Namibia Loloskan RUU Baru terkait Regulasi Kripto dan Aset Digital
Namibia bergabung dengan negara-negara Afrika lainnya dalam mendukung mata uang kripto dan aset digital lainnya dengan menyetujui sebuah Rancangan Undang-undang (RUU) baru di Majelis Nasional.
RUU yang disahkan oleh Parlemen Namibia pada 22 Juni lalu tersebut bertujuan untuk meregulasi aset digital, kripto, dan penyedia layanan aset virtual (VASP) di negara tersebut.
UU ini bertujuan untuk menetapkan kerangka kerja lisensi dan regulasi untuk VASP. UU tersebut juga berupaya untuk menunjuk otoritas pengawas yang bertanggung jawab dalam mengawasi para penyedia layanan aset virtual dan aktivitas mereka.
Baca Juga: Jadi Negara Pertama di Dunia, Afrika Selatan Wajibkan Bursa Kripto Miliki Lisensi
Tujuan utamanya mencakup memastikan proteksi pelanggan, mencegah penyalahgunaan pasar, mengurangi risiko pencucian uang, pembiayaan terorisme, dan aktivitas proliferasi yang terkait dengan pasar aset digital. UU ini juga mencakup hal-hal insidental terkait tujuan tersebut.
Dilansir dari Cointelegraph, Jumat (7/7/2023), menurut laporan dari media lokal, UU tersebut saat ini sedang menunggu publikasi resmi sebelum diberlakukan.
Menteri Keuangan dan BUMN Namibia, Lipumbu Shiimi menyebut bahwa pembentukan badan pengawas ini bertujuan untuk mengawasi dan memberikan lisensi kepada VASP di negara tersebut.
Penyedia layanan yang tidak memenuhi aturan tersebut dilaporkan akan dikenai penalti hingga 10 juta dolar Namibian (Rp7,92 miliar) dan hukuman penjara selama 10 tahun. Namun, Bank Namibia tetap mempertahankan posisinya bahwa mata uang kripto tidak memiliki status sebagai alat pembayaran yang sah di negara tersebut.
Dalam laporan tersebut juga dikatakan bahwa Direktur Komunikasi Strategis dan Hubungan Internasional Bank Namibia, Kazembire Zemburuka mengindikasi bahwa setelah risiko terkait inovasi seperti aset virtual dikelola dengan lebih baik, bank akan lebih mudah dalam mengevaluasi dan membuat keputusan mengenai sistem keuangan.
Pada tahun 2017, bank mengumumkan bahwa mereka menentang penggunaan kripto sebagai metode pembayaran untuk barang dan jasa. Dikatakan bahwa bursa mata uang virtual tidak memiliki tempat di negara-negara Afrika berdasarkan undang-undang yang berusia puluhan tahun.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ni Ketut Cahya Deta Saraswati
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: