Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Belanja Pemerintah Indonesia Diperkirakan Mencapai Rp1.386 Triliun hingga Akhir 2023, Buat Apa?

        Belanja Pemerintah Indonesia Diperkirakan Mencapai Rp1.386 Triliun hingga Akhir 2023, Buat Apa? Kredit Foto: Antara/M Risyal Hidayat
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Robertus Hardy, Senior Research Analyst Mirae Asset, memberikan tinjauan terbaru mengenai dinamika ekonomi yang sedang berlangsung, terutama terkait kebijakan moneter dan fiskal yang mempengaruhi pasar finansial Indonesia. 

        Investor saat ini cenderung lebih memerhatikan kebijakan moneter, khususnya apakah The Federal Reserve (The Fed) akan menaikkan suku bunga kembali di bulan November dan apakah Bank Indonesia akan mengikuti langkah serupa. 

        “Apabila suku bunga dipertahankan, maka akan terjadi kesamaan antara suku bunga Indonesia dengan Amerika,” ujar Hardy, dikutip dikutip dalam segmen Morning Meeting Mirae Asset Sekuritas pada Jumat (29/09/2030).

        Baca Juga: Bank Indonesia Luncurkan QRIS Tuntas, Ini Rincian Biaya Transaksinya

        Namun, Hardy memperingatkan bahwa faktor lain yang mungkin terlupakan oleh investor adalah aspek fiskal. Kedua aspek ini, moneter dan fiskal, memiliki peran yang signifikan dalam menentukan arah pergerakan saham, nilai tukar rupiah, dan obligasi di masa mendatang. 

        Saat ini, neraca fiskal Indonesia menunjukkan performa yang baik dan kokoh, namun belum sepenuhnya diperhitungkan oleh investor. Surplus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada Agustus 2023 telah mencapai lebih dari Rp147 triliun, meskipun mengalami penurunan dari Rp153 triliun pada bulan Juli 2023. 

        Lebih lanjut, surplus dari neraca transaksi berjalan Indonesia mencapai 0,7% dari GDP, memberikan keunggulan dibandingkan dengan negara berkembang lainnya seperti India yang mengalami defisit transaksi berjalan.

        Keseimbangan primer atau primary balance Indonesia, yang merupakan selisih antara pendapatan dan belanja sebelum pembayaran bunga utang, juga mengalami kenaikan signifikan mencapai sekitar Rp422 triliun dibandingkan dengan periode sebelumnya hingga bulan Juli 2023 yang hanya sekitar Rp394 triliun.

        Hardy mengatakan bahwa dengan kondisi yang baik pada sisi fiskal, diperkirakan akan terjadi akselerasi pembelanjaan pemerintah di sisa tahun 2023. Saat ini, pembelanjaan pemerintah baru mencapai lebih dari 50% dari total yang dianggarkan.

        “Diperkirakan akan adanya akselerasi pembelanjaan pemerintah, di mana sekarang ini pembelanjaan pemerintah sampai dengan Agustus 2023 baru mencapai sekitar 52% sampai dengan 55% saja dari total yang dianggarkan,” tuturnya.

        Hardy memproyeksikan bahwa sekitar Rp1.386 triliun akan dibelanjakan oleh pemerintah Indonesia di sepanjang sisa akhir tahun ini pada bulan September hingga Desember.

        Pembelanjaan ini diarahkan ke beberapa sektor utama, terutama yang terkait dengan penyelesaian pembangunan infrastruktur. Proyek kereta cepat LRT yang sudah diresmikan dan berjalan akan mendapatkan perhatian khusus. 

        “Selain itu, sektor yang berkaitan dengan persiapan pemilu juga akan menerima alokasi dana, begitu juga dengan proyek-proyek pembangunan ibu kota negara baru atau IKN yang saat ini menjadi prioritas pemerintah,” lanjut Hardy.

        Baca Juga: Jaga Stabilitas Sektor Jasa Keuangan, OJK Terus Gaungkan Corporate Governance

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Nevriza Wahyu Utami
        Editor: Amry Nur Hidayat

        Bagikan Artikel: