Praktisi hukum Dr. Hotman Sitorus, S.H. mengatakan, sidang lanjutan perkara dugaan korupsi permohonan Persetujuan Ekspor (PE) Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya belum mampu membuktikan adanya korupsi atau perbuatan melawan hukum.
Hal itu berdasarkan keterangan para saksi dalam persidangan sebelumnya, yang menyatakan semua permohonan PE CPO dan turunannya lengkap sesuai aturan yang berlaku.
Menurut Hotman, dugaan korupsi sejatinya berawal dari aturan pemerintah terkait dengan 20% kewajiban Domestic Market Obligation (DMO), dan ketentuan harga penjualan di dalam negeri (DPO) atas komoditas CPO dan turunannya.
"Aturan tersebut, syarat mutlak bagi para produsen CPO dan turunannya, untuk mendapatkan PE CPO dan turunannya ke luar negeri. Tanpa itu, pelaku usaha tak bisa mengekspor CPO dan produk turunannya,” kata Hotman melalui siaran persnya, Selasa (4/10).
Ia mengatakan, tuduhan korupsi dalam kasus minyak goreng dengan melanggar ketentuan Pasal 25 dan Pasal 54 ayat (2) huruf a, b, e, f Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, telah menunjukkan adanya kekeliruan dalam memahaminya. Umumnya, korupsi terjadi dalam dua perbuatan yaitu suap atau pengadaan barang dan jasa.
Jika kemudian ada korupsi selain dari dua perbuatan tersebut maka perlu dikritisi. Hal ini terkait alasan ketaatan terhadap prinsip hukum. Hukum adalah hukum dan bukan politik.
“Tuduhan korupsi karena kelangkaan minyak goreng semestinya tidak terjadi karena tidak ada suap dan tidak ada pula pengadaan barang atau jasa,” ujarnya.
Hotman menjelaskan, tiga unsur korupsi adalah perbuatan melawan hukum, kerugian keuangan negara atau kerugian perekonomian negara, dan memperkaya diri sendiri atau orang lain.
"Tanpa ada perbuatan melawan hukum, tanpa ada kerugian keuangan negara, dan tanpa ada memperkaya diri sendiri atau orang lain juga tidak ada korupsi,” jelasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: