Pendapatan Per Kapita Tiongkok Lebih Tinggi dari Negara ASEAN, Apa Penyebabnya?
Pendapatan per kapita telah menjadi salah satu indikator penting dalam mengukur tingkat kemakmuran dan kesejahteraan suatu negara.
Gita Wirjawan, mantan Menteri Perdagangan, menyatakan dalam acara konferensi MEET2023 di Bali, bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita Tiongkok tumbuh hampir 10 kali lipat dalam 30 tahun terakhir, sedangkan negara-negara ASEAN hanya tumbuh sekitar 2,7 kali lipat.
Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang penyebab Asia Tenggara berkinerja buruk dibandingkan dengan Tiongkok. Wirjawan mengungkapkan salah satu faktor terbesar dalam perbedaan fenomena ini adalah kurangnya investasi yang serius di bidang pendidikan.
Baca Juga: Gita Wirjawan Soroti Paradoks dan Tantangan dalam Perubahan Tatanan Dunia
“Ini terlihat dari banyaknya negara besar di Asia Tenggara yang tidak mampu melampaui rata-rata global PISA, yang menunjukkan kemahiran dalam bahasa dan kemahiran di bidang STEM untuk anak-anak berusia 15 tahun, dan hal ini juga terlihat dari rendahnya pencapaian masyarakat Asia Tenggara dari sisi pendidikan tersier,” jelas Wirjawan, dikutip dari kanal Youtube-nya pada Senin (7/8/2023).
Di sisi lain, Tiongkok telah mengalami kemajuan pesat dalam bidang pendidikan. Investasi besar dalam pendidikan meningkatkan akses ke pendidikan tinggi dan pelatihan keterampilan. Lebih tingginya tingkat pendidikan rata-rata di Tiongkok memberikan keuntungan kompetitif dalam pasar kerja global.
Selain pendidikan, Wirjawan mengatakan, negara ASEAN masih banyak kekurangan dalam pengelolaan infrastruktur. Tiongkok telah mengalokasikan dana besar untuk pembangunan infrastruktur modern, seperti jaringan transportasi yang canggih dan teknologi informasi. Tak bisa dipungkiri, kini barang-barang buatan Tiongkok telah tersebar di belahan dunia.
“Tiongkok telah mengungguli infrastruktur tidak hanya negara-negara Asia Tenggara, tetapi juga banyak negara di seluruh dunia,” imbuhnya.
Adapun faktor lainnya adalah tata kelola negara ASEAN yang belum maksimal. Tata kelola seharusnya menjadi tempat di mana kekuatan dan bakat dapat diintegrasikan secara tepat untuk mencapai tujuan pemerintahan dan kepemimpinan.
“Di era pasca-kebenaran ini, tantangan muncul karena ada dorongan untuk mengejar popularitas, mencari sensasi, dan menghibur, bukan untuk memajukan pendidikan. Dampaknya, di banyak negara di Asia Tenggara, pemilihan bakat cenderung lebih dipengaruhi oleh hak istimewa atau loyalitas daripada prestasi. Hal ini berbanding terbalik dengan Tiongkok, mereka lebih memperhatikan integritas untuk mencapai tujuan,” tegas Wirjawan.
Negara-negara di ASEAN juga masih banyak kekurang dalam hal kompetisi, yang menyebabkan Asia Tenggara berkinerja buruk. Berbeda dengan Tiongkok, mereka dibantu dengan kualitas manusia yang kompeten. Hal ini efektif akan membantu meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan membuka kesempatan kerja yang lebih baik.
“Hal ini termanifestasi secara empiris dalam bagaimana negara-negara Asia Tenggara hanya mampu menerbitkan, rata-rata, sekitar satu lisensi per 1.000 orang dewasa dibandingkan Tiongkok yang mampu menerbitkan sembilan lisensi per 1.000 orang. Sebagai gambaran, Filipina dan Indonesia hanya memiliki 0,3 izin usaha per 1.000 orang dewasa,” bebernya.
Dalam mengatasi permasalahan tersebut, Wirjawan menekankan untuk membentuk Foreign Direct Investment (FDI) atau penanaman modal atau investasi yang berasal dari asing. Diketahui, tingkat FDI di negara-negara ASEAN masih belum merata, dan hanya Singapura yang memiliki FDI terbesar di kawasan tersebut.
“Banyak negara besar di Asia Tenggara seperti Vietnam, Thailand, Filipina, Malaysia, dan Indonesia, mereka mendapatkan rata-rata sekitar US$100 sampai US$400 FDI per kapita per tahun, sedangkan Singapura mendapat US$19.000. Pada 2021, Singapura mampu mendapatkan FDI sebesar US$105 miliar. Penerima FDI terbesar berikutnya adalah Indonesia, sekitar US$30 miliar,” imbuhnya lagi.
Negara-negara ASEAN juga memerlukan upaya bersama dari pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Dengan meningkatkan dan mendistribusikan perawatan kesehatan, integritas, nilai moral, sosial, dan pendidikan, negara-negara ASEAN dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.
“Bukan hanya tentang distribusi kekuasaan, tapi juga tentang distribusi barang-barang publik lainnya, sebut saja perawatan kesehatan, integritas, nilai moral, sosial, dan pendidikan. Tanpa perpaduan yang tepat antara kekuasaan dan bakat, tidak akan mampu untuk mendistribusikan barang-barang publik tersebut bagi kawasan ini dalam beberapa dekade mendatang,” tutup Wirjawan.
Baca Juga: Indonesia-Inggris Sepakat Perpanjang Program Kerja Sama Transisi Energi Rendah Karbon
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Nevriza Wahyu Utami
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: