Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Kenaikan Harga BBM Jadi Tantangan Percepatan Program EBT

        Kenaikan Harga BBM Jadi Tantangan Percepatan Program EBT Kredit Foto: Antara/Ampelsa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dilakukan oleh pemerintah menjadi sebuah tantangan tersendiri untuk dapat mencapai target bauran energi pada 2060.

        Ketua Umum CEO Business Forum Indonesia Jahja B Soenarjo menilai kebijakan pemerintah tersebut menjadi sebuah tantangan sendiri dalam proses transiai energi.

        "Kenaikan bahan bakar tentunya juga menjadi tantangan untuk melakukan percepatan program-program  sumber energi baru dan terbarukan," ujar Jahja dalam keterangan tertulis yang diterima, Senin (5/9/2022).

        Baca Juga: Inflasi dan Krisis Ekonomi Masih Menghantui Indonesia 

        Jahja mengatakan, belum lama terbetik berita bahwa Kanada baru saja menandatangani kerja sama dengan perusahaan Jerman untuk membeli lithium dari Manitoba, tambang yang cukup besar, sebagai bahan baku yang vital untuk baterai.

        "Lithium ini langka, Indonesia hanya punya nikel saja. Elektrifikasi tak bisa ditawar untuk mengurangi konsumsi energi fosil. Panel Surya juga menjadi alternatif yang sudah prioritas," ungkapnya. 

        Lebih lanjut, kesadaran akan bencana pemanasan bumi (global warming) harus disosialisasi, salah satunya juga dengan zero carbon emission. Saat ini iklim sudah kerap berubah dengan ekstrim. Di Los Angeles diinformasikan beberapa hari terakhir suhu mencapai 40+ derajat Celsius.

        "Apa yang dapat kita lakukan selaku pengusaha dan masyarakat yang peduli masa depan Indonesia?," ujarnya.

        Lanjutnya, meskipun BBM naik dan harga masih terjangkau dibandingkan dengan Amerika, Eropa, Tiongkok, Singapura, terap saja inflasi dan krisis ekonomi menghantui Indonesia. 

        Menurutnya, dengan fundamental ekonomi Indonesia yang bisa dikatakan kuat dengan pertumbuhan positif, tetapi harus dicermati saksama sektor mana saja yang menyumbang pertumbuhan tersebut.

        Sementara sektor-sektor lain yang lebih berdampak kepada masyarakat luas, mungkin masih rapuh. Pertumbuhan ekonomi yang positif di kisaran angka 5,4 persen kini dikejar oleh inflasi yang melaju cepat menembus 4 persen.

        "Krisis ekonomi yang dikhawatirkan akan ditandai melemahnya daya beli akibat inflasi serta dapat saja memperlebar jurang ketimpangan ekonomi," ungkapnya.

        Lebih lanjut, dengan memperhatikan peringatan Presiden Jokowi beberapa waktu lalu, maka seluruh elemen, baik pemerintah maupun swasta, harus bekerja sama membangun ketahanan ekonomi serta mempercepat hilirisasi berbagai sektor untuk mengurangi ketergantungan impor, dan menungkatkan nilai-tambah dalam negeri.

        "Banyak hal yang harus dilakukan bersama secara kolaborasi inklusif. Seyogyanya menjadi pemikiran, di mana dan bagaimana peran para pengusaha besar hingga UKM, serta BUMN dalam hal ini," tutupnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Djati Waluyo
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: