Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Hipmi Minta Pemerintah Tunda Kenaikan PPN Jadi 12%, Ini Alasannya!

        Hipmi Minta Pemerintah Tunda Kenaikan PPN Jadi 12%, Ini Alasannya! Kredit Foto: Annisa Nurfitri
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Badan Otonom (Banom) HIPMI Tax Center BPP HIPMI meminta agar rencana pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% ditunda.

        Kebijakan ini dianggap akan memberikan dampak negatif signifikan bagi pelaku usaha, khususnya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang masih berjuang untuk pulih dari dampak pandemi.

        Diketahui, Pemerintah akan menaikan PPN 12% di tahun 2025 mendatang seiring dengan adanya UU Nomor 7 Tahun 2022 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

        UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan Pasal 7 menyatakan bahwa tarif PPN sebesar 11% berlaku pada 1 April 2022. Sedangkan, untuk tarif PPN sebesar 12% mulai berlaku paling lambat 1 Januari 2025.

        Ketua Banom HIPMI Tax Center M. Arif R. Said Putra menyatakan bahwa, kenaikan PPN akan meningkatkan beban biaya operasional dan menurunkan daya beli masyarakat. Di sisi lain, HIPMI memahami bahwa pemerintah perlu mencari sumber pendapatan untuk anggaran negara namun menaikkan PPN bukanlah solusi yang tepat di tengah kondisi ekonomi yang masih rentan.

        "Kami mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan kembali kebijakan ini dan mencari alternatif lain yang lebih ramah terhadap dunia usaha dan Masyarakat misalkan dengan memberlakukan pajak karbon serta memajaki produk turunan nikel,” ujarnya dalam Forum Rabu Pon yang digelar di Kantor BPP HIPMI, Jakarta. (11/7/2024). 

        Baca Juga: Penerimaan Pajak Anjlok, Pemerintah Rugi Rp76,4 Triliun Akibat Pelemahan Harga Komoditas Ini

        Arif menambahkan, ruang untuk melakukan penundaan kenaikan PPN sangat terbuka lebar mengingat didalam pasal 7 ayat 4 UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

        “Jadi kita posisinya, memberikan perhatian pemerintah khususnya hal – hal yang tadi disebutkan seperti nilai tukar yang melemah, kemudian inflasi pangan yang relatif tinggi dan nilai tukar rupiah yang terus melemah. Hal tersebut diharapkan bisa menjadi perhatian oleh pemerintah,” pungkasnya.

        Selain itu, dengan adanya transisi kepemimpinan pemerintahan dari Presiden Joko Widodo ke Presiden terpilih Prabowo Subianto pelaku usaha meminta agar rencana kenaikan PPN 12% tidak langsung diimplementasikan pada awal tahun 2025 mendatang.

        “Transisi kepemimpinan juga ada unsur ketidakpastiannya, kemarin kita bicara mengenai Tax Ratio mesti dinaikan terdapat ketidakcocokan pemerintah saat ini dengan tim transisi pemerintahan ke depan,” tutup Arif.

        Baca Juga: DPD Protes Soal Kenaikan Tarif Pajak, Sri Mulyani Bilang Begini: Kami Tentu Serahkan...

        Sebagai tambahan informasi, kegiatan Forum Rabu Pon akan diadakan secara rutin setiap bulan. Nama Forum Rabu Pon ini dipilih bukan tanpa alasan. Rabu Pon merupakan weton kelahiran Presiden saat ini, Bapak Joko Widodo dan juga Bapak Prabowo Subianto yang merupakan Presiden terpilih yang akan melanjutkan kepemimpinan pemerintahan ke depan.

        Tentu ini bukan sesuatu yang kebetulan dan pasti ada yang istimewa dengan Rabu Pon ini. Dalam tradisi jawa, orang melakukan selamatan atau doa bersama saat weton kelahirannya.

        “Jadi kita berkumpul di forum ini sekaligus untuk mendoakan beliau – beliau. Dan ini, sebagai perlambang sebuah ikhtiar untuk menjadikan pajak yang merupakan penopang utama pendapatan negara ini betul – betul dekat dan lekat dengan Presiden. Makanya forum diskusi terkait Pajak ini kita beri nama forum Rabu Pon,” tutup Arif.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Annisa Nurfitri
        Editor: Annisa Nurfitri

        Bagikan Artikel: