Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Manfaatkan Pidato HUT PDIP, Pakar: Ada yang Mau Benturkan Megawati dan Jokowi, Apa Iya?

        Manfaatkan Pidato HUT PDIP, Pakar: Ada yang Mau Benturkan Megawati dan Jokowi, Apa Iya? Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pakar politik, Haryadi, menilai pidato Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, dalam HUT partai konteksnya internal dan bersifat kekeluargaan. Namun, dia menduga ada pihak ingin memanipulasi politik dengan melakukan falsifikasi.

        Staf Pengajar Departemen Politik di FISIP Unair itu mengatakan, pascaperayaan HUT ke-50 PDIP, banyak potongan video dan kalimat pidato Megawati beredar di media sosial. Potongan video dan kalimat itu cenderung mengarah pada upaya membenturkan Megawati dan PDI Perjuangan dengan Presiden Jokowi

        Baca Juga: Berani Mengasihani Nasib Jokowi di Depan Kader PDIP, Ternyata Ini Maksud Terselubung Megawati....

        “Semua dilakukan lewat narasi di media massa partisan. Seakan PDI Perjuangan pamer kuasa di hadapan Presiden Jokowi. Bahkan beberapa pengamat di media partisan itu menyatakan bahwa Presiden Jokowi merupakan subordinat PDI Perjuangan,” kata Haryadi, Jumat (13/1). 

        Haryadi menyatakan ada pihak yang mengambil kemanfaatan pidato Megawati untuk falsifikasi makna politik. Hasilnya mencerminkan manipulasi politik dipandang sebagai sarana pengaruh ideologis, spiritual, dan psikologis pada kesadaran massa untuk memaksakan ide dan nilai tertentu. Selain itu, mencoba memengaruhi opini publik dan perilaku politik untuk mengarahkan mereka dengan cara tertentu.

        Baca Juga: Dahsyatnya Power Megawati, Bukan Hanya Sekali Jokowi Dibuat Tertekan: Coba Lihat....

        Haryadi mengatakan Megawati pada peristiwa itu memberikan pesan kekeluargaan yang akrab, seperti layaknya ibu kepada anak-anaknya. Namun, peristiwa dibelokkan maknanya sebagai subordinasi PDIP terhadap Jokowi. Menurut dia, acara itu dimaksudkan sebagai perayaan di dalam keluarga besar dan masyarakat biasa. Sejak awal acara didesain merupakan acara internal partai, yanf mengundang akar rumput, yaitu pengurus ranting dan Satgas Cakra Buana.

        “Laiknya dalam keluarga, bisa lebih terbuka dalam berbicara. Pesan sebagai keluarga besar adalah ciri khas Bu Mega untuk membangun internal political market dan militansi para kader. PDIP termasuk salah satu partai yang dengan political ID atau identitas politik yang paling kuat. Itu berkat kekuatan mesin politik internal yang dibangun Bu Mega selama bertahun-tahun,” urai Haryadi.

        Cara berpolitik demikian sudah terbukti membuahkan hasil. Haryadi menjelaskan faktor yang membuat PDIP berhasil di Pemilu 1999. Selanjutnya Pemilu 2004 dan 2009, PDIP gagal bahkan terlempar keluar dari kekuasaan. Berikutnya lagi, pada Pemilu 2014 dan 2019, PDIP merebut kembali kekuasaan. Kemenangan Pileg dan sekaligus Pilpres pada 2014 dan 2019 itu, merupakan rekor baru dalam politik kepemiluan di Indonesia. Faktor penentu kemenangan dua kali berturutan itu adalah karena PDIP beruntung memiliki dua figur role model sekaligus, yaitu Megawati dan Jokowi.

        Baca Juga: Dapat Restu Jokowi, Loyalis Megawati Sudah Bisa Menebak Siapa Jagoannya PDIP: Sudah Tahulah...

        “Kekuatan dua figur ini menjadi perekat identitas partai yang begitu kuat. Sekaligus menjadi penentu kemenangan PDI Perjuangan secara berturutan. Betapa potensi kekuatannya secara kelembagaan diperlemah oleh pemberlakuan sistem Pemilu proporsional terbuka,” urai Haryadi.

        Haryadi mengajak semua pihak menelaah lebih dalam bahwa pidato Megawati menguatkan penting posisi Jokowi dalam point of view. Menurut Haryadi, hal itu terbukti dalam isi pidato Megawati di HUT lalu. Dia menyebut bagian pidato yang dimaksud adalah begini.

        "Sudah jelas kita ini adalah organisasi partai politik. Organisasi itu datangnya dari organ. Badan kita ini semua juga terdiri dari organ. Ketua umum adanya di mana? Pak Jokowi sebagai presiden di mana? Di sini 'kepala', memikirkan rakyat. Kalau Pak Hasto di mana? Di sini (tunjuk dahi)," kata dia.

        Haryadi menyatakan Megawati selalu menyampaikan pikirannya kepada Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

        “Bu Mega menempatkan Presiden Jokowi di tempat tertinggi partai dalam kesatuan gerak dalam memikirkan dan memperjuangkan nasib rakyat. Tak ada subordinasi. Dan sama seperti tubuh, kepala tak lebih penting dari tangan atau kuku sekalipun. Tak ada keindahan organ tubuh, jika hanya ada kepala tanpa tangan dan kuku. Bu Mega jelas ingin mengatakan bahwa akar rumput partai dan masyarakat sama pentingnya dengan dirinya maupun dengan Presiden Jokowi dalam kesatuan tubuh bernama Indonesia,” urai Haryadi.

        Baca Juga: Dua Jam Berpidato, Nama Ganjar Pranowo Tak Sekalipun Terucap: 'Bagi Megawati Dia Bukan Siapa-siapa, Tidak Dianggap!'

        Oleh karena itu, menurut dia, bijak memaknai agar kepentingan yang terbungkus dalam falsifikasi pemaknaan dalam komunikasi politik tidak mendapatkan tempat dalam upaya memecah PDI Perjuangan dan Presiden Jokowi. Haryadi menyarankan semua pihak pihak meletakkan setiap kalimat dalam konteksnya.

        “Jangan memenggal tanpa konteks. Kecuali pemenggalan itu sengaja dilakukan untuk motif dan kepentingan politik nakal,” pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Lestari Ningsih

        Bagikan Artikel: