiliki komitmen untuk mengurangi kemungkinan salah tafsir atau penyalahgunaan dari pasal-pasal yang ada sehingga kritikan dari para pegiat media sosial telah masuk dalam agenda untuk dilakukan penyesuaian.

        Kominfo juga memberi tahu bahwa kebijakan pemerintah bisa di ajukan gugatan ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) jika ada pelanggaran atau merasa ada pembungkaman.

        Baca Juga: Polri Berhasil Amankan CCTV, Insiden Rumah Irjen Ferdy Sambo Akan Segera Terungkap!

        “Kita ingin ciptakan ruang digital yang kondusif, aman dan nyaman bagi masyarakat. Tidak lebih dan tidak kurang ingin jaga kedaulatan ruang digital kita,” imbuh Semuel.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rena Laila Wuri
        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: