PT Gunung Raja Paksi (GRP) mengungkakan peran penting transformasi digital dalam industri baja. Di antaranya, agar industri baja bisa bersaing di pasar global.
“Industri baja menghadapi era transformasi digital yang menantang. Dalam upaya tetap bersaing di pasar global yang sengit dan memenuhi tuntutan konsumen yang semakin peduli terhadap lingkungan, para produsen baja perlu mengadopsi teknologi baru,” kata Direktur IT PT Gunung Raja Paksi (GRP) Felix Sugianto, kepada media hari ini.
Mengenai peran penting tranformasi digital, Felix mengutip data ABI Research. Dari data tersebut, Felix menyebut, bahwa investasi produsen baja dalam transformasi digital diperkirakan akan tumbuh sebesar 10,9% CAGR antara tahun 2022 dan 2031, mencapai US$5,9 miliar.
“Sedangkan Gartner's 2023 CIO Agenda Insights for the Manufacturing Industry juga mengungkapkan, bahwa 80% CEO di sektor manufaktur sedang meningkatkan investasi teknologi digital untuk mengatasi tekanan ekonomi saat ini,” lanjutnya.
Baca Juga: Bantu Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, GRP Dorong Peningkatan Kualitas di Sektor Pendidikan
Melalui transformasi digital, diharapkan terwujud efisiensi yang lebih baik, proses manufaktur yang lebih berkelanjutan, dan produk berkualitas tinggi. Tetapi memang tak mudah. Felix menyebut, terdapat tiga tantangan utama beserta solusi, yang dihadapi industri baja dalam menuju digitalisasi yang sukses.
Apa saja? “Pertama, menggerakkan perubahan dimulai dengan manusia,” imbuhnya,
Dalam hal ini, Felix mengatakan, unsur manusia sering diabaikan dalam transformasi digital. Untuk itu, tim manajemen harus memiliki visi yang kuat tentang arah strategi digital organisasi dan dukungan penuh dari Dewan Direksi. Mereka perlu merekrut profesional yang terampil dalam menjalankan rencana transformasi digital dan mengubahnya menjadi kenyataan.
Selain itu, tim manajemen juga harus mencari cara untuk mengembangkan kemampuan beradaptasi di antara karyawan saat ini. Pelatihan reguler untuk membantu karyawan beradaptasi dengan perubahan dalam proses kerja adalah penting.
Kedua, berpindah dari data terpisah menjadi data kolaboratif. Felix menyebut, operasi manual dan data terpecah, menjadi kendala besar bagi produsen baja. Untuk mengatasi masalah ini, produsen baja harus memprioritaskan pembentukan ‘budaya data’ yang kuat. Perangkat lunak seperti SAP, lanjutnya, dapat membantu memadukan dan mengalirkan data ke dalam satu keadaan informasi yang koheren.
Baca Juga: Peningkatan Kinerja Buat GRP Raih Peringkat idA dari Pefindo
“Contohnya, PT Gunung Raja Paksi telah berhasil dengan implementasi sistem gudang data yang efisien, memberikan informasi yang komprehensif kepada berbagai fungsi bisnis,” jelas Felix.
Dan ketiga, menggalang seluruh ekosistem untuk mengadopsi teknologi berkelanjutan. Terkait hal ini, Felix menyebut, produsen baja sedang ‘menjelajahi’ teknologi lebih bersih. Tetapi, lanjutnya, sering terhambat oleh kurangnya keahlian teknologi, infrastruktur, dan sumber daya finansial. Guna mengatasi hal ini, jelasnya, industri baja dapat berkolaborasi dengan inovator teknologi berkelanjutan dan entitas pemerintah. Selain itu, untuk membantu mengatasi masalah anggaran, juga diperlukan dukungan keuangan, seperti pinjaman berkelanjutan.
“Dalam menghadapi tantangan ini, industri baja harus berani dan berkolaborasi. Transformasi digital mungkin sulit, tetapi mengatasi akar masalah akan membuka potensi besar bagi produsen baja di seluruh dunia. Yang terpenting, keberhasilan transformasi digital akan ditentukan oleh orang-orang yang mendorongnya,” pungkas Felix.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: