Price Waterhouse Coopers (PwC) memandang perusahaan tambang perlu melakukan strategi untuk dapat bertahan di era transisi menuju energi bersih.
Salah satunya, perlunya menavigasi peran dari pemerintah dan pemain baru seperti perusahaan mobil listrik yang tumbuh pesat di era transisi energi. Hal tersebut tertera dalam laporan berjudul 2023 Mine: The era of reinvention.
PwC Australia Global Mining Leader, Mining & Metals, Paul Bendall mengatakan, melihat ketidakpastian geopolitik yang sedang berlangsung, peralihan cepat ke teknologi energi bersih, dan pentingnya kedua masalah ini bagi keamanan nasional dan stabilitas ekonomi, pemerintah di seluruh dunia telah mengambil tindakan cepat selama 12 bulan terakhir untuk mengamankan pasokan mineral kritis dan mengubah lanskap usaha secara signifikan.
Baca Juga: Arifin Tasrif Pastikan Divestasi Saham Vale Selesai Akhir Juli secara B2B
"Hal ini termasuk tindakan cepat untuk membentuk aliansi, membuat kebijakan dan undang-undang, dan mendanai inisiatif yang akan membantu menstabilkan pasokan mineral kritis," ujar Paul dalam keterangan tertulis yang diterima, Senin (17/7/2023).
Paul mengatakan, pertambangan memainkan peran mendasar dalam mendukung transisi global menuju energi bersih, tetapi jalan di depan masih penuh tantangan.
Menurutnya, dunia emisi net zero membutuhkan lebih banyak mineral kritis yang ditambang dan alur kesepakatan industri dengan jelas mencerminkan hal ini.
"Namun, geopolitik sebagai faktor yang semakin berpengaruh dalam pertambangan global dapat mempersulit operasi usaha di dunia yang kian kompleks dengan pemain-pemain baru," ujarnya.
Sementara itu, PwC Indonesia Energy, Utilities and Resources Lead Advisor, Sacha Winzenried mengatakan, tren utama yang teridentifikasi dalam laporan PwC tahun ini relevan dengan Indonesia.
Pasalnya, laporan tersebut melihat adanya peningkatan fokus pada dekarbonisasi dan memaksimalkan nilai mineral kritis untuk transisi energi dan rantai pasokan electric vehicle (EV).
Tahun ini salah satu perusahaan batu bara Indonesia berhasil masuk ke dalam top 10 perusahaan tambang global berdasarkan kapitalisasi pasar, didukung oleh kenaikan harga batu bara yang signifikan untuk memenuhi persyaratan keamanan energi.
Baca Juga: Maksimalkan Potensi EBT Indonesia Jadi Kunci Hadapi Transisi Energi
"Untuk pertama kalinya sejak 2010, batu bara menjadi kontributor terbesar terhadap total pendapatan di top 40, meningkat dari 23% menjadi 28%. Peningkatan ini sebagian besar didorong oleh harga, dengan harga spot rata-rata dalam beberapa kasus menjadi dua kali lipat sepanjang tahun," ujar Sacha.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: