Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang terdiri dari partai Golkar, PAN, dan PPP diperkirakan tidak akan buru-buru mendeklarasikan capres-cawapres. Padahal, banyak pihak menunggu langkah politik KIB.
Menurut Direktur Indonesian Politics Research & Consulting Firman Manan, KIB menunggu arahan dari PDI Perjungan dan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Baca Juga: Negara Jegal Pencapresan Anies Baswedan, Partai Garuda: Alamat Palsu!
"KIB sepertinya tetap menunggu sinyal dari PDIP dan Presiden Jokowi karena sejauh ini masih bersikap loyal sebagai anggota koalisi pendukung pemerintah. Apalagi untuk capres justru KIB kelihatannya yang paling cair, belum mengerucut ke kandidat tertentu," ujar Firman, dikutip Senin (6/2/223).
Saat ini koalisi NasDem-Demokrat-PKS bersepakat untuk mengusung Anies Baswedan sebagai capres. Selain itu, Poros Perubahan yang terdiri dari Gerindra-PKB disebut akan mengumumkan capres bulan depan.
Menanggapi hal itu, Dosen Universitas Padjajaran ini mengatakan, semua masih menunggu PDIP bergerak. "Makanya, keputusan Ibu Mega yang paling ditunggu karena akan menentukan manuver dari partai-partai lain dan kemungkinan format koalisi termasuk potensi jumlah paslon yang akan maju di pilpres," ungkap Firman.
Untuk KIB, Firman menegaskan bahwa mereka menunggu sinyal, sikap, dan keputusan politik dari PDIP dan Presiden Jokowi. Parpol anggota KIB memiliki kandidat masing-masing. Golkar, sesuai Munas mengusung Ketua Umum Airlangga Hartarto sebagai capres: PAN dan PPP, meski mendorong ketum mereka menjadi capres, menunjukkan dukungan pada Erick Thohir dan Sandiaga Uno.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesian Presidential Studies (IPS) Nyarwi Ahmad mengungkapkan, Golkar akan mendapati beberapa pilihan dalam Pilpres 2024. Utamanya, seusai Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (Kang Emil/RK) dan mantan Gubernur Jawa Timur Soekarwo (Pakde Karwo) bergabung dalam partai berlambang pohon beringin itu.
"Dalam konteks pilpres, saya kira makin banyak kepentingan, juga akan makin banyak tantangan bagi Golkar untuk memformulasikan agendanya dalam pilpres," terang pakar pemasaran dan komunikasi politik Universitas Gadjah Mada (UGM) itu.
Alternatif pertama, Golkar bisa mengajukan Ketum Airlangga Hartarto sebagai calon presiden dengan segala risiko dan keuntungannya. "Kira-kira misalnya mencalonkan ketum harga mati, mau tidak mau harus Airlangga," ujarnya.
Baca Juga: Soal Capres yang Diusung, Cak Imin: Kiai mintanya sebelum Ramadhan
Golkar juga bisa mencoba alternatif lain dengan mengusung nama baru lewat mekanisme konvensi. "Ada alternatif lain lewat konvensi. Atau Golkar sedang mencari tokoh lain," ungkapnya.
Kendati demikian, kata Nyarwi, Golkar tidak punya tradisi untuk kalah total dalam ajang pemilu, sedangkan dalam pilpres ada dua bursa, yakni bursa capres dan bursa cawapres. Oleh karena itu, terbuka kemungkinan Golkar akan bermain di bursa yang mempunyai peluang menang lebih besar.
"Bisa jadi Golkar ketika gagal bermain di bursa capres, bisa jadi punya banyak stok untuk bermain di cawapres. Itu saya kira peluang-peluang yang bisa dipertimbangkan," pungkas Syarwi Ahmad.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: