Direktur Lembaga Sertifikasi Mutu Indonesia Strategis Berkelanjutan (LS-MISB), Rismansyah Danasaputra menyebut jika sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) membawa manfaat signifikan bagi industri kelapa sawit di Indonesia baik dari sisi perusahaan maupun pekebun sendiri.
Pasalnya, sertifikasi tersebut memainkan peran penting dalam meningkatkan produktivitas, kualitas, serta keberlanjutan lingkungan dalam sektor kelapa sawit.
Rismansyah mengatakan ISPO dari sisi lingkungan berkontribusi pada pengelolaan lingkungan yang lebih baik. Pekebun yang telah memiliki sertifikat diwajibkan untuk selalu menjaga lingkungan serta menghindari praktik-praktik yang dapat merusak ekosistem.
“Dia tentu akan lebih terjaga lingkungannya. Jadi, tidak sembarangan dia tanam segalanya. Jadi lebih tertiblah tata kelola lebih bagus dengan ISPO itu. Itu dari sisi perusahaannya,” papar Rismansyah dalam keterangan yang diterima Warta Ekonomi, Rabu (31/7/2024).
Baca Juga: Ingin Hasil Kebun Sawit Melejit? Begini Tips dari Ahlinya
Pekebun pun demikian. Rismansyah menjelaskan jika pekebunnya baik, maka hasil berkebunnya pun akan lebih baik. Dirinya juga menjelaskan bahwa sawit sangat sensitive pada pupuk. Apabila pekebun tidak mengantongi ISPO, maka kemungkinannya pekebun akan fokus setahun sekali bahkan tidak memberikan pupuk sama sekali.
“Yang penting panen. Tapi dari ISPO kan otomatis akan diperiksa,” sambungnya.
Adapun manfaat lain dari sertifikasi ISPO yakni kemudahan akses terhadap kredit perbankan. Hal ini disebabkan bank cenderung lebih percaya dan lebih mudah dalam memberikan pinjaman kepada pekebun yang sudah bersertifikat lantaran sertifikasi ISPO menjamin legalitas dan kepatuhan mereka.
“Kalau sudah ISPO, teman-teman sangat mudah mendapatkan kredit dari bank atau pinjaman. Untuk bank, perbankan, yang sudah ISPO itu mereka terbantu karena sudah pasti legalitasnya terjamin, dari sisi HGU-nya, luas lahan, segala macam. Tapi kalau yang belum ISPO, saya mendengar agak sulit,” kata Rismansyah.
Pekebun yang telah bersertifikat ISPO juga merasakan keuntungan tambahan salah satunya dalam hal harga jual lahan.
Dirinya mencontohkan adanya salah satu koperasi di Jambi yang telah lama mengantongi sertifikasi ISPO bisa menjual lahannya dengan harga 100 hingga 200 juta per hektare. Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan lahan yang belum bersertifikasi ISPO.
Manfaat lain dari sertifikasi ISPO adalah peningkatan posisi tawar pekebun. Pekebun memiliki kekuatan negoisasi yang lebih besar ketika menjual produk mereka dengan bergabung ke dalam kelompok yang telah tersertifikasi.
“Jadi itu beberapa perusahaan yang sudah bersertifikat ISPO ada harga agak spesial yang mereka buat, walaupun harga standar tetap ada dari pemerintah. Tapi ada semacam insentif yang lain, yang tidak blak-blakan dibuka. Nah itu yang membuat para pekebun bisa merasakan,” paparnya.
Apabila dilihat dari sisi global, ISPO juga memiliki banyak dampak yang signifikan terhadap lingkungan hidup. Beberapa negara di Eropa khususnya, hanya menerima produk kelapa sawit yang benar-benar memenuhi standar ramah lingkungan dan keberlanjutan.
Baca Juga: Ketua Pusat Studi Sawit IPB Desak Pemerintah Serius pada Potensi Sawit
Meskipun saat ini perbedaan harga ini belum terlalu terasa lantaran banyak pekebun yang belum bersertifikat, Rismansyah berharap ke depannya perbedaan harga ini bakal semakin jelas, dan menjadi faktor penting dalam daya saing produk di pasar global.
“Pada akhirnya akan ke sana. Nah, sekarang masih belum karena itu tadi masih banyak yang belum sertifikat mendapatkan ISPO dibanding yang sudah bersertifikat,” ujar Rismansyah.
Mengutip dari data terkini Kementerian Pertanian (Kementan), hingga Januari 2024, terdapat 1.050 entitas yang telah mendapakan sertifikasi ISPO. Angka ini terdiri dari 76 perusahaan negara, 893 perusahaan swasta dan 81 kelompok pekebun.
“Nah, dalam perkembangannya kita juga kan di lembaga sertifikat MISB lah misalnya ini dalam minggu ini aja sudah bertambah antara 15 sampai 20 pekebun dalam proses sertifikasi. Tapi belum diaudit, masih tahap mendaftar,” kata Rismansyah.
Kendati sertifikasi ISPO ini masih mencakup sekitar 37% dari total luas lahan kelapa sawit, yakni 5,6 juta hektare dari 16,38 juta hektare, pencapaian tersebut menurut Rismansyah menunjukkan kemajuan yang cukup positif.
“Tapi di sisi lain untuk perusahaan sudah yang saya bilang tadi, sudah di atas 60 persen rata-rata. Tinggal sebentar lagi. Ya, tentu harapan kita Januari 2025 meningkat lagi,” kata Rismansyah.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait: