Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengingatkan, pentingnya penerapan aspek keberlanjutan pada industri baja. Selain mengurangi jejak karbon, aspek keberlanjutan juga berperan besar dalam meningkatkan produktivitas dan daya saing.
“Produktivitas dan daya saing juga meningkat, karena untuk jangka panjang bisa meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya operasional. Terlebih jika bicara ekspor, perdagangan antar negara semakin memperhatikan prinsip hijau. Jadi produk-produk yang memperhatikan aspek keberlanjutan dan ESG, termasuk mengurangi jejak karbon dengan teknologi ramah lingkungan, semakin menjadi prioritas,” kata Faisal kepada media hari ini.
Baca Juga: Wapres Minta Pelaku Industri Penuhi Pasokan Kebutuhan Baja Nasional, Tidak Impor
Sebagai mother of industry, aspek keberlanjutan pada industri baja memang penting. Sebab, lanjut Faisal, industri baja menopang berbagai macam pembangunan industri manufaktur sendiri maupun konstruksi infrastruktur. Artinya, jelas Faisal, ke depan pertumbuhan industri baja tetap sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. “Apalagi kalau bicara dalam jangka lebih panjang, kita akan mencapai Indonesia Emas 2045 dengan industrialisasi,” imbuhnya.
Namun Faisal mengingatkan, bahwa kontribusi industri baja terhadap emisi karbon memang besar. Secara nasional misalnya, emisi terbesar disumbangkan industri manufaktur dan sektor transportasi. “Makanya, sumbangannya juga relatif signifikan terhadap emisi,” kata dia.
Dalam konteks inilah Faisal menyebut, penerapan aspek berkelanjutan pada industri baja sangat mendukung visi ekonomi nasional yang berkelanjutan. “Industri-industri baja yang menerapkan prinsip-prinsip tersebut, akan membantu mengurangi emisi karbon yang merupakan target pemerintah sampai 2030-2045,” tegasnya.
Baca Juga: GRP: Transformasi Digital, Agar Industri Baja Bisa Bersaing di Pasar Global
Pada ekonomi berkelanjutan tersebut, pertumbuhan ekonomi tidak hanya menyasar pada pertumbuhan yang tinggi dalam jangka pendek. “Tetapi, imbuh Faisal, juga menyasar pertumbuhan ekonomi yang sesuai dengan daya dukung lingkungan sehingga pertumbuhannya bisa reasonable dalam jangka panjang,” kata dia.
Itu sebabnya, Faisal mendukung penuh industri baja yang concern pada penerapan ekonomi berkelanjutan. Salah satunya PT Gunung Raja Paksi Tbk (GRP), industri baja swasta terbesar nasional. “Sangat tepat yang dilakukan (GRP). Bahkan, bisa dijadikan best practise yang bisa dicontoh dan direplikasi oleh industri serupa. Bahkan juga industri-industri selain baja,” tutup Faisal.
PT Gunung Raja Paksi Tbk memang dinilai peduli terhadap unsur ESG dan keberlanjutan dalam aspek produksi. Seperti sebelumnya disampaikan GM Corporate Planning and Sustainability PT GRP, Sheren Omega, perusahaan telah melakukan berbagai inisiatif dalam menerapkan ekonomi berkelanjutan.
Pada Oktober 2022, GRP meluncurkan Buku Panduan Strategi ESG yang berisikan uraikan langkah-langkah kunci yang akan diambil oleh perusahaan dalam menuju produksi baja yang berkelanjutan. Selain itu, pada Februari 2023, GRP juga meluncurkan Net Zero Roadmap, yang berisi uraian rencana aksi guna mencapai netralitas karbon pada 2050.
Tidak hanya itu. Guna mendukung kegiatan operasional perusahaan, GRP juga memasang Solar Panel Rooftop sebagai salah satu sumber energi baru terbarukan (EBT). “Untuk tahap 1, terpasang panel surya di area Forming Service Center dengan kapasitas 900 KWp (kilowatt-peak) serta mampu menghasilkan listrik 1.239.068 kWh per tahun. Perusahaan juga akan memasang panel surya dengan target total 33.000 KWp di atap pabrik GRP yang direncanakan selesai pada 2025,” pungkas Sheren.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: