Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Jokowi Banggakan RI Swasembada Beras, Tapi Petani Masih Sulit...

        Jokowi Banggakan RI Swasembada Beras, Tapi Petani Masih Sulit... Kredit Foto: Antara/Adiwinata Solihin
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Predikat swasembada yang diterima Indonesia jangan sampai melupakan berbagai persoalan yang masih ada pada produksi beras, seperti tingginya ongkos produksi dan minimnya akses petani terhadap input pertanian berkualitas.

        ”Petani di Indonesia juga menemui beberapa kesulitan mulai dari benih, pupuk, akses permodalan, lahan kecil yang berimbas pada proses bercocok tanam yang tidak efisien dan juga kapasitas petani yang juga sebagian besar masih belum produktif,” jelas Head of Agriculture Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Aditya Alta di Jakarta, kemarin.

        Menurut dia swasembada pangan yang selama ini menjadi fokus pemerintah bukan hal yang mudah dicapai, terutama mengingat banyaknya faktor pada sektor pertanian Indonesia yang tidak mendukung tujuan tersebut.

        Studi International Rice Research Institute (IRRI) menemukan bahwa ongkos produksi beras di Indonesia 2,5 kali lebih mahal dari Vietnam dan 2 kali lebih mahal dari Thailand. 

        Studi ini juga menunjukkan rata-rata biaya produksi satu kilogram beras di Indonesia adalah Rp 4.079, hampir 2,5 kali lipat biaya produksi di Vietnam (Rp 1.679), hampir 2 kali lipat biaya produksi di Thailand (Rp 2.291) dan India (2.306).

        Ongkos produksi beras di Indonesia juga lebih mahal 1,5 kali dibandingkan dengan ongkos produksi di Filipina (Rp 3.224) dan Tiongkok (Rp 3.661).

        Tingginya ongkos produksi, lanjut Aditya, menyebabkan harga beras nasional menjadi tinggi. Belum lagi ditambah dengan kondisi geografis Indonesia yang menyebabkan adanya biaya pengangkutan yang tidak sedikit.

        “Indonesia memang berhasil mempertahankan swasembada beras dan jagung setidaknya dalam lima tahun terakhir, di mana impor hanya menyumbang sangat kecil dari kebutuhan domestik. Namun, produktivitas tanaman pangan cenderung stagnan dalam periode yang sama,”Ucapnya.

        Selama masa swasembada beras tersebut, produksi beras Indonesia memang berlebih berkat intensifikasi dan perluasan lahan. Namun itu dicapai dengan upaya panjang dan pembiayaan besar. Penekanan pada kuantitas juga mengakibatkan rendahnya kualitas beras.

        Baca Juga: Alami Surplus, Kondisi Stok Beras Nasional Dipastikan Aman

        Selain melalui swasembada, lanjut dia ketersediaan pangan yang terjangkau juga dapat dicapai dengan kombinasi produksi domestik dan impor atau dengan meningkatkan pendapatan rakyat untuk mendorong daya beli.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Boyke P. Siregar
        Editor: Boyke P. Siregar

        Bagikan Artikel: