Presiden Joko Widodo alias Jokowi mendapatkan kritik dari Rocky Gerung, aktivis sosial yang kritikannya tajam dan selalu menyegarkan ruang publik. Kritikannya langsung mengheboh karena menyebut Presiden dalam kapasitas sebagai pejabat publik dengan sebutan sebagai "Bajingan yang tolol" dan sebagainya di satu forum konsolidasi organisasi buruh untuk perjuangkan nasib mereka.
Dari segi substansi, kritikan Rocky kepada Presiden Jokowi adalah menyangkut soal serius kebangsaan, yaitu soal langkah-langkah manuver politik Jokowi yang melakukan upaya intervensi dan kasak kusuk politik di masa akhir jabatanya dan termasuk upaya untuk selamatkan kepentingan pembangunan Ibukota Nusantara (IKN) yang dianggap tidak elok karena dianggap menggangu berjalannya proses peralihan suksesi kepemimpinan nasional.
"Dalam ruang demokrasi, kritikan adalah hal lumrah. Hanya kepemimpinan diktaktor lah yang mudah tersinggung, sehingga reaksi Jokowi yang tidak langsung terprovokasi dan ajukan Rocky Gerung ke Pengadilan adalah bentuk kemajuan demokrasi," ujar Ketua Asosiasi Kader Sosio Ekonomi (Akses), Suroto di Jakarta, Sabtu (5/8/2023).
Baca Juga: Blak-blakan! Pakar Sebut yang Musuhi Rocky Gerung Adalah Kaum Feodal yang Anti Demokrasi
Menurutnya, kritikan Rocky Gerung adalah kritikan jujur dan tanpa basa basi. Rocky Gerung sudah tunjukkan kelugasan bicaranya karena tindakan Presiden yang sudah dianggapnya keterlaluan.
"Alamat kritik Rocky juga bukan soal pribadinya, tapi perbuatan pejabat publik, perbuatan Presiden yang fungsinya adalah di bawah kuasa atau kedaulatan rakyat, dan rakyat itu termasuk Rocky Gerung," kata Suroto.
Secara substantif, presiden yang di masa akhir jabatanya berupaya keras untuk selamatkan dirinya dan keluarganya dengan lakukan kasak kusuk politik sebagaimana dikritik Rocky memang tindakan yang nir-moral secara politik. Jokowi saat ini adalah masih berposisi sebagai Presiden, menjadi penanggungjawab terlaksananya perhelatan Pemilu yang sehat di tahun depan.
"Semestinya Presiden Jokowi secara etika politik di masa periodenya yang sudah hampir selesai justru harus berusaha agar demokrasi berjalan sehat. Termasuk dalam konteks pengembangan proyek nasional selanjutnya, seharusnya secara legowo diserahkan kepada keputusan kepemimpinan mendatang. Tidak perlu ikut campur tangan," pungkasnya.
Dalam konteks hidup bernegara dan berprinsip pada Pancasila yang mengandung dasar moril, semestinya Presiden Jokowi tidak melakukan manuver politik yang justru mengganggu kehidupan berdemokrasi.
Seharusnya kata Suroto, jika ingin tinggalkan legasi yang baik, Presiden Jokowi justru semestinya ikut mendukung upaya untuk mengoreksi sistem pembatasan elektrolal pemilihan Presiden baru, yang seharusnya senafas dengan demokrasi tidak boleh dilimitasi oleh kepentingan partai politik dengan menghapuskan alectrolal treshold menjadi 0 (nol) persen untuk pemilihan presiden baru.
Sementara upaya untuk menghukum Rocky dengan melaporkanya sebagai tindakan kriminal jelas bukan langkah bijak. Selain itu, pemenjaraan fisik Rocky Gerung itu tak hanya akan merusak hakekat dari perikemanusiaan, tapi juga kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial.
"Rocky adalah rakyat, dan pendapatnya yang lugas tanpa basa basi justru semestinya kita hargai. Dia tahu, bahwa rakyatlah yang berdaulat atau berkuasa atas republik ini, dan bukan didaulat Presiden," tegasnya.
Baca Juga: Proyek LRT Salah Desain: Ketidakmatangan Perencanaan dan Menghambat Proyek Infrastruktur Indonesia
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Fajar Sulaiman