Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Soal Harga Obat Mahal, Pimpinan Ketua MPKU PWM Jatim Desak Pemerintah Gandeng Perguruan Tinggi

        Soal Harga Obat Mahal, Pimpinan Ketua MPKU PWM Jatim Desak Pemerintah Gandeng Perguruan Tinggi Kredit Foto: Mochamad Ali Topan
        Warta Ekonomi, Surabaya -

        Ketua Majelis Pembinaan Kesehatan Umum (MPKU) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim, Mundakir menanggapi terkait harga obat yang kian mahal di Indonesia. 

        Menurut Mundakir, guna mencari solusi yang baik agar bisa menekan harga obat di Indonesia. Pemerintah seharusnya bisa melakukan kerja sama dengan perguruan tinggi di Indonesia untuk mengatasi sengkarut harga obat tersebut. Langkah ini dinilai sangat efektif agar masalah obat mahal di dalam negeri tidak berlarut-larut.

        "Saya yakin perguruan tinggi kita mampu kalau diberi kepercayaan. Ketika masa pandemi Covid-19 dulu, beberapa perguruan tinggi di Indonesia juga mampu mengembangkan vaksin," tegas Mundakir di Surabaya hari ini.

        Mundakir mengungkapkan, masalah obat mahal harus menjadi perhatian serius, baik bagi masyarakat maupun pemerintah. Sebab, kondisi ini berdampak besar karena beban masyarakat terutama dari golongan ekonomi menengah ke bawah yang kesulitan mendapatkan obat. 

        "Ketidakmampuan mereka membeli obat lantaran harganya yang tinggi itu menyebabkan pengobatan tertunda atau tidak optimal," ungkap wakil rektor Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya ini. 

        Ia menyebutkan, problem obat mahal ini sudah berlangsung sejak lama. Harga obat dan alat-alat kesehatan di dalam negeri diketahui jauh lebih mahal 300-500 persen, atau 3-5 kali lipat dibanding negara tetangga termasuk Malaysia.

        Dengan menggandeng perguruan tinggi di Indonesia kata Mundakir, pemerintah bisa memaksimalkan sumber daya manusia yang berkompeten dan fasilitas penelitian yang dapat digunakan untuk mengembangkan obat-obatan baru. 

        "Pemerintah bisa mendukung pendirian fasilitas produksi obat di kampus atau menjalin kerja sama dengan industri farmasi lokal untuk memproduksi obat hasil penelitian perguruan tinggi," pintanya.

        Baca Juga: Ikut Soroti Pengalihan Dana Muhammadiyah, DPR Minta Erick Thohir Lakukan Ini ke BSI

        Pria yang  memimpin yang menaungi 36 rumah sakit dan 50 klinik ini memberi pengalamannya saat ikut International Winter School (IWS) tahun 2023 yang diselenggarakan Tehran University of Medical Sciences (TUMS).  Di sana, dia mengunjungi Endocrine and Metabolism Research Institute (EMRI), salah satu dari 50 pusat penelitian dan pengembangan ilmu kedokteran dasar klinis dan eksperimental di bidang endokrinologi dan metabolisme dengan fokus pada diabetes dan osteoporosis. 

        TUMS juga punya Pharmaceutical Incubator (PI), tempat riset dan produksi obat-obatan. Incubator ini memiliki 12 perusahaan afiliasi sebagai pengembangan produksi dan pemasaran dari produk yang dihasilkan.

        "Di sana sudah bisa memproduksi 120 produk farmasi penting dan telah meluncurkan 60 produk farmasi baru. Jenis obat yang dikembangkan antara lain obat jenis tablet, kapsul, inhaler, dan obat injeksi," ungkap Mundakir 

        Dari  pengalaman itu, kata Mundakir, perguruan tinggi di Indonesia diyakini mampu melakukan hal serupa, bahkan lebih baik. 

        "Political will atau kemauan politik pemerintah sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalah harga obat mahal melalui kolaborasi dengan perguruan tinggi," pungkas Mundakir.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Mochamad Ali Topan
        Editor: Amry Nur Hidayat

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: