Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Tak Setuju Soal Langkah KPK, Penasehat Hukum Sesalkan Status DPO Mardani Maming

        Tak Setuju Soal Langkah KPK, Penasehat Hukum Sesalkan Status DPO Mardani Maming Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Bandung -

        Penasehat hukum Mardani Maming, Denny Indrayana menyesalkan diterbitkannya Daftar Pencarian Orang atau DPO oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), meski demikian, DPO tidak menggugurkan praperadilan, sementara belum ada putusan pada sidang praperadilan tersebut.

        Pada sidang sebelumnya pihak pemohon yang diwakili penasehat hukum Mardani Maming, Denny Indrayana bahwa kasus yang menjeratnya kliennya bukan perkara korupsi seperti yang dituding oleh KPK, tapi bisnis to bisnis dengan perusahaan terkait perizinan pertambangan di kabupaten Tanah Bumbu.

        Baca Juga: Mardani Maming Jadi Buronan KPK, Eh Pengacaranya Ngaku Nggak Tahu Keberadaannya: Butuh Mendekatkan Diri dengan yang di Atas!

        "Kami pada Senin (25 Juli 2022) telah bersurat jika ternyata ada kondisi hukum proses ini berjalan, kami siap datang segera, setelah putusan (praperadilan) itu dibacakan. Itukan konsekuensi hukum, KPK melakukan langkah itu (DPO), dan dianggap itu benar kami berharap juga hormati pada saat putusan nanti," kata Denny Indrayana dalam keteranganya, Selasa sore (26/7/2022)

        "Insya Allah kami menang ya berarti status tersangka, pemblokiran, pencekalan, dan lain-lain juga mesti dinyatakan tidak sah. Mari lah kita tunggu sama-sama, kurang 24 jam lagi koq, tidak akan lama lagi kan," sambungnya

        Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung atau SEMA No 1 Tahun 2018 mengatur secara tegas bahwa pemohon praperadilan yang statusnya tercatat DPO tidak bisa mengajukan praperadilan, apakah itu terkait perkara yang ditangani di instansi aparat hukum lainnya, baik di Kepolisian, Kejaksaan maupun KPK.

        "Terkait dengan kasus yang menimpa saudara M Maning , dimana yang bersangkutan sudah mengajukam praperadilan pada 27  Juni 2022. Sedangkan status dia terkait dengan DPO baru ditetapkan sekarang ini," katanya

        Dengan demikian jika mengacu makna dan pemahaman SEMA tersebut, artinya tidak diperbolehkan itu pemohon yang masuk dalam DPO.

        "Sedangkan saudara Maming itu pada saat mengajukan upaya praperadilan belum terdaftar masuk DPO. Sehingga, surat SEMA diatas tidak bisa di terapkan pada saudara MM,"ungkapnya

        Sebelumnya, ahli hukum pertambangan Ahmad Rezi dalam persidangan praperadilan Senin 25 Juli 2022, menyebutkan pengalihan IUP yang dilakukan pejabat tidak bisa dijatuhkan saksi pidana

        Dia menjelaskan tentang pengaturan perizinan sektor mineral dan batu bara di UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan dan Batu Bara serta UU Nomor 3 Tahun 2020, bahwa pemberian IUP diatur oleh pejabat yang berwenang, antara lain Bupati, Walikota, Gubernur, Atau Menteri.

        "Lalu bagaimana dengan terkait pemberian IUP dan peralihan. Pemberian IUP diatur di Pasal 36, 37, dan seterusnya, di situ diatur bahwa pejabat yang berwenang dalam hal ini adalah bupati, wali kota, gubernur, atau menteri diberikan kewenangan untuk menerbitkan izin usaha pertambangan. Bupati dalam satu wilayah kabupaten/kota, gubernur untuk lintas kabupaten/kota, sedangkan menteri untuk lintas provinsi," kata Ahmad Rezi.

        Dia menegaskan bahwa pemberian IUP untuk usaha pertambangan, lalu diberikan izin kepada pemohon, dan pemohonnya bisa tiga, bisa bersifat perseroan, dan bisa juga korporasi atau perseorangan.

        Untuk itu, seorang kepala daerah bisa memberikan izin surat pertambangan apabila ada lahan kosong yang belum ada pemiliknya. Namun dengan catatan harus syarat-syarat administratif yang harus dipenuhi.

        "Jadi yang hari ini memang belum pernah ada, pemiliknya izin surat pertambangan kemudian oleh bupati atau wali kota atau gubernur nanti diberikan. Jadi sesuatu yang tadinya lahan kosong yang belum ada pemiliknya sama sekali kemudian diberikan kepada pemohon," jelasnya

        Ahmad mengatakan setelah pemohon IUP itu menerima semua kelengkapan data, maka itu syarat untuk dipenuhi agar mendapatkan IUP tersebut, diantaranya syarat administratif, teknis, dan syarat hukum maupun finansial.

        Baca Juga: Anies Baswedan "Gak Jelas, Kebanyakan Mendongeng", Kenneth PDIP Ingin Anda Keluarkan Langkah Tegas!

        "Jadi ada syaratnya mendapat IUP, ada syarat administratif, ada syarat-syarat teknis, syarat hukum dan finansial. Jadi memang sesuatu wilayah yang baru diterbitkan oleh bupati atau wali kota tentang IUP ini surat pertambangan," ungkapnya

        Sedangkan peralihan IUP terjadi apabila perusahaan yang sebelumnya diberikan IUP oleh Bupati atau Walikota kemudian dialihkan kepada perusahaan lain di wilayah usaha pertambangan tertentu maka itu peralihan sesuai diatur pada pasal 93 UU 4 Tahun 2009.

        "Jadi itu sesuatu yang sudah ada kemudian diberikan izinnya kepada perusahaan tertentu, kemudian dialihkan ke perusahaan B. Nah ini namanya peralihan dan ini diatur oleh Pasal 93 UU Nomor 4 Tahun 2009 terkait dengan pengganti itu tidak boleh dipindahtangankan. Ini dalam konteks peralihan," jelasnya

        Baca Juga: Mardani Maming Resmi Jadi Buronan KPK, PDIP Yakin Kadernya Akan Kooperatif: Semoga...

        Ahmad menambahkan pemberian dan peralihan IUP merupakan dua hal yang berbeda. Pemberian IUP disebutnya dilakukan jika lahan yang dimintakan izin belum pernah diberikan kepada pihak mana pun. Sedangkan untuk peralihan IUP, lahan yang dimintakan izin sebelumnya sudah dikelola.

        "Seperti yang sudah saya sampaikan tapi bahwa pemberian IUP dengan peralihan IUP itu berbeda. Jadi lahan itu atau pusat pertambangan itu belum pernah diberikan kepada pihak mana pun oleh pejabat, ini diberikan," jelasnya

        Namun, kata dia setelah memenuhi persyaratan administratif, finansial, teknis, hukum, sedangkan peralihan IUP itu memang sesuatu yang sudah pernah ada dialihkan kepada PT B.

        "Jadi secara hukum diatur di UU 4 Tahun 2009, pemberian dan peralihan adalah suatu peristiwa dan perbuatan hukum yang berbeda sama sekali," ujarnya

        Oleh karena itu, kata Ahmad, jika merujuk pada UU Nomor 4 Tahun 2009 Pasal 151, tidak ada sanksi atas pelanggaran Pasal 93 ayat 1. Dengan begitu, lanjutnya, bila ada peralihan IUP yang dilakukan oleh para pihak dalam konteks ini menggunakan IUP, tidak dikenai pertanggungjawaban administrasi.

        "Kalau dipakai tahun 2011, berarti ikut yang UU Nomor 4 Tahun 2009. Lalu apakah diterima sanksi? Nah Pasal 93 ayat 1, tidak dikenai sanksi. Bicara mengenai sanksi di UU Nomor 4 Tahun 2009 ada Pasal 151, itu memiliki cara mengenai sanksi," katanya

        "Nah pasal itu tidak memberikan sanksi terhadap pelanggaran (Pasal) 93 ayat 1 UU 4 Tahun 2009 Minerba. Jadi kalau ada pelimpahan IUP yang dilakukan oleh para pihak dalam konteks ini menggunakan IUP, jadi tidak dikenai pertanggungjawaban administrasi," sambungnya

        Ahmad mengungkapkan terkait sanksi pidana disebutkan bahwa tidak ada satu pasal yang mengatur peralihan IUP diberikan pertanggungjawaban administrasi negara atau sanksi pidana. Kata dia menjadi suatu pertanyaan apakah pertanggungjawaban bisa dikenakan sanksi pidana.

        "Pada UU No 4 Tahun 2009 dari Pasal 158-165 yang mengatur tentang sanksi pidana, tidak ada satu pun pasal yang mengatur tentang pengenaan pidana terhadap Pasal 93 ayat 1. Jadi pasal itu, mengatur mengenai peralihan ini, tidak ada pertanggungjawaban administrasi negara dan tidak ada pertanggungjawaban sanksi pidana," jelasnya

        Sementara itu, sidang praperadilan yang diajukan mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani Maming terkait status tersangka atas perkara pemberian izin usaha pertambangan yang disematkan oleh KPK akan masuk tahap akhir yakni putusan pengadilan pada Rabu 27 Juli 2022 dengan agenda putusan oleh hakim tunggal Hendra Utama Sotardodo sekitar pukul 13.00 WIB.

        Hakim tunggal Hendra Utama Sotardodo dalam sidang beragenda kesimpulan meminta agar kedua belah pihak, pemohon Mardani Maming dan termohon KPK untuk membacakan kesimpulan. Namun, kedua belah pihak meminta kepada yang mulia hakim dianggap kesimpulan telah dibacakan.

        Baca Juga: Kasian Cucu Nabi, Giat Jadi Oposisi Jokowi, Eh Habib Rizieq Malah Ditinggal Pergi di Jeruji Besi

        "Selanjut, acara besok sidang tinggal Keputusan, kita lanjutkan Rabu 28 Juli 2022 sekitar jam 1 agenda pembacaan keputusan, baik pemohon dan termohon untuk hadir tepat waktu," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rahmat Saepulloh
        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: