Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Blue Carbon Bisa Jadi Penunjang Ekonomi Indonesia, Akademisi Unpad Bongkar Strateginya

        Blue Carbon Bisa Jadi Penunjang Ekonomi Indonesia, Akademisi Unpad Bongkar Strateginya Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Archipelagic and Island States (AIS) Forum 2023 membuka sejumlah pembahasan menarik terkait dengan tata kelola sektor maritim di Indonesia. Salah satunya adalah potensi karbon biru alias blue carbon yang bisa dihasilkan dari area pesisir di tanah air.

        Peneliti Universitas Padjadjaran, Alexander Muhammad Khan menyebutkan bahwa potensi karbon biru bisa menjadi primadona baru di Indonesia. Ini ditunjang dengan bentuk geografis tanah air yang berbentuk kepulauan dan memiliki garis Pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada

        Baca Juga: Jaga Stabilitas Ekonomi, BI Beberkan Pentingnya Sinergi dan Digitalisasi Kebanksentralan

        Namun potensi ekonomi ini harus dibarengi dengan kebijakan yang tepat dari pemerintahan, salah satunya adalah proteksi terhadap kawasan-kawasan yang akan menjadi produsen dari karbon biru.

        “Sebenarnya kita harus melihat seberapa banyak kita bisa memproteksi kawasan tersebut yang memang secara alami menyimpan karbon. Mulai dari kawasan mangrove, wetland, natural algae harus diurus dengan baik,” ungkapnya dalam diskusi yang bertajuk Road To KTT AIS Forum: Langkah Nyata Kelola Laut, Rabu (04/10).

        Artinya menurut Alexander adalah pemerintah diwajibkan hadir guna memastikan bahwa kawasan untuk blue carbon tak terusik ataupun diubah menjadi kawasan komersial ataupun industri lainnya.

        “Ketika kita bicara blue carbon, kita bicara tentang memproteksi ekosistem laut. Kita bicara pengelolaan, kita juga bicara mengenai peraturan pemanfaatan ruang,” jelasnya.

        Baca Juga: Bongkar Potensi Ekonomi Digital Indonesia, Jokowi: Kalau Dirupiahkan Jadinya Rp11.250 Triliun!

        Di sisi lain, akademisi ini menegaskan kawasan blue carbon bukan berarti tak boleh diubah atau dialihfungsikan, ia mengatakan bahwa hal tersebut boleh-boleh saja dilakukan pemerintah dengan catatan telah menimbang secara cermat keuntungan dan kerugian dari aksi tersebut.

        Alex menegaskan di sinilah pemerintah harus menguatkan sinergi baik dengan pengusaha sampai dengan masyarakat guna memastikan langkah pemanfaatan ruang blue carbon dilakukan secara tepat.

        “Di satu sisi kita harus memproteksi, di satu sisi kita secara ekonomi bisa memberikan kontribusi ekonomi juga. Di sini research akan bermain,” tegasnya.

        Baca Juga: Wealth Wisdom 2023 Transformation Stage: Membaca Lanskap Ekonomi, Mengeksplorasi Dinamika Pasar dan Tren Global yang Muncul

        Hal serupa diungkapkan oleh Aktivis Lingkungan, Engel Laisina. Dirinya mengatakan bahwa kolaborasi adalah kunci untuk menyukseskan industri karbon biru di Indonesia.

        “Kolaborasi adalah kunci. Jika hanya pemerintah yang harus dibebani atau aktivis yang bergerak, at the end of the day ya hasilnya tak akan maksimal,” ungkapnya.

        Baca Juga: Ekonom INDEF Sebut E-Commerce Indonesia Lebih Liberal dari Cina: Belum Ada Kewajiban untuk Tagging

        Dirinya mengatakan hal ini berlaku sebaliknya, baik pemerintah maupun masyarakat perlu saling berkomunikasi terkait dengan pemanfaatan ruang agar tak terjadi kesalahpahaman terkait kebijakan maupun langkah dalam tata kelola laut di Indonesia.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Aldi Ginastiar
        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: