Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pelaku Industri Asuransi Desak Pemerintah Segera Bentuk Lembaga Penjamin Polis

        Pelaku Industri Asuransi Desak Pemerintah Segera Bentuk Lembaga Penjamin Polis Kredit Foto: MNC Life
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pelaku industri asuransi mendesak agar pemerintah segera membentuk Lembaga Penjaminan Polis (LPP) karena sangat dibutuhkan untuk memberikan kepastian manfaat, mengurangi risiko gagal bayar dan meningkatkan kredibilitas industri asuransi nasional.  

        Perlunya percepatan pembentukan LPP disampaikan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Asosiasi Perusahaan Pialang Asuransi & Reasuransi Indonesia (APPARINDO) dan pengamat ekonomi, dalam Webinar Forum Diskusi Salemba ke-84, bertajuk “Urgensi Pendirian Lembaga Penjamin Polis oleh Pemerintah Sebagai Perlindungan Kepada Nasabah Asuransi", di Jakarta, Kamis (20/10/2022).   

        Paul S. Kartono, Ketua Bidang Asuransi Jiwa Syariah AAJI, meyakini dengan adanya LPP, kinerja industri asuransi bisa naik tiga sampai empat kali lipat dari kinerja saat ini. Dia memaparkan pendapatan industri asuransi jiwa pada 2021 mencapai Rp241,2 triliun. 

        Angka ini sudah melampaui capaian pendapatan tahun 2019 atau sebelum era Covid-19, yang mencapai Rp235,8 triliun. Semester I/2022, jelasnya, aset industri asuransi jiwa senilai Rp617,8 triliun. Pada periode Maret 2020 hingga Juni 2022, industri asuransi jiwa turut membayarkan klaim dan manfaat yang berkaitan dengan Covid-19 senilai Rp9,72 triliun.

        Baca Juga: Pembentukan Lembaga Penjamin Polis Dorong Peningkatan Kepercayaan Masyarakat Terhadap Asuransi

        “Kami meyakini dengan program penjaminan polis, maka kinerja keuangan bisa naik tiga sampai empat kali lipat. Industri asuransi nasional semakin membutuhkan dukungan regulasi, menyusul pesatnya pertumbuhan bisnis asuransi di dalam negeri,” ujar Paul.  

        Industri asuransi jiwa, jelasnya, turut mendukung program ketahanan keuangan keluarga melalui pembayaran atas klaim meninggal dunia, serta mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional melalui pembayaran atas klaim kesehatan, menjaga stabilitas pasar modal melalui penempatan investasi efek, serta mendukung program pembangunan nasional jangka panjang melalui investasi di surat berharga negara. 

        Sementara itu, untuk mengefektifkan kinerja LPP, dia mengatakan pihaknya mengusulkan agar ada pemisahan (ring-fenced) aset investasi dari pemegang polis Unit Link, sehingga aset investasi Unit Link dikecualikan dalam dana penjaminan pemegang polis. 

        Di tempat yang sama, Kapler Marpaung, Anggota Dewan Kehormatan Asosiasi Perusahaan Pialang Asuransi & Reasuransi Indonesia (APPARINDO/ABAI), menegaskan pelaku usaha asuransi siap untuk mengikuti kewajiban dengan adanya LPP. 

        “Memang ada keraguan beberapa perusahaan dengan LPP karena akan ada penambahan biaya, tetapi hal itu akan diikuti penambahan pendapatan karena dengan adanya jaminan dan peningkatan kredibilitas perusahaan,” jelasnya.

        Baca Juga: OJK Minta Industri Asuransi Bersiap Hadapi Risiko Akibat Lonjakan Klaim Asuransi Kredit

        Kapler mengemukakan jika pembayaran premi disesuaikan dengan tingkat risiko perusahaan, tentu akan mendorong perusahaan asuransi meningkatkan kinerja dan kesehatan, sehingga pembayaran premi lebih kecil. 

        “LPP akan berkontribusi dalam menyehatkan dan meningkatkan kinerja perasuransian. Perusahaan asuransi akan dikelola menjadi semakin prudent berdasarkan prinsip tata kelola yang baik (GCG). LPP sebagai pengelola statuter akan lebih profesional,” jelasnya. 

        Kapler menambahkan industri perasuransian bagian dari sektor keuangan. Industri perasuransian merupakan pilar pembangunan. Stabilitas sistem keuangan yang kuat dan tangguh, ditandai sehatnya semua lembaga jasa keuangan, termasuk industri asuransi.

        “Penyehatan dan penguatan sektor perasuransian bagian integral dari target pemerintah menjadi negara maju di tahun 2045,” ujarnya. 

        Sementara itu, Telisa Aulia Falianty, Ekonom FEB Universitas Indonesia, menambahkan Program Penjaminan Polis di industri asuransi sangat krusial, mengingat banyaknya keluhan nasabah perusahaan asuransi saat ini.  

        “Program Penjamin Polis (PPP) dapat juga menjadi wadah meningkatkan literasi dan kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi. Sehingga, penetrasi industri asuransi juga semakin meningkat,” jelasnya.    

        Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penetrasi asuransi di Indonesia tahun 2021 mencapai 3,18% dari PDB, meliputi penetrasi asuransi jiwa 1,19%, asuransi umum 0,47%, asuransi sosial 1,45%, dan asuransi wajib 0,08%.   

        Penetrasi tahun 2021 ini bertumbuh dibandingkan dengan tahun 2020 yang hanya 1,2 persen. Telisa Falianty menambahkan penetrasi asuransi tertinggi di Asean tahun 2020 adalah Singapura sebesar 7,6 persen, Malaysia 4 persen, Thailand 3,4 persen dan Vietnam 1,6 persen dari Produk Domestik Bruto masing-masing negara itu.  

        Program Penjaminan Polis diharapkan juga dapat meningkatkan literasi masyarakat sekaligus mencegah upaya penipuan konsumen. Data OJK per 30 September 2022, ada 946 pengaduan kasus asuransi, sebanyak 2.089 pengaduan kasus pembiayaan, dan 2.019 dari fintech.  

        “Industri asuransi merupakan bagian dari sektor keuangan. Stabilitas sistem keuangan nasional yang kuat dan tangguh juga harus ditandai dengan sehatnya semua lembaga keuangan, termasuk asuransi,” jelasnya.

        Baca Juga: Hard Market Pasar Asuransi Domestik Jadi Pil Pahit yang Ditelan Bersama untuk Restorasi Industri Asuransi Nasional

        Lebih jauh, Direktur Pengaturan, Penelitian, dan Pengembangan IKNB OJK, Nurhasan, mengatakan sebagaimana yang terjadi di industri perbankan, pihaknya juga mendorong adanya Program Penjaminan Polis di asuransi untuk menciptakan industri yang resilience dan kredibel, sehingga mampu memegang amanah pemegang polis. 

        “Keberadaan Program Penjaminan Polis diharapkan dapat memberikan kepastian pembayaran klaim atau manfaat sehingga pemegang polis terhindar dari risiko kegagalan operasional perusahaan. Hal ini sekaligus mendorong minat masyarakat untuk berasuransi,” jelasnya. 

        Adi Budiarso, Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, mengatakan pembahasan Rancangan Undang Undang LPP di DPR RI telah diserahkan kepada Presiden RI Joko Widodo. 

        “RUU Lembaga Penjaminan Polis dengan dibahas di DPR RI dan diharapkan dapat rampung pada tahun ini karena sudah di tangan Presiden. Keterlibatan semua pihak, baik pemerintah, pengawas, perusahaan asuransi hingga nasabah atau peserta sangat diperlukan,” terangnya.

        Dia mengatakan LPP asuransi sangat dibutuhkan untuk melindungi kepentingan pemegang polis, tertanggung atau peserta. LPP juga merupakan amanat Pasal 53 UU tentang Perasuransian yang mengharuskan pembentukan LPP tahun 2017.   

        Mohammad Jibriel Avessina, Ketua Forum Diskusi Salemba ILUNI UI, mengatakan LPP diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan dan harapan masyarakat terhadap industri keuangan Indonesia. Sejumlah gagasan, jelasnya, muncul dari berbagai pihak, dan diharapkan dapat diperoleh solusi terbaik melalui berbagai diskusi publik. 

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Annisa Nurfitri
        Editor: Annisa Nurfitri

        Bagikan Artikel: