Anies Baswedan Dikepung Koalisi Pendukung Pemerintah, Pengamat Bilang Mirip 2019: Akan Ada Utak-atik Jadi...
Analis politik Universitas Hasanuddin (Unhas), Sukri Tamma, menyoroti langkah Anies Baswedan sebagai salah satu bakal calon presiden (bacapres) yang diusung koalisi partai yang merupakan oposisi pemerintahan, yakni Demokrat dan PKS.
Meskipun Anies juga diusung oleh NasDem yang saat ini merupakan pendukung pemerintahan, namun Partai Pimpinan Surya Paloh itu menunjukkan akan pindah haluan di 2024.
Dengan demikian, langkah Anies ini dinilai Sukri berat. Sebab, ada kemungkinan koalisi pemerintahan bersatu melawannya.
Jika hanya mengerucut satu paslon maka head to head dengan oposisi tak terhindarkan. Artinya, akan ada koalisi besar mengepung Anies. Padahal, Pilpres 2024 memungkinkan empat pasangan calon.
Estimasinya, Koalisi Perubahan; Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang meluputi Golkar, PAN, dan PPP; Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR)yang di dalamnya ada Gerindra-PKB; dan usungan PDIP.
"Tetapi masih memungkinkan akan ada utak-atik, jadi tiga atau bahkan hanya dua paslon. Melihat survei, ada tiga tokoh top bergantian, Prabowo, Ganjar, dan Anies. Tergantung surveinya," kata Sukri, Rabu (1/3/2023).
Kondisi ini memperlihatkan seolah-olah tiga koalisi melawan Koalisi Perubahan. Itu dalam konteks dikotomi pemerintahan.
"Tetapi politik sangat cair, koalisi bisa jadi apa saja. Posisinya kita masih menunggu, tetapi dalam waktu dekat mungkin sudah ada kejelasan," imbuhnya.
Koalisi mungkin akan segera mengerucut. Capres dan pasangannya harusnya segera deklarasi. Meski belum ada cawapresnya, koalisi Anies Baswedan sedikit lebih maju.
"Tarik ulur pasangan Anies kemungkinan menunggu keputusan bakal koalisi lain," ujar Sukri.
Baca Juga: Selain Cawapres Anies Baswedan, PR Koalisi Perubahan Selanjutnya adalah Menentukan ‘Ketua Kelas’
Jika koalisi pemerintah mengerucut hanya satu paslon, polarisasi yang tajam akan terulang seperti Pilpres 2019. Politik identitas yang destruktif akan kembali mewarnai.
"Tetapi saya kira kondisinya tidak akan setajam 2019," jelas Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unhas itu.
Pasalnya hingga satu tahun jelang pencoblosan, belum ada polarisasi seperti politik identitas yang begitu tampak. Berbeda dengan Pilpres 2019, dua tahun sebelumnya sudah mencuat politik identitas, SARA, saling menjelekkan, hingga saling menghina.
Soal nasib PDIP, Sukri justru memprediksi moncong putih kemungkinan akan jadi penentu. Jika sudah resmi mengumumkan usungannya, parpol atau koalisi lain bisa saja merapat.
"Sebagai partai yang bisa mengusung sendiri, mereka sebelumnya sudah kasih sinyal akan mengusung kadernya. Saya yakin PDIP tak akan melepas tiketnya ke nonkader," tambah Sukri.
Apalagi, salah satu kadernya, yakni Ganjar Pranowo, punya survei yang mumpuni. Jika legawa mengusung Ganjar, tentu dengan jaminan Megawati, trah Soekarno akan tetap mengontrol PDIP.
"Analisis kita di luar, Mega akan bergantung tawar menawar dan kesepakatan. Seperti saat mengusung Jokowi, meski bukan trahnya, kontrol tetap di bawah kendali Mega," kata Sukri.
Muncul Blok
Sementara itu, jika Pilpres 2024 hanya dua paslon, polarisasi politik 2014 dan 2019 kembali berulang. Akan ada blok status quo vs blok perubahan.
"Kalau tiga paslon, blok perubahan akan menyatu di kubu Anies. Tetapi paslon kedua blok status quo akan menggembosi dukungan dari paslon blok perubahan," kata Luhur A Prianto, analis politik Unismuh Makassar.
Indikasinya sudah terlihat. Betapa masifnya Prabowo menyisir pesantren dan kantong-kantong basis pemilih muslim.
Soal Puan, menjadi diskursus masa depan PDIP pasca Megawati. Kepentingan yang melampaui kontestasi Pilpres 2024. Ada kekhawatiran trah Megawati-Soekarno akan kehilangan PDIP, jika capres yang diusung bukan dari garis biologis Megawati.
Baca Juga: Sudah Terima ‘Pinangan’ dari PKS dan Demokrat, Ini Janji Anies Baswedan di Pilpres 2024
Apalagi, faksi politik di internal keluarga Soekarno juga tidak solid, ada yang terang-terangan mendukung Ganjar dan Jokowi.
"Soal Muhaimin, PKB membutuhkan untuk mengejar efek ekor jas dukungan pilpres. Apa pun hasilnya, bisa kembali bergabung dengan koalisi pendukung pemerintah pasca Pilpres 2024," ujar Wakil Dekan FISIP Unismuh Makassar itu.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait: