Asosiasi Digital Indonesia Jelaskan Indonesia Belum Ada Regulasi Periklanan Kripto
Jumlah pengeluaran dari perusahaan penyedia layanan dan aplikasi financial technology (fintech) dan perbankan digital, termasuk penyedia layanan aset digital dalam periklanan kini mengalami pertumbuhan yang nampak jelas seiring kompetisi yang semakin ketat di dalam industri.
Khususnya dalam penyedia layanan aset digital cryptocurrency, Dian Gemiano selaku Chairman Indonesia Digital Association (IDA) menyebutkan bahwa dalam konteks periklanan saat ini, sementara negara-negara lain seperti Singapura, Rusia, dan lainnya sudah menerapkan regulasi pelarangan dan pengetatan terhadap iklan kripto, di Indonesia sendiri masih belum ada regulasi terkait hal ini.
IDA atau asosiasi digital Indonesia merupakan asosiasi yang didirikan dengan tujuan sebagai jaringan dan suara untuk entrepreneur dan inovator digital yang membentuk masa depan industri digital marketing dan digital experience. Tidak hanya itu, IDA juga memiliki tujuan menjadi pendorong, pembimbing, dan rainmaker untuk industri digital media dan periklanan di Indonesia.
Baca Juga: Kompetisi Semakin Ketat, Bagaimana Pemain di Industri Fintech Dapat Bersaing?
Menjawab pertanyaan dari rekan jurnalis dalam acara diskusi bertajuk Indonesia Fintech Marketing Predictions: Navigating Past Learnings to Grow Beyond pada Kamis (27/10/2022), Dian Gemiano menyampaikan bahwa regulasi terkait dengan blockchain di Indonesia secara umum itu masih complicated.
"Blockchain terlalu complicated, tidak hanya di Indonesia, sebenarnya di negara lain juga regulasinya itu berbeda-beda tergantung konteks kepentingan ekonomi negara masing-masing," tutur Dian.
Ia menambahkan, "apakah ada peraturan kripto terkait periklanannya di Indonesia? Belum ada. Jadi saat ini masih belum diatur dan perusahaan kripto masih bisa beriklan."
Tidak seperti konsep iklan rokok yang boleh diiklankan namun dengan banyak aturan, Dian mangatakan bahwa di Indonesia sampai saat ini belum ada regulasi terkait yang mengatur iklan terkait dengan kripto. Dalam hal ini, ada kemungkinan bahwa Pemerintah Indonesia pun masih dalam tahap mempelajari hal ini.
"Yang sudah ada peraturannya itu perpajakannya saja di industri kripto ini. Perpajakannya ini pun jika hanya terjadi transfer dari platform blockchain kripto ke bank lokal. Jadi kalau kita cairin dana, itu udah kena pajak fiskal. Tapi kalau transaksi di blockchainnya belum ada negara yang bisa mengatur, karena blockchain sifatnya terdesentralisasi."
Menurutnya, dengan menggunakan logika sistem blockchain ini, penciptaan regulasi terkait sebenarnya cukup sulit. Oleh karena itu pemerintah menerapkan pendekatan yang Dian sebut dengan, "kalau platform tidak bisa diatur, setidaknya banknya bisa diatur, kalau transaksi masuk ke bank itu akan dikenakan aturan."
Menambahkan dalam hal ini, Anthony Loekita Harsono selaku Sales Manager Indonesia, AppsFlyer mengatakan hal yang selaras, "kalau dari sisi pemerintah memang belum ada regulasinya, tapi kalau dari sisi player di industri dan sisi digital media itu sebenarnya banyak diedukasi juga untuk iklan di digital media."
Anthony menambahkan, "banyak larangan ketika akan pasang iklan kripto, ada player yang bilang dilarang pasang iklan yang ada kata-kata kriptonya dan menjadikan iklan dengan janji-janji tertentu, misal persenan keuntungan itu dilarang dan tidak boleh diiklankan. Itu akan ditolak dari sisi media digitalnya."
Meruntut pada penjelasannya, Anthony menyampaikan bahwa pelarangan tersebut tentu memiliki tujuan untuk mengedukasi pasar yang menjadi target dan juga memberika keamanan bagi para penggunanya dari risiko yang besar sehingga tidak ada missleading informasi dari penyampaian iklan yang tentu dapat memberikan kerugian untuk berbagai pihak.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Tri Nurdianti
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: