Pertumbuhan Ekonomi Global 2023 Diproyeksi Melemah, Kemenkeu Ungkap Berbagai Risikonya
Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan mengatakan, proyeksi pertumbuhan global makin direvisi turun, meskipun negara-negara di ASEAN-5 termasuk Indonesia diproyeksi relatif resilien.
Analis Kebijakan Ahli Madya BKF Rahadian Zulfadin menyampaikan, berakhirnya pandemi tak lantas memberi dampak baik bagi perekonomian. Menurutnya, masih ada scarring effect yang berpotensi menimbulkan dampak negatif.
"Kemudian, tekanan inflasi yang direspons dengan kebijakan suku bunga itu juga berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian," ungkapnya, dalam Economic & Taxation Outlook 2023, Rabu (25/1/2023).
Rahadian menuturkan bahwa outlook pertumbuhan ekonomi global terus-menerus menurun. "Kita lihat, di tahun 2022 dan 2023 kecenderungannya menurun. Inflasi juga sudah menurun walaupun relatif tinggi," paparnya.
"Kemudian kalau kita lihat di beberapa negara besar seperti Amerika serikat, zona Eropa, China, India, dan beberapa negara di ASEAN, ini juga kecenderungannya mengalami perlambatan ekonomi di tahun 2023," kata Rahadian.
Dalam kondisi ini, ia menjelaskan, ada beberapa faktor yang bisa menguntungkan outlook perekonomian ke depannya. Misalnya, harga komoditas yang relatif baik, dan relaksasi zero Covid-18 di Tiongkok yang diharapkan kenaikan kasusnya dapat teratasi.
"Sehingga, kita bisa berharap ekonomi yang sangat besar itu, kemudian bisa aktif kembali dan menjadi aktor positif bagi ekonomi global," lanjut Rahadian.
Selain itu, risiko menguntungkan lainnya adalah penguatan pemulihan ekonomi di beberapa negara Asia seperti India dan negara-negata ASEAN-5 yang tumbuh cukup tinggi. Meski begitu, Rahadian juga menyebutkan, Indonesia harus waspada bahwa beberapa risiko merugikan masih mengancam.
Di antaranya, peningkatan tensi geopolitik; inflasi global yang persisten atau sudah menurun, tapi levelnya masih tinggi; dan policy space yang makin sempit.
"Jadi, selama pandemi ini kan banyak negara mengeluarkan stimulus fiskal yang sangat besar sehingga rasio utangnya meningkat, itu menimbulkan ruang kebijakan fiskal menjadi sempit," tutur Rahadian.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Alfida Rizky Febrianna
Editor: Puri Mei Setyaningrum