Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pengamat Sebut Reformasi Kemenkeu Harus Mulai Dari Cabut Aturan Rangkap Jabatan

        Pengamat Sebut Reformasi Kemenkeu Harus Mulai Dari Cabut Aturan Rangkap Jabatan Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Polemik rangkap jabatan di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Indonesia telah menjadi topik yang cukup kontroversial dalam beberapa tahun terakhir. 

        Menurut Achmad Nur Hidayat selaku Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute, rangkap jabatan telah difasilitasi sebagai salah satu faktor penyebab masalah korupsi dan ketidakadilan di Indonesia.

        “Beberapa pejabat Kementerian Keuangan Indonesia telah difasilitasi melakukan rangkap jabatan, seperti Direktur Jenderal Pajak yang juga menjabat sebagai Direktur Utama Perusahaan Gas Negara (PGN) atau Wakil Menteri Keuangan yang juga menjabat sebagai Komisaris PT Pelabuhan Indonesia II (Persero),” kata dia. 

        Baca Juga: Ekonom Minta Kemenkeu Reformasi Aturan Rangkap Jabatan: Tak Adil Bagi Rakyat

        “Fasilitas rangkap jabatan ini dianggap sebagai bentuk konflik kepentingan yang mendistorsi fokus sehingga dapat mengakibatkan turunnya kinerja dan integritas mereka. Tentunya rangkap jabatan ini akan disambut gembira oleh mereka dalam hal ini para pejabat kementerian keuangan karena penghasilan mereka akan berlipat,” jelasnya.

        Achmad mengatakan, jika melihat data remunerasi yang didapatkan oleh ASN yang rangkap jabatan sebagaimana dimuat oleh merdeka.com disana dapat dilihat bagaimana gaji seorang pejabat kementerian keuangan seperti halnya Direktur Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan yang juga merangkap sebagai Komisaris PT SMI. 

        “Gaji per bulan yang didapat Dirjen Pajak berdasarkan tunjangan yang diterima  (diambil berdasarkan jabatan terendah) sebesar Rp123.276.200 per bulan,” katanya. 

        “Dan sebagai Komisaris PT SMI, Dirjen Pajak mendapatkan remunerasi dari BUMN per bulan Rp2,87 miliar. Sehingga jika diakumulasi dalam kurun waktu sekitar 5 tahun, Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) meningkat sekitar Rp8,30 miliar,” tambahnya. 

        “Dan banyak lagi yang lainnya yang mendapatkan penghasilan yang fantastis. Wajar para pejabat hidup hedon karena mempunyai gaji yang berlipat-lipat,” ungkapnya. 

        Achmad mengatakan, tidak fair bagi rakyat yang seharusnya pendapatan pajak maupun pendapatan BUMN diserap secara besar-besaran hanya untuk menggaji mereka yang semestinya masyarakat lebih bisa menikmati seperti tarif PLN lebih murah, BBM lebih murah dan sebagainya.

        Baca Juga: Ditjen Pajak Kemenkeu Habis Kena Sorotan Publik, DPR Minta Sri Mulyani Disiplinkan ASN yang Mempertontonkan Kekayaan

        “Apakah status rangkap jabatan para pejabat tersebut berpengaruh besar terhadap perkembangan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat? Tidak juga,” tanyanya. 

        “Faktanya masyarakat dapat merasakan bagaimana naiknya tarif-tarif seperti BBM, Listrik dan lain-lain. Banyak bangunan sekolah yang tidak layak, jalan dan jembatan yang berbahaya untuk dilewati,” katanya. 

        “Sementara para pejabat rangkap jabatan dan keluarganya bisa hidup hedon menghabiskan uang miliaran rupiah,” tambahnya.

        Ia menambahkan, untuk menghadirkan rasa keadilan dimata masyarakat dan dikalangan ASN lainnya serta efisiensi dan efektifitas anggaran baik itu APBN maupun BUMN maka rangkap jabatan khususnya di Kementerian Keuangan ini harus dihilangkan. 

        Baca Juga: Sempat Panas Dibilang Tak Lapor Harta, Kemenkeu Pamerkan 99,99% Pejabat Sudah Lapor LHKPN 2022

        “Seorang pejabat kementerian akan lebih efektif dalam bekerja bila waktu bekerja mereka hanya difokuskan kepada satu jabatan,” jelasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Sabrina Mulia Rhamadanty
        Editor: Sabrina Mulia Rhamadanty

        Bagikan Artikel: