Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Keterkaitan Keamanan Siber terhadap Pengembangan Ekonomi Digital Indonesia

        Keterkaitan Keamanan Siber terhadap Pengembangan Ekonomi Digital Indonesia Kredit Foto: Antara/Muhammad Adimaja
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Dengan berbagai dorongan percepatan pada transformasi digital di berbagai sektor dan bidang, Indonesia kini memiliki potensi ekonomi digital yang besar.

        Analisis dari Google, Temasek, dan Bain & Company memperlihatkan nilai ekonomi digital Indonesia pada tahun 2025 diprediksi akan tumbuh hingga mencapai US$146 miliar. Jumlah yang besar, melebihi dua kali lipat dari potensi ekonomi digital Indonesia pada tahun 2021 yang senilai US$70 miliar.

        Potensi ekonomi digital yang besar ini pun tidak lepas dari perhatian Pemerintah Indonesia. Pada tahun 2020, Pemerintah telah mencanangkan Indonesia sebagai largest digital economy.

        Baca Juga: Inggris Capai Tingkat Inflasi 10,1%, Komunitas Bitcoin Inggris Buka Suara

        Sebuah studi dari Badan Penelitian dan Pengembangan SDM, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI berjudul Study Ekonomi Digital di Indonesia: Sebagai Pendorong Utama Pembentukan Industri Digital Masa Depan mencatat bahwa tujuan Pemerintah menjadikan Indonesia sebagai largest digital economy adalah sebagai landasan pembangunan nasional melalui sektor digital, di mana Indonesia juga ditargetkan menjadi yang negara dengan ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara.

        Langkah ini telah dimulai pada tahun 2020 di mana Pemerintah menargetkan transaksi e-commerce mencapai senilai US$130 miliar dan menciptakan 1.000 technopreneur dengan nilai bisnis mencapai US$10 miliar. Menindaklanjuti target ini, Kementerian Koperasi dan UKM RI pun turut bertindak dalam mendorong UMKM Indonesia untuk masuk ke ekosistem digital melalui program digitalisasi yang menargetkan 30 juta pelaku UMKM masuk ke dalam ekosistem digital pada tahun 2024.

        Namun, dengan potensi yang begitu besar ini, Indonesia masih mengalami tantangan tersendiri untuk mencapai potensi maksimal dari ekonomi digital tersebut. Khususnya tantangan ini adalah terkait dengan keamanan siber dari sistem digital di Indonesia saat ini. Padahal dalam ekosistem digital, keamanan siber adalah suatu hal yang krusial, terutama terkait dengan keamanan pribadi dari konsumen yang memiliki peran penting dalam pertumbuhan ekonomi digital Indonesia.

        Tentunya lemahnya kondisi keamanan siber Indonesia saat ini dipengaruhi oleh banyak aspek. Baik dari sisi regulasi, pelaku industri, maupun konsumen itu sendiri. Dalam hal ini, seberapa jauh kondisi keamanan siber di Indonesia memberikan pengaruh terhadap perekonomian digital?

        Menjawab keterkaitan dua hal ini, kepada Warta Ekonomi pada Kamis (20/10/2022), Kepala Pusat Inovasi dan Ekonomi Digital Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menyampaikan, "literasi digital masyarakat Indonesia memang relatif rendah dibandingkan dengan negara lain, di mana walaupun tidak ada pengaturan baku perlindungan data pribadi, masyarakat tetap bertransaksi ekonomi digital."

        Ia melanjutkan, "hal ini terkait dengan faktor pendorong perubahan pola konsumsi masyarakat hingga penetrasi internet yang cukup kencang di Indonesia. Hal ini ber-impact pada longgarnya pengaturan cyber crime di Indonesia di tengah gelombang ekonomi digital yang begitu besar. Makanya, investasi di ekonomi digital cukup besar di mana tahun kemarin saja mencapai Rp140 triliun lebih."

        Nailul menyampaikan bahwa meskipun ada tantangan besar dalam keamanan siber di Indonesia, namun hal tersebut tidak banyak memengaruhi dalam investasi pasar ekonomi digital di Indonesia. Hal ini pun selaras dengan hasil studi dari Google, Temasek, Bain & Company pada tahun 2021 yang menunjukkan bahwa sepanjang Q1 2022, nilai investasi ekonomi digital di Indonesia mencapao nilai sebesar US$4,7 miliar, melampaui nilai tertinggi selama empat tahun terakhir.

        Adapun tren positif perkembangan ekonomi digital ini dipengaruhi adanya pergeseran masyarakat yang kini cenderung untuk memilih menggunakan platform digital untuk melakukan transaksi, baik terkait dengan layanan keuangan hingga belanja online di platform e-commerce maupun media sosial dan lainnya. Pada tahun 2021 saja, nilai transaksi e-commerce Indonesia berhasil mencapai nilai Rp401,25 triliun dengan volume transaksi sebesar 1,73 miliar.

        "Investor masih melihat Indonesia merupakan pasar yang sangat potensial meskipun cyber crime policy-nya sangat lemah. Makanya, lihat saja unicorn di Indonesia cukup banyak meskipun perlindungan data pribadi di Indonesia belum diatur melalui Undang-Undang," tutur Nailul.

        Pada November 2021, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate pernah menyampaikan bahwa Indonesia telah memiliki delapan unicorn. Hal ini ada dalam sebuah laporan CB Insight. Tidak hanya unicorn, Indonesia juga telah memiliki satu decacorn. Apa perbedaannya? Unicorn adalah sebuah sebutan untuk startup dengan valuasi di atas US$1 miliar, sementara decacorn adalah sebutan untuk startup yang telah memiliki valuasi lebih dari US$10 miliar.

        Dalam hal ini, Indonesia telah memiliki GoTo (Gojek dan Tokopedia) sebagai decacorn dengan valuasi mencapai US$18 miliar. Ditambah dengan unicorn lainnya, J&T Express dengan valuasi senilai US$7,8 miliar, Traveloka dengan valuasi senilai US$3 miliar, OVO dengan valuasi US$2,9 miliar, OnlinePajak dengan valuasi senilai US$1,7 miliar, serta Ajaib dan Xendit dengan valuasi masing-masing senilai US$1 miliar.

        Dengan jumlah investasi dan potensi yang besar ini, tentunya untuk mencapai target dan potensi maksimal di masa mendatang, Indonesia memerlukan sistem dan regulasi yang mendukung terutama dalam perlindungan data dalam aktivitas ekonomi digital. Meskipun tanpa kepastian sistem dan regulasi Indonesia tetap dapat menjadi negara dengan prediksi potensi yang besar, namun tidak dapat dipungkiri bahwa sistem dan regulasi yang jelas dapat mendorong dan mendukung secara maksimal untuk mencapai hal tersebut.

        Nailul menyampaikan, "meskipun seharusnya memang perlindungan data pribadi ataupun cyber security ini sangat penting untuk pengembangan ekonomi digital ke depan. Bagaimanapun juga masyarakat memerlukan data pribadi untuk kenyamanan bertransaksi di platform digital maupun non digital. Dengan 'kenyamanan' dan 'keamanan' ini masyarakat akan lebih leluasa untuk menggunakan platform digital untuk kegiatan sehari-hari tanpa takut adanya kebocoran data."

        Lebih lanjut Nailul mengatakan, "rakyat yang mengalami kebocoran data pribadi bisa dirugikan macam-macam, mulai dari penipuan hingga penyalahgunaan data bersifat pornografi. Secara material dan psikis masyarakat banyak dirugikan. Makanya kita cukup getol mendorong pengesahan UU Perlindungan Data Pribadi dalam beberapa tahun terakhir, dan alhamdulillah kemarin sudah disahkan oleh DPR."

        Sebelumnya, aturan terkait dengan perlindungan data pribadi telah ada dalam Peraturan Menteri (PM) Kominfo No 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik yang merupakan turutnan dari UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan PP Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE).

        Kini, Rancangan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP) telah berhasil disahkan sebagai undang-undang (UU PDP) dalam Rapat Paripurna DPR pada 20 September 2022 dan naskah telah disetujui oleh DPR bersama dengan Presdien. Terkait dengan hal ini, Pemerintah melalui Kementerian Kominfo akan melaksanakan pengawasan terhadap tata kelola data pribadi oleh para Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE).

        Menkominfo Johnny G Plate menyampaikan bahwa salah satu kewajiban dari PSE baik lingkup pemerintah (publik) mau pun swasta (privat) adalah memastikan bahwa data pribadi dilindungi di dalam sistemnya. Hal ini merupakan kewajiban data pribadi, di mana apalabila terjadi insiden data pribadi atau terjadi breach, maka akan dilakukan pemeriksanaan terhadap PSE terkait juga dengan pelaksanaan compliance sesuai UU PDP. Mereka juga dapat diberikan sanksi sebagaimana diatur dalam UU PDP yang sanksinya berupa sanksi administratif, sanksi pidana, kurungan, dan denda.

        Ada pun regulasi dan perlindungan konsumen yang terkait dengan hak-hak konsumen pada transaksi ecommerce telah diatur dalam UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang mencakup antara lain:

        • Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi/menggunakan barang dan/jasa.
        • Hak atas informasi ang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi suatu barang.
        • Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan jasa yang digunakan.
        • Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.

        Sementara itu rekomendasi kebijakan dari Badan Penelitian dan Pengembangan SDM, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI dalam sebuah studi berjudul Study Ekonomi Digital di Indonesia: Sebagai Pendorong Utama Pembentukan Industri Digital Masa Depan antara lain mencakup regulasi, fasilitasi, dan gabungan keduanya, yaitu:

        • Terkait dengan penurunan pajak, fasilitasi dan regulasi yang direkomendasikan adalah dengan penggunaan domain .id yang mengarah pada aturan perlindungan transaksi online, regulasi penggunaan identitas resmi dalam ecommerce melalui sistem sertifikasi elektronik (Penguatan CA), mekansime pajak marketplace, merchant, dll., pada ecommerce, regulasi terkait badan usaha perwakilan resmi, dan terkait national payment gateway system.
        • Terkait dengan perlindungan konsumen lemah tentu sebagai dasarnya adalah perlu aturan perlindungan transaksi online, sistem sertifikasi elektronik, standarisasi penyelesaian masalah ecommerce, dan kebijakan perlindungan data pribadi.
        • Terkait dengan penetrasi ecommerce masyarakat yang rendah perlu difasilitasi dengan literasi ecommerce kepada masyarakat.
        • Terkait perubahan bisnis model (disruptive) adalah dengan penguatan HAKI, regulasi investasi asing disertasi dengan kepastian hukum, Safe Harbor Policy (ecommerce, startup, aplikasi, dll.), regulasi internasionalisasi, databese ecommerce dan startup Indonesia, penggunaan domain .id, dan penguatan ekosistem ekonomi digital nasional mencakup inkubator, akselerator, startup, pasar, investor, kebijakan, dll.
        • Terkait dengan standarisasi pelanan logistik perlu fasilitasi dan regulasi berupa LPU sebagai standar layanan logistik.

        Kemudian untuk kebijakan masa mendatang yang direkomendasikan antara lain adalah standarisasi perangkat dan keamanan pada IoT, fasilitasi dan regulasi standar piranti lunak, sistem layanan terintegrasi (transaksi, informasi, jasa, maupun keuangan), batas maksimum konsumsi energi perangkat IoT (listrik), dan model bisnis dalam konsep IoT (Machine to Machine).

        Memberikan tanggapan terakhirnya terkait dengan tindakan antisipasi untuk meminimalisir dampak dari sistem keamanan siber saat ini terhadap ekonomi digital Indonesia, Nailul mengatakan "namun demikian, PR-nya juga harus memastikan pihak ketiga tidak mengalami kebocoran data dan sistem pengawasan disempurnakan."

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Tri Nurdianti
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: