Kebijakan hilirisasi produk tambang yang dilakukan oleh Indonesia memberikan dampak baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap keberlangsungan tambang nikel di beberapa negara di dunia.
Dampak tersebut salah satunya adalah dengan ditutupnya sejumlah tambang nikel di belahan dunia lainnya yang disebabkan turunnya harga produk nikel.
Terbaru, perusahaan tambang raksasa dunia Glencore memutuskan akan menghentikan produksi di pabrik pengolahan Koniambo Nickel SAS (KNS) yang terletak di Kaledonia Baru selama enam bulan.
Penghentian produksi tersebut dilakukan setelah ada rencana yang dilakukan oleh Glencore untuk menjual saham KNS setelah kerugian yang dialami.
Baca Juga: Tutupnya Tambang Nikel Dunia Sejalan dengan Agenda Transisi Energi
Melansir Reuters, Pemerintah Prancis telah melakukan negosiasi untuk menyelamatkan industri nikel Kaledonia Baru tersebut. Pemerintah Prancis pun telah menawarkan dukungan negara kepada KNS senilai sekitar 200 juta euro.
"Bahkan dengan usulan bantuan pemerintah Prancis, biaya operasional yang tinggi dan kondisi pasar nikel yang sangat lemah saat ini membuat operasi KNS tetap tidak menguntungkan," tulis Glencore dikutip dari Reuters, Kamis (22/2/2024).
Langkah untuk menghentikan produksi memungkinkan Glencore untuk menghindari dampak negatif pada pendapatan inti (EBITDA) hingga US$ 400 juta, dengan penghematan tahunan penuh kemungkinan dari 2025.
Penutupan tambang ini disebabkan oleh biaya tinggi dan ketegangan politik di Kaledonia Baru, ditambah dengan persaingan dengan Indonesia, telah membuat tiga pabrik pengolahan wilayah Prancis di ambang kehancuran.
Sebelum Gleencore, Mallee Resources melakukan perawatan dan pemeliharan tambang Avebury yang terletak di sebelah barat kota Zeehan, di dalam distrik pertambangan yang terkenal di pantai barat Tasmania.
Perusahaan penasihat dan investasi, KordaMentha Restructing menyebutkan melemahnya harga nikel dan meningkatnya pasokan nikel Indonesia menjadi alasan di balik penutupan tambang tersebut.
Penerima tambang Avebury, Scott Langdon, mengatakan bahwa kelebihan pasokan nikel Indonesia yang berkualitas rendah membuat harga nikel Australia yang lebih tinggi dan berkualitas baik menjadi tidak kompetitif.
"Seperti yang dialami sejumlah penambang Australia baru-baru ini, tanpa adanya perubahan struktural di pasar untuk menghargai nikel berkadar karbon rendah dan berkualitas baterai dengan tepat, operasi tambang lokal akan terus dirugikan dibandingkan dengan para pesaingnya," ujar Scot.
Baca Juga: Tak Kuat Bersaing dengan Indonesia, Pabrik Tambang Nikel Ini Putuskan Hentikan Operasi
Selanjutnya adalah perusahaan spesialis mineral baterai yaitu IGO yang akan menutup tambang Cosmos yang terletak di wilayah Goldfields, Australia Barat, dengan mengorbankan sekitar 400 pekerjaan karena produksi murah dari Indonesia telah menghancurkan para produsen di Australia.
Kepala eksekutif IGO, Ivan Vella, mengatakan bahwa kemampuan para penambang nikel Indonesia untuk membangun tambang dan pabrik pengolahan baru dengan biaya yang murah dan membawa mereka ke kapasitas penuh telah mengejutkan pasar.
IGO mengatakan bahwa jatuhnya harga nikel baru-baru ini berarti bahwa tidaklah bijaksana untuk membawa tambang-tambang baru tersebut ke dalam produksi penuh.
Sebuah tinjauan terbaru terhadap Cosmos menetapkan bahwa umur tambang akan lebih pendek dari yang direncanakan, sementara biaya operasi dan modal yang diharapkan telah meningkat.
"Ini adalah situasi yang sangat sulit di mana kami telah menginvestasikan begitu banyak uang ke dalam aset tersebut," ujar Vella dikutip dari The Sydney Morning Herald.
Baca Juga: Permintaan Bakal Melambung, Nilai Tambah Produk Nikel Indonesia Masih Rendah
Sebelumnya pada Januari, BHP mempertimbangkan pemangkasan biaya seiring dengan turunnya harga nikel.
Kepala eksekutif Mike Henry mengatakan bahwa perusahaan ini sedang mengevaluasi opsi-opsi untuk mengurangi dampak dari penurunan tajam harga nikel. Mike mengatakan ini ketika ia membahas kinerja operasional setengah tahun pada hari Kamis.
Mengutip The Sydney Morning Herald dalam tiga bulan hingga Desember, harga nikel turun 17% menjadi US$ 16.812 per ton.
Turunnya harga ini menyebabkan BHP memangkas biaya dan menilai kembali nilai tercatat bisnisnya, yang mempekerjakan 2.500 pekerja di tiga tambang dan mencakup dua konsentrator bijih di Goldfields WA serta kilang di sebelah selatan Perth.
Selain itu, mengutip The Sydney Morning Herald, pengumuman BHP ini muncul tiga hari setelah penambang Kanada, First Quantum Minerals pada Januari, mengumumkan penghentian penambangan di tambang nikel Ravensthorpe dan beralih ke pemrosesan stockpile, yang mengakibatkan pemotongan 30 persen dari 420 tenaga kerjanya.
Proyek nikel Savannah milik penambang kecil Panoramic Resources di Kimberley, Australia Selatan, ditangguhkan oleh para pengelolanya dengan 140 pekerjaan yang hilang.
Reaksi terhadap rendahnya harga nikel dan lithium, ditambah dengan pengumuman Alcoa minggu lalu bahwa mereka akan menutup kilang alumina Kwinana dengan mengorbankan sekitar 1.000 pekerjaan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: