Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Tok! DPR Resmi Sahkan RKUHP, Bambang Pacul: Tak Perlu Demo, Ajukan Gugatan ke MK

        Tok! DPR Resmi Sahkan RKUHP, Bambang Pacul: Tak Perlu Demo, Ajukan Gugatan ke MK Kredit Foto: Andi Hidayat
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama dengan Pemerintah Pusat melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) melalui pembahasan tingkat II Rapat Paripurna DPR yang diselenggarakan pada Selasa (6/12/2022).

        Ketua Komisi III DPR Fraksi PDIP, Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul menilai KUHP tersebut penting untuk disahkan. Sebab, menurutnya, KUHP merupakan kitab yang menjadi acuan hukum pidana.

        Baca Juga: 2 Catatan Penting Fraksi PKS untuk RKUHP: Pasal Penghinaan Presiden Mesti Dicabut

        "Kata-kata kitab ini menjadi penting karena ini akan jadi bacaan kita semua. Jadi RUU KUHP setelah melalui perjalanan yang panjang, sejak 1963, akhirnya hari ini bisa kita selesaikan bersama," kata Bambang Pacul dalam konferensi persnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (6/12/2022).

        Kendati telah disahkan, Bambang Pacul menyebut KUHP bukanlah hal yang sempurna. Sebab, ia menilai pekerjaan manusia tidak pernah ada yang sempurna.

        Oleh sebab itu, Bambang Pacul meminta para pihak yang merasa keberatan dengan pengesahan KUHP untuk menempuh jalur hukum. Ia menyarankan tidak perlu ada aksi demonstrasi seandainya keberatan dengan pengesahan KUHP.

        Baca Juga: Fraksi PKS Walkout dari Paripurna Pembahasan Tingkat II RKUHP: Jangan Kamu Jadi Diktator di Sini!

        "Kalau ada memang merasa sangat menggangu, kami persilahkan kawan-kawan menempuh jalur hukum dan tidak perlu berdemo. Kita berkeinginan baik, dikau juga berkeinginan baik. Oleh karena itu, yang masih tak sepakat dengan pasal yang ada, silahkan mengajukannya ke Mahkamah Konsitusi melalui judicial review," jelasnya.

        Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM (Menkumah) Yasonna Laoly menuturkan penyusunan RKUHP telah berlangsung sejak tahun 1963. Dia menilai, mestinya RKUHP telah disahkan sejak zaman kepemimpinan Soeharto.

        Kendati demikian, Yasonna menyebut hal itu tidak mudah untuk dilakukan. Kemudian, kata Yasonna, pembahasan RKUHP kembali dilakukan pada kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

        "Kita bahas, kemudian karena tidak cukup waktu, dilanjutkan lagi pada masa pertama pemerintahan Pak Jokowi. Kita bahas sudah sampai ketok pada tingkat pertama. Ada protes tentang 14 poin, kita tidak teruskan pembahasannya di tingkat dua. Kemudian we carry over, pada periode yang sekarang, kemudian kita bahas kembali," paparnya.

        Baca Juga: Komnas HAM Soroti Hukuman Mati di RKUHP: Hak Asasi Tak Dapat Dikurangi!

        Dia mengaku telah melakukan serangkaian sosialisasi kepada seluruh lapisan masyarakat, sebelum akhirnya RKUHP disahkan. Kendati demikian, Yasonna menyebut tidak ada gading yang tak retak, sebab masyarakat Indonesia itu multikultural.

        Oleh sebab itu, Yasonna menyebut draf RKUHP yang baru saja disahkan tidak bisa mengakomodiasi 100 persen aspirasi masyarakat. Kendati demikian, dia menegaskan hal tersebut bukan berarti pemerintah ingin membungkam suatu kritik.

        "Pemerintah tidak berkeinginan untuk membungkam kritik. Penyerangan harkat dan martabat tidak berarti kritik. Harkat martabat sesuatu yang berbeda, dan ketentuan lain tentang lembaga negara sudah dibuat cacatannya, penjelasannya," jelasnya.

        Baca Juga: DPR Harus Tahan Diri, RKUHP Dinilai Berpotensi Mengaburkan Peristiwa Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu

        Dia juga mengaku tidak mudah melepaskan warisan kolonial Belanda, dalam hal ini KUHP yang sebelumnya digunakan. Yasonna menilai Indonesia mestinya tidak lagi menggunakan produk hukum Belanda.

        "Ternyata tidak mudah melepaskan diri dari warisan kolonial, saya kira kita tidak mau lagi menggunakan produk kolonial, terlalu lama. Seolah anak bangsa ini tidak mampu melahirkan sesuatu produk undang-undang. Pak Ketua (Bambang Pacul) benar sekali, bahwa hukum pidana refleksi peradaban suatu bangsa," katanya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Andi Hidayat
        Editor: Ayu Almas

        Bagikan Artikel: