- Home
- /
- New Economy
- /
- Energi
Pakar: Hilirisasi Nikel Dipilih untuk Kepentingan Politis Jelang Pemilu & Pilpres 2024
Prof Didin S Damanhuri, Guru Besar IPB & Universitas Paramadina, menyampaikan, keputusan Pemerintah Indonesia untuk fokus pada hilirisasi nikel sebagai bagian dari strategi ekonomi memiliki kaitan erat dengan faktor politik yang melibatkan partai politik dan pemilihan umum. Hilirisasi nikel bukan hanya pertimbangan ekonomi semata, tetapi juga memiliki dimensi politik yang signifikan.
"Lebih kuat lagi kita tahu bahwa posisi China di Indonesia ini makin dimudahkan karena banyak proxy dalam perspektif bisnis maupun proxy pada akhirnya juga banyak pejabat kita yang lebih heavy (welcoming) terhadap keberadaan China ini,” ujarnya dalam wawancara eksklusif di program Zoominari Kebijakan Publik bertema Hilirisasi, Untungkan Siapa? yang digelar Narasi Institute, yang dikutip pada Selasa (22/8/2023).
Menurut Didin, para pemimpin partai politik, terutama menjelang Pemilu dan Pilpres 2024, memiliki kebutuhan akan dana yang besar untuk membiayai kampanye dan kegiatan politik mereka. Oleh karena itu, hilirisasi nikel, yang diharapkan mampu menghasilkan pendapatan yang besar, menjadi alternatif menarik untuk memenuhi kebutuhan dana ini.
Baca Juga: Jangan Cuma Mineral Mentah, Hilirisasi Sektor-sektor Ini Bisa Untungkan Indonesia
Didin mengatakan, “pertanyaannya mengapa nikel sangat menonjol untuk hilirisasi pemerintahan Jokowi ini? Itu karena proyek nikel dengan saingan pabrik-pabrik mobil listrik di dunia, di mana China bisa membantu untuk kepentingan politik Jokowi karena kita tahu partai-partai dalam rangka Pemilu 2024, Pilpres maupun Pilkada serentak itu butuh dana yang sangat besar.”
Faktor politik ini juga tercermin dalam rivalitas antar-menko yang melaporkan kasus ekspor ilegal nikel kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tindakan ini dapat dipahami sebagai usaha para pemimpin politik untuk mencari dukungan publik dan mendapatkan manfaat politik dari isu tersebut.
Selain itu, keputusan fokus pada hilirisasi nikel juga terkait dengan kepentingan ekonomi para elit politik yang memiliki keterlibatan dalam bisnis dan ingin memperoleh keuntungan dari sektor tersebut.
Mengapa nikel menjadi pilihan, sedangkan komoditas lain seperti garam, ikan, dan lain-lain tidak? Secara tegas Didin mengatakan, “mengapa tidak dipilih? Karena uangnya kecil untuk kepentingan para elit politik pemburu rente."
Namun, perlu dicatat bahwa pilihan fokus pada hilirisasi nikel ini memiliki risiko yang perlu diakui. Hilirisasi yang terpusat pada nikel, sementara menghasilkan pendapatan yang signifikan, belum tentu memberikan manfaat jangka panjang bagi rakyat Indonesia.
"Oleh karena itu, dalam menghadapi pilihan strategi ekonomi, perlu adanya keseimbangan antara kepentingan politik jangka pendek dan manfaat jangka panjang bagi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif," bebernya.
Kasus Ekspor Nikel Ilegal karena Indonesia Gagal dalam Kelola Industri Dalam Negeri
Kasus ekspor nikel ilegal membuktikan kegagalan Indonesia dalam mengelola industri dalam negeri dan menyerap nikel untuk kepentingan industri nasional. Meskipun Indonesia adalah produsen nikel terbesar di dunia, sebagian besar nikel hasil tambang diekspor secara mentah tanpa mengalami proses pengolahan di dalam negeri.
"Hal ini terjadi karena kurangnya infrastruktur, investasi, dan pengembangan industri hilirisasi yang memadai," ungkap Didin.
Didin berpendapat bahwa, “sebenarnya kalau mau telusuri lebih dalam mengapa terjadi ekspor ilegal itu konsekuensi karena nikel ini sebagai satu pilihan realistis yang sangat menonjol dibanding pemerintah karena bagi para pebisnis yang merangkap jadi pejabat tinggi maupun pemimpin Indonesia untuk hilirisasi produk nikel menjadi produk antara."
"Tapi kemudian ketika terjadi smelter sudah berjalan itu tidak laku untuk dijual oleh industri dalam negeri, akhirnya diekspor ke China, itu kelemahan Indonesia. Sehingga ekspor ilegal ini menjadi konsekuensi karena tidak siapnya Indonesia di dalam membangun satu struktur pohon industri berbasis nikel, satu konsekuensi logis dari ketidaksiapan Indonesia, belum lagi hal yang lebih detail berdasarkan laporan-laporan dari lapangan pertambangan nikel.”
Kegagalan ini memiliki dampak serius terhadap perekonomian dan penciptaan nilai tambah di Indonesia. Meskipun Indonesia memiliki sumber daya nikel yang melimpah, kurangnya kemampuan untuk mengolah nikel menjadi produk bernilai tambah menyebabkan sebagian besar manfaat ekonomi dari nikel justru dinikmati oleh negara lain, terutama China.
Baca Juga: Ribut-Ribut Hilirisasi Nikel, Dongkrak Ekonomi Indonesia atau China?
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: