Dosen Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Dr Johanees Tuba Helan menilai, perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades) menjadi sembilan tahun berpotensi menyuburkan kembali praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di desa.
"Masa jabatan seorang pejabat yang terlalu lama cenderung akan membuat seseorang merasa kedudukannya sangat kuat dan merasa berkuasa sehingga akan mendorong tumbuh suburnya praktik KKN karena berhasil membentuk suatu rezim selama berkuasa," katanya di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Kamis (19/1/2023).
Tuba mengatakan, hal itu menanggapi tuntutan revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dengan permintaan perpanjangan periode kepemimpinan dari enam tahun menjadi sembilan tahun. Tuntutan tersebut disampaikan ratusan kepala desa yang mendatangi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Jalan Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (17/1/2023).
Tuba mengatakan, masa jabatan kepala desa selama enam tahun saja masih banyak muncul praktik KKN, apalagi nanti diperpanjang menjadi sembilan tahun.
Dia menjelaskan, Amendemen Undang-Undang Dasar 1945 pada 1999 hingga 2002, membuat perubahan yang sangat mendasar, yaitu masa jabatan presiden dibatasi hanya dua kali lima tahun. Alasan utama yang mendasarinya adalah untuk mencegah terjadinya praktik KKN.
"Artinya masa jabatan seorang pejabat publik yang terlalu lama sangat berpotensi menimbulkan KKN, termasuk di tingkat kepala desa jika menjabat selama sembilan tahun," katanya.
Di sisi lain, kata Tuba, banyak kader potensial di desa yang berhak mendapat kesempatan untuk memimpin desa. Dia menganggap, satu periode jabatan di tingkat bupati, wali kota, gubernur, hingga presiden yang selama ini berlangsung lima tahun saja sudah bisa membangun banyak hal.
Atas dasar itu, semestinya kepala desa mempunyai kesempatan lebih besar membangun desa selama enam tahun. "Artinya enam tahun itu waktu yang cukup untuk membangun desa yang rentangkendalinya lebih mudah," kata Tuba.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat