Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Minyak Sawit dalam Indikator Paling Sustainable di Lingkungan

        Minyak Sawit dalam Indikator Paling Sustainable di Lingkungan Kredit Foto: Austindo
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Masyarakat Uni Eropa mengkonsumsi empat minyak nabati utama yaitu minyak rapeseed, minyak sawit, minyak bunga matahari, dan minyak kedelai. Minyak nabati yang dikonsumsi masyarakat di kawasan tersebut diharuskan sudah memenuhi aspek sustainability. Melansir laman Palm Oil Indonesia, berikut tiga indikator sustainability lingkungan yang dapat dijadikan acuan untuk mengetahui minyak nabati mana yang relatif lebih sustainable

        Produktivitas. Tanaman kelapa sawit merupakan minyak nabati paling produktif karena mampu menghasilkan minyak mencapai 3,36 ton per hektar per tahun. Sedangkan produktivitas tanaman minyak nabati lainnya jauh lebih rendah dibandingkan kelapa sawit. Bahkan, produktivitas minyak per hektar yang dihasilkan kelapa sawit 8-10 kali lipat dibandingkan minyak nabati utama lainnya.

        Baca Juga: Sasar Transportasi Nasional, BBM Campur Sawit Siap Meluncur!

        Kebutuhan Lahan. Untuk menghasilkan 1 ton minyak maka perkebunan kelapa sawit membutuhkan lahan yang relatif lebih sedikit yakni hanya 0,26 hektar dibandingkan lahan yang dibutuhkan tanaman kedelai, rapeseed, dan bunga matahari untuk menghasilkan volume minyak yang sama. Bahkan, kebutuhan lahan minyak nabati lain untuk menghasilkan 1 ton minyak yakni 4-7 kali lipat lebih luas dibandingkan kebutuhan lahan minyak sawit. 

        Penggunaan Input Produksi. Selain menghasilkan minyak yang lebih banyak, kelapa sawit juga efisien dalam penggunaan input produksi. Untuk menghasilkan satu ton minyak, penggunaan input pupuk dan pestisida pada tanaman kelapa sawit lebih sedikit dibandingkan tanaman minyak nabati lain. Bahkan, penggunaan pupuk dan pestisida yang diaplikasikan ke minyak nabati utama lainnya mencapai 2-7 kali lipat lebih banyak dibandingkan kebutuhan input produksi minyak kelapa sawit. 

        Pupuk dan pestisida yang diaplikasikan pada tanaman tidak semua terserap oleh tanaman. Sebagian terbuang sebagai emisi atau polutan yang mencemari tanah dan air yang beresiko mencemari kehidupan biota tanah maupun perairan.

        Baca Juga: Mulai Dibayangi Kebijakan Diskriminatif, Komoditas Karet dan Sawit Indonesia Mau Dijegal Uni Eropa?

        “Penggunaan input pupuk dan pestisida pada kelapa sawit yang lebih sedikit juga akan menghasilkan polutan air/tanah juga akan lebih sedikit dibandingkan tanaman minyak nabati lainnya, dan begitupun sebaliknya,” catat laporan PASPI. 

        Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Ellisa Agri Elfadina
        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: