Peralihan kiblat bahan baku pembuatan baterai kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) dari Nikel ke Lithium Ferro Phosphate (LFP) menjadi sebuah tantangan yang harus dilihat secara menyeluruh oleh pemerintah Indonesia.
Pengamat Ekonomi dan Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi menilai, Indonesia juga bisa untuk menjadi produsen daripada baterai berbasis LFP.
"Saya kira bisa (Jadi produsen LFP), karena kita punya berbagai resource untuk komponen dari LFP, kita bisa menghasilkan komponen utama dari lFP tadi," ujar Fahmy saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Kamis (25/1/2024).
Baca Juga: Bukan Tesla, Pengguna Terbesar LFP Terbesar Raksasa Kendaraan Listrik Asal China
Meski memiliki bahan baku yang tersedia di alam, Fahmy melihat Indonesia harus melakukan inovasi daripada produk yang dihasilkan bumi pertiwi.
Pasalnya, besi itu tidak hanya dalam bentuk besi, atau diolah terlebih dahulu sehingga bisa menjadi bahan baku dari LFP.
"Di Indonesia punya potensi juga karena kita punya resource," ujarnya.
Baca Juga: Menilik Kelebihan LFP Dibandingkan Nikel Untuk Baterai EV
Lanjutnya, agar Indonesia dapat menjadi produsen bahan baku LFP. Sumber daya yang dimiliki Indonesia perlu di inovasi dulu kemudian disiapkan untuk siap dipakai.
"Jadi investor tidak perlu memulai dari bawah tapi kita punya komponen2 yang sudah siap untuk dirakit menjadi lfp tadi, itu saya kira prosesnya cukup besar atau komponen tadi bisa di ekspor untuk kebutuhan industri lfp yang ada di luar negeri," ucapnya.
Fahmy menyebut, untuk mencapai hal itu ada proses industri turunan itu seperti misalnya nikel kan sudah di hilirisasi tapi terbatas pada turunan pertama, kedua setelah itu di eksport.
"Nah itu nilainya rendah, tapi kalau itu bisa diolah dalam bentuk katoda maka bisa dihasilkan produk yang jadi komponen utama yang sudah siap," ungkapmya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: