Tak Terima Jet Pribadinya Dibekukan Inggris, Miliarder Oligarki Rusia Bawa ke Meja Hijau!
Seorang taipan minyak miliarder kelahiran Rusia, Eugene Shvidler menantang keputusan pemerintah Inggris untuk membekukan asetnya. Shvidler memiliki dua jet pribadinya yang bernilai hingga USD60 juta (Rp901 miliar) yang ditahan Maret lalu.
Shvidler dikenai sanksi atas hubungan dengan mantan pemilik Chelsea FC Roman Abramovich dan perusahaan pertambangan yang beroperasi di Rusia.
Melansir BBC International di Jakarta, Jumat (21/7/23) dalam kasus pertama di Pengadilan Tinggi, pria berusia 59 tahun yang pindah ke AS pada 1989 itu menginginkan sanksi dicabut.
Baca Juga: Kisah Inspiratif Mantan Petugas Kebersihan 'Hotel Cinta' Jadi Miliarder Dunia
Lord Anderson KC yang mewakili Shvidler mengatakan kliennya dicari untuk digunakan sebagai poster sanksi Rusia sehubungan dengan komentar yang dibuat oleh menteri pada saat pesawatnya disita.
Dia menambahkan bahwa tantangan serupa lainnya dipahami menunggu di balik kasus Shvidler yang akan diputuskan di kemudian hari.
Shvidler sedang mencari pernyataan bahwa penunjukannya di bawah peraturan pasca-Brexit tentang sanksi adalah melanggar hukum dan perintah membatalkan penunjukan tersebut.
Lord Anderson mengatakan penunjukan itu telah menghancurkan kemampuan Shvidler untuk menangani asetnya dan menjalankan bisnisnya, mengganggu kehidupannya dan kehidupan keluarganya, merampas mata pencaharian karyawan dan menghancurkan reputasinya.
Dia mengatakan kliennya tidak memiliki hubungan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin atau pengaruh apa pun terhadap kebijakan Rusia, ia juga telah berbicara menentang perang di Ukraina.
Anderson menambahkan bahwa Inggris telah menjadi rumah utama Shvidler sejak 2004 dan kelima anaknya semuanya warga negara Inggris di sekolah-sekolah Inggris, meskipun dua dari anaknya diharuskan meninggalkan sekolah-sekolah itu karena sanksi tersebut.
Shvidler telah menunjukkan komitmennya ke Inggris melalui filantropi, termasuk mendanai perpustakaan dan beasiswa untuk kaum muda yang kurang beruntung, tambah Lord Anderson.
Menentang tantangan tersebut, pengacara pemerintah berpendapat keputusan untuk menjatuhkan sanksi tidak proporsional atau diskriminatif dan meminta pengadilan untuk membatalkan kasus tersebut.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajria Anindya Utami
Editor: Fajria Anindya Utami
Tag Terkait: