Ruhut Sentil Anies yang Ngaku Diundang dalam Acara G20: Kapan Ga Benar Berhenti Berdusta?
Hadirnya bakal capres Partai NasDem, Anies Rasyid Baswedan, dalam rangkaian acara G20 menjadi perhatian publik. Salah satunya adalah dari Politikus PDIP, Ruhut Sitompul.
"Ha ha ha kapan ya ga’ benar berhenti berdusta?, menawarkan diri dengan mengisi formulir ingin tampil di G20 Bali," ujar Ruhut dikutip dari unggahan twitternya, @ruhutsitompul (14/11/2022).
Baca Juga: Tak Akan Berani Mendepak, Jokowi Dinilai Tahu Kekuatan NasDem dan Anies Baswedan: Mereka Bisa...
Ruhut mengaku terkejut, Anies mengatakan diundang jadi pembicara. "eh pendusta mengatakan diundang jadi pembicara. Waspada, waspada, waspadalah dengan si muka beton kadrun sich," tandasnya.
Sebagaimana diketahui, mantan Gubernur DKI Jakarta Periode 2017-2022 itu menjadi pembicara dalam acara Bloomberg NEF Summit yang merupakan salah satu side event di G20 dan B20, Nusa Dua, Bali pada Sabtu 12 November 2022.
Anies hadir dan berbagi pengalaman saat memimpin Jakarta dalam menghadapi perubahan iklim. Dikutip dari laman Instagram pribadinya, @aniesbaswedan, mantan Menteri Pendidikan itu mengatakan bahwa dirinya membagikan pengalaman dalam upaya yang telah dilakukan di Jakarta selama 2017-2022.
Anies mengeklaim, Jakarta pada 2020 telah berhasil menurunkan Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 26 persen. "Jakarta telah berhasil menurunkan emisi gas rumah kaca hingga 26 persen pada 2020, ini bahkan melampaui target penurunan 30 persen di 2030," ucapnya.
Anies pun membeberkan tiga prinsip yang selalu dipegang saat era kepemimpinannya. Mulai dari mengubah tradisi Car Oriented Development (COD) menjadi Transit Oriented Development (TOD), Kolaborasi, hingga pengambilan kebijakan berbasis data dan ilmu pengetahuan.
"Pencapaian luar biasa ini dimungkinkan berkat 3 prinsip yang selalu kita pegang. Pertama, selesaikan dari akar masalahnya mengubah kota yang tadinya car oriented development menjadi Transit Oriented Development," kata Anies Baswedan.
Kedua, kolaborasi adalah kunci. Berkolaborasi dengan berbagai organisasi, pemangku kepentingan, dan mengajak warga kota terlibat juga. Ketiga, Evidence-based policy. Pengambilan kebijakan harus selalu berdasarkan pada data dan ilmu pengetahuan.
"Meminta masukan dari para ahlinya, termasuk belajar dari kota negara lain di dunia yang juga menghadapi masalah serupa," tandasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: