Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        BI Naikkan Suku Bunga Acuan 25 bps, Ekonom Senior: Sudah Tepat dan Terukur

        BI Naikkan Suku Bunga Acuan 25 bps, Ekonom Senior: Sudah Tepat dan Terukur Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Bank Indonesia pada Rapat Dewan Gubernur yang berlangsung 18-19 Oktober 2023 memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 6,00%. Selain itu, BI juga menaikkan suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 5,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,75%.

        Merespon hal tersebut, Ekonom Senior Ryan Kiryanto menilai, keputusan BI untuk menaikkan suku bunga acuannya sudah tepat, taktis dan sesuai perkiraaan. Hal ini lantaran hampir pasti the Fed akan menaikkan satu kali lagi Fed Fund Rate sebesar 25 bps menjadi 5,5-5,75% untuk mempercepat capaian target inflasi 2% di AS.

        "Jika BI7DRR tidak naik, maka posisinya setara dengan ekspektasi FFR yang 5,50-5,75% (mungkin di Nopember/Desember nanti)," ujar Kiryanto kepada Warta Ekonomi di Jakarta, Kamis (19/10/2023). Baca Juga: Ketidakpastian Global Tinggi, BI Naikkan Suku Bunga Acuan 25 bps jadi 6,00 Persen

        Selain itu, pertimbangan lainnya adalah tekanan eksternal yang kuat dan masif dari eskalasi perang di Ukraina ditambah perang Hamas vs Israel menyebabkan kepanikan pasar global yang mendorong pemilik modal membeli dolar AS secara masif.

        "Terdapat indikasi Rupiah makin tertekan karena gejolak geopolitik yang meningkat tadi ditambah stance kebijakan bank-bank sentral di negara maju masih hawkish (menahan suku bunga tinggi karena inflasi belum mencapai target). Surplus neraca dagang juga sudah naik turun alias fluktuatif sehingga menekan posisi Rupiah," ungkapnya.

        "Posisi cadangan devisa juga terpantau menurun untuk memenuhi kebutuhan impor dan kewajiban utang luar negeri pemerintah sehingga sehingga berpotensi menekan rupiah," tambahnya.

        Sementara tekanan dari sisi non ekonomi, yakni suhu politik yang mulai menghangat jelang pesta demokrasi, juga mengganggu kenyamanan pelaku pasar terhadap prospek rupiah ke depannya. Baca Juga: Tensi Geopolitik Meningkat, Sri Mulyani Beberkan Indonesia Justru Punya Posisi Startegis

        Apalagi, kata Kiryanto, sepanjang pekan ini dan mungkin juga sebulan ke depan atau hingga akhir tahun tidak ada atau belum ada berita baik atau berita positif dari dalam negeri, meskipun outlook ekonomi Indonesia tahun ini dan tahun depan menurut IMF cukup stabil, yakni tumbuh 5% yoy.

        "Maka, menaikkan BI rate sebesar 25 bps dari 5,75% ke 6% adalah pilihan kebijakan moneter yang tepat, terukur, preemptive dan antisipatif, setidaknya untuk bisa menahan depresiasi rupiah lebih jauh," jelas Associate Faculty LPPI tersebut.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Fajar Sulaiman
        Editor: Fajar Sulaiman

        Bagikan Artikel: