Rekonsiliasi Pasca-Pilpres 2019 Hanya Terjadi di Kalangan Elite, NasDem Soroti Besarnya Potensi Polarisasi di Pilpres 2024
Jelasng Pilpres 2024, banyak pihak menyoroti bahwa potensi polarisasi masih kuat. Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai NasDem, Willy Aditya, menjelaskan, kuatnya polarisasi tersebut disebabkan rekonsiliasi pasca-pilpres 2019 hanya terjadi di kalangan elite.
Menurut Willy, usai Pilpres 2019 perpecahan masih terjadi di kalangan masyarakat kelas bawah. Bahkan, ada pihak yang diduga sengaja menyuarakan politik identitas agar masyarakat tak bisa bersatu.
Hal ini ia sampaikan dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema "Common Project Rekonsiliasi dan Reintegrasi Nasional" di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta yang digelar oleh organisasi guru besar dan akademia se-Indonesia, Forum 2045.
"Saya kira kita semua telah alpa usai Pilpres 2019 kemarin. Rekonsiliasi pasca-Pilpres lalu hanya dibangun di level elite dan di level bawahnya terabaikan. Inilah yang menyebabkan potensi polarisasi masih kuat. Apalagi, sepertinya ada yang terus mengorkestrasi sentimen politik identitas, terutama di medsos," ujar Willy kepada wartawan, Selasa (15/11/2022).
Menurut Willy, dibutuhkan upaya serta iktikad yang kuat dari para pelaku politik untuk mencegah berlanjutnya keterbelahan seperti di tahun-tahun sebelumnya. Karena itu, ia menilai Indonesia saat ini memerlukan sosok negarawan, yaitu kalangan yang senantiasa mengorientasikan semangat persatuan saat memegang kendali kekuasaan.
"Beda dengan politisi, negarawan percaya dengan political obligation (kewajiban politik) bahwa saat mereka berkuasa, proyek persatuan nasional dalam bentuk rekonsiliasi harus dipastikan berjalan," ucap Willy.
Ketua Forum 2045 Untoro Hariadi mengatakan, pergelaran Pilpres 2014 dan 2019 masih menyisakan residu politik yang membelah masyarakat secara tajam. Bahkan, setelah bergabungnya Prabowo Subianto dalam Pemerintahan Jokowi-Maruf Amin, ternyata tidak menyatukan publik dalam kerja sama yang produktif.
Fakta itu mengindikasikan belum adanya upaya serius dari berbagai kalangan untuk merajut persatuan bangsa yang terkoyak oleh perkubuan politik.
"Rekonsiliasi dan reintegrasi penting untuk digaungkan dalam upaya menjaga eksistensi negara-bangsa yang kita cintai dari potensi perpecahan, pengerdilan budaya, dan involusi kebangsaan," ucap Untoro.
Menurut Untoro, ajakan rekonsiliasi dan reintegrasi bangsa sangat relevan mengingat kehidupan politik Indonesia secara umum masih belum beranjak dari kebanalan dan pragmatisme. Ajakan tersebut juga bermanfaat sebagai antisipasi menjelang Pemilu dan Pilpres 2024 mendatang yang rentan dengan kemunculan politik identitas.
"Literasi yang rendah dan daya kritis yang tumpul di tingkat akar rumputnya dapat disulut menjadi kayu bakar konflik, dengan api yang bernama populisme. Dalam situasi semacam itu, isu politik identitas dapat dimainkan untuk kepentingan kekuasaan, tanpa memperhitungkan dampaknya bagi bangunan kebangsaan kita," ujar dia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: