Pemerintah memiliki komitmen kuat untuk mendorong pengembangan ekosistem kendaraan listrik di Tanah Air. Mampukah MIND ID mewujudkan cita-cita mulia tersebut?
Pergeseran paradigma global yang menuju ke arah kendaraan ramah lingkungan disikapi oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan cara mendorong pengembangan ekosistem kendaraan listrik di Tanah Air. Berbagai upaya dilakukan oleh Presiden Jokowi mulai dari membangun ketersediaan pasokan tenaga listrik, infrastruktur stasiun pengisian, dan rencana integrasi platform.
Upaya membangun ekosistem kendaraan listrik di Tanah Air penting untuk dilakukan mengingat Indonesia merupakan salah satu negara produsen nikel terbesar di dunia. Perlu diketahui, nikel dapat digunakan sebagai bahan utama penyusun prekursor katoda baterai kendaraan listrik.
United States Geological melaporkan, cadangan nikel Indonesia mencapai 21 juta ton atau setara dengan 22 persen dari cadangan nikel global pada tahun 2022 lalu. Dengan total produksi sebesar satu juta ton pada 2021 silam, Indonesia menempati posisi pertama sebagai negara penghasil nikel di dunia.
Baca Juga: Indonesia dan Singapura Jalin Kerja Sama Energi Rendah Karbon & Interkoneksi Listrik Lintas Batas
Dengan potensi besar tersebut, Jokowi mengharapkan Indonesia mampu memproduksi baterai kendaraan listrik dalam kapasitas besar. Ia menargetkan Indonesia menjadi produsen kendaraan listrik terbesar pada tahun 2027 mendatang.
"Pemerintah sangat serius untuk masuk kepada energi baru terbarukan, termasuk di dalamnya adalah menuju kepada kendaraan listrik," ujar Presiden Jokowi di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Demi mewujudkan cita-cita mulia tersebut, pemerintah melalui Kementerian BUMN memberikan mandat kepada Mining Industry Indonesia (MIND ID) untuk melakukan eksplorasi sumber daya alam secara agresif, menjadi pemimpin pasar di dalam industri pertambangan, serta memperkuat bisnis downstream (hilirisasi).
Adapun, hampir seluruh sumber daya alam yang dikelola oleh MIND ID memiliki potensi peran sebagai komponen utama pembuatan kendaraan listrik, yakni nikel, aluminium, bauksit, tembaga, timah, hingga batubara.
Dengan kekayaan cadangan mineral tersebut, MIND ID bisa berperan sebagai pemain utama ekosistem kendaraan listrik mulai dari hulu hingga hilir seperti pembangunan smelter, pengembangan pabrik katoda, pengembangan baterai kendaraan listrik, hingga pengembangan penyimpanan energi baterai (battery energy storage system).
Direktur Utama MIND ID, Hendi Prio Santoso, mengatakan pihaknya mendorong kolaborasi dan kerja sama dengan berbagai pihak mulai dari sisi hulu hingga hilir. Ia mengatakan kolaborasi dan kerja sama sangat diperlukan demi mempercepat proses pengembangan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia.
“Kalau bergerak cepat dan bersama-sama, kita bisa menjadi pemain besar kendaraan listrik di Indonesia,” katanya di Jakarta, Agustus lalu.
Meski demikian, upaya MIND ID untuk mewujudkan hilirisasi mineral di Indonesia bukan tanpa tantangan. Salah satu tantangan yang dihadapi adalah kualitas nikel Indonesia berada di kelas dua dengan kadar kemurnian rendah.
Adapun, bahan baku baterai kendaraan listrik (EV) membutuhkan nikel kelas satu yang memiliki kadar kemurnian sebesar 99,8%. Sementara itu, nikel kelas dua biasanya digunakan untuk feronikel sebagai bahan dasar stainless steel.
Tantangan Teknologi
Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kualitas nikel kelas dua menjadi kelas satu adalah dengan menggunakan teknologi hidrometalurgi (high pressure acid leach/HPAL). Sayangnya, pemanfaatan teknologi HPAL tidak bisa dilakukan dalam waktu instan di Indonesia karena beberapa tantangan berikut, yakni proses rumit, membutuhkan pengalaman yang cukup, hingga memerlukan belanja modal besar.
Oleh karena itu, MIND ID melakukan kerja sama strategis dengan pelaku usaha dari negara lain yang memiliki kemampuan dan pengalaman mengolah nikel kadar rendah tersebut. Salah satu kerja sama tersebut adalah pembentukan usaha patungan (joint venture/ JV) dengan perusahaan baterai kendaraan listrik asal China, yakni Contemporary Amperex Technology Co Ltd (CATL).
Wakil Direktur Utama MIND ID, Dany Amrul Ichdan, menjelaskan kerja sama strategis antara MIND ID dengan pihak asing bukan sekadar dalam rangka mempercepat pemanfaatan teknologi HPAL di Indonesia. Akan tetapi, kerja sama strategis tersebut perlu juga dilihat dengan menggunakan kerangka transfer ilmu pengetahuan dan teknologi pengembangan pabrik baterai kendaraan listrik.
“Akan ada di suatu titik, Indonesia akan menguasai teknologi HPAL tersebut sehingga kita mampu memproduksi baterai katoda secara mandiri,” katanya dikutip di Jakarta, September.
Ia menegaskan poin transfer teknologi tersebut penting untuk ditekankan karena hilirisasi mineral bersifat jangka panjang (long-term). Seperti sudah disebutkan sebelumnya, investasi hilirisasi mineral ini memerlukan belanja modal yang cukup besar.
Perlu diketahui, proyek pembangunan pabrik baterai kendaraan listrik berkapasitas 15 gigawatt (GW) antara MIND ID dan CATL membutuhkan investasi sebesar US$12 miliar atau setara Rp183 triliun (kurs 15.300). Dengan menjalankan proyek sebesar itu, CATL masih membuka akses transfer teknologi dan pengetahuan terkait pengembangan proyek baterai kepada MIND ID.
Sejauh ini tidak banyak calon investor yang membuka akses ke transfer teknologi dan pengetahuan dengan alasan hak paten. Apabila MIND ID menjalin kerja sama dengan investor yang berlindung di balik hak paten maka Indonesia tak akan bisa mempelajari teknologi tersebut.
Manfaat penting apabila MIND ID mendapat akses ke transfer teknologi pengembangan baterai kendaraan listrik ialah memberi nilai tambah terhadap komoditas nikel di Indonesia.
Baca Juga: Kuatkan Kerja Sama Ekonomi, Indonesia Siap Pasok Kebutuhan Baterai Kendaraan Listrik di AS
Nilai Tambah Nikel
Komitmen pemerintah menciptakan ekosistem kendaraan listrik di dalam negeri tidak hanya berdampak positif kepada lingkungan, tetapi juga ekonomi.
Kebijakan hilirisasi mineral khususnya nikel diprediksi akan meningkatkan nilai tambah hingga puluhan kali lipat. Misalnya, bijih nikel yang diolah menjadi feronikel akan memberi nilai tambah hingga 10 kali lipat, sedangkan jika diolah menjadi stainless steel akan meningkat hingga 19 kali lipat.
Bahkan, nilai tambah produk hilirisasi nikel diprediksi mampu melonjak hingga 33 kali lipat karena memberi dampak multiplier ekonomi pada sektor-sektor lain baik bahan mentah maupun jasa terkait. Selain itu, kebijakan hilirisasi ini turut serta dalam membuka lapangan kerja baru serta memperkuat industri nasional di pasar global.
Lagi-lagi, kebijakan hilirisasi nikel ini bukan tanpa tantangan. Langkah pemerintah Indonesia di kebijakan hilirisasi dengan menghentikan ekspor bijih nikel ke Uni Eropa sejak tahun 2020 ternyata mendapat protes keras. Uni Eropa menggugat Indonesia melalui World Trade Organization (WTO) pada awal tahun 2021 terkait kebijakan larangan ekspor bijih nikel tersebut.
Meski demikian, Dany Amrul Ichdan optimis pemerintah mampu mengatasi berbagai tantangan tersebut. Ia memastikan MIND ID memiliki komitmen kuat untuk mendukung kebijakan pemerintah terkait hilirisasi mineral.
“Ketika kalah di WTO dan Presiden Jokowi bilang kalau kita harus melawan, kita pasti lawan. Kenapa kita melawan? Karena kita harus berdiri di atas kaki kita sendiri,” tegasnya.
Ia menegaskan, upaya baik pemerintah melalui kebijakan hilirisasi nikel akan memberi dampak positif terhadap perekonomian Indonesia. Ia memprediksi kebijakan hilirisasi nikel akan menciptakan peningkatan nilai tambah ekonomi sebesar 45-55 kali lipat.
“Melalui MIND ID, kita bangkit agar bisa berdiri di atas kaki sendiri. Agar kita bisa berkiprah di kancah internasional tanpa bergantung dengan negara-negara lain,” katanya.
“Bayangkan, kekayaan nikel alam Indonesia kita olah sendiri agar bisa memberikan nilai tambah,” pungkasnya.
Penulis: Cahyo Prayogo
Baca Juga: Manfaat Hilirisasi Nikel bagi Rakyat
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait: