Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pedagang dan Pembeli Sama-Sama Nantikan Solusi Pemerintah Setelah Keluarkan Larangan Impor Baju Bekas

        Pedagang dan Pembeli Sama-Sama Nantikan Solusi Pemerintah Setelah Keluarkan Larangan Impor Baju Bekas Kredit Foto: ANTARA FOTO
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Setelah larangan impor pakaian bekas atau thrifting digaungkan beberapa waktu lalu, banyak pedagang mulai merasakan dampaknya. Salah satu pedagang yang terdampak adalah Minid (60 tahun) asal Kota Bogor. Minid yang telah berdagang di Plaza Bogor, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor sejak 2007, merasakan berkurangnya stok barang baru.

        Menurut Minid, berkurangnya stok barang baru disebabkan oleh gudang-gudang pakaian impor bekas di Pasar Senen mulai tutup. Alhasil, dia harus, menjual barang dengan stok lama sembari menunggu stok barang baru bisa didapatkannya kembali.

        “Terasa (dampaknya). Sepekan ini nggak ada barang baru. Jadi harus jualan barang lama. Yang ada aja dulu. Kalau datang baru belum ada kepastian,” kata Minid di kiosnya seperti dilansir dari Republika belum lama ini.

        Baca Juga: Keluh Kesah Pedagang Usai Polisi Gencar Gerebek Gudang Thrifting

        Tak hanya dirinya, menurut Minid, pedagang thrifting lain juga mengalami hal yang sama. Hal itu membuat para pedagang kerap ditanyai pelanggannya terkait stok barang baru.

        Minid sendiri biasanya mengambil satu bal pakaian impor bekas dari Pasar Senen seharga Rp6 juta hingga Rp7 juta. Satu bal bisa berisi 200 hingga 400 potong pakaian, tergantung model dan kualitasnya.

        “Ada risiko barang rusak, biasanya 7:3 antara yang bagus dan yang rusak. Kalau bagus ya bisa dijual, untungnya banyak yang bagus,” tuturnya.

        Baca Juga: Arsjad Rasjid Soal Larangan Impor Baju Bekas: Thrifting Itu Transaksi Jual Beli Ilegal!

        Pakaian-pakaian impor bekas itu dijual Minid seharga Rp50 ribu hingga Rp200 ribu, tergantung merk, model, dan kualitas pakaian yang didapatnya. Jika dagangannya laku keras, Minid bisa mendapatkan Rp1 juta hingga Rp2 juta per hari. Namun, beberapa waktu belakangan, pakaian impor bekas yang dijualnya hanya laku Rp700 ribu per hari.

        Berdasarkan prediksinya, meredupnya pelanggan thrifting atau thrifter ini tidak hanya disebabkan oleh larangan impor pakaian bekas. Hal tersebut juga disebabkan oleh salah satu pusat perbelanjaan di Plaza Bogor yang tutup beberapa waktu lalu.

        “Pengaruh ke penjualanhya, apalagi Pasar Bogor mau ditutup. Mau dagang ke mana lagi kita,” keluhnya.

        Baca Juga: Dukung Larangan Thrifting Baju Impor, Smesco Indonesia Tawarkan Produk Lokal sebagai Alternatif

        Pria asal Sumatera Barat ini mengaku sudah menerima informasi terkait larangan impor pakaian besar. Larangan itu tertuang dalam Permendag No 18 Tahun 2021, tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor. Dalam Pasal 2 Ayat 3 tertulis bahwa barang dilarang impor, salah satunya adalah berupa kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas.

        “Sudah tahu, efeknya ke seluruh Indonesia kan banyak pedagang barang impor bekas. Tapi kalau distop, nanti saya nggak bisa jualan lagi. Sudah, habis harapan pedagang barang impor (bekas),” ujarnya.

        Baca Juga: Bukan Thrifting, Masyarakat Nilai yang Membunuh UMKM Justru Barang-barang KW dari China

        Kendati demikian, dia berharap, ada kebijakan baru terkait pedagang barang bekas impor mengingat banyak pedagang yang menaruh harapan hidupnya pada aktivitas thrifting tersebut.

        “Takut kalau diberantas semua, bisa apa lagi? Saya dagang apa lagi? Pegawai ada tiga orang, saya juga nggak ada usaha lain,” tutur pria berjanggut putih ini.

        Sementara itu, pelanggan thrifting, Mayang (24 tahun), merasa sedih apabila thrifting atau impor pakaian bekas dilarang. Sebab, menurutnya, hanya pakaian berukuran dari luar negeri yang cocok di tubuhnya.

        Mayang sendiri kerap berbelanja ke beberapa pasar pakaian bekas, seperti di Pasar Senen Jakarta, Gede Bage Bandung, dan sejumlah ruko di Bogor setiap satu hingga dua bulan sekali. Dengan dilarangnya impor pakaian bekas, ia meyakini akan kesulitan mencari pakaian, celana, dan jaket yang seukuran dirinya.

        Baca Juga: Marak Baju Thrifting Luar Negeri Masuk RI, Kadin: Rusak Industri Pakaian Dalam Negeri, Ilegal!

        “Tapi, kalau misalnya pemerintah melarang dan ada solusi lain, menurut saya nggak jadi masalah harusnya. Karena kan nggak semua orang punya uang. Dengan adanya thrifting, orang-orang bisa tetap bergaya dengan barang yang relatif lebih murah,” jelasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Yohanna Valerie Immanuella

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: