Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        IESR Bongkar Tantangan Listrik Surya, Indonesia Bisa Capai?

        IESR Bongkar Tantangan Listrik Surya, Indonesia Bisa Capai? Kredit Foto: Rahmat Dwi Kurniawan
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Institute for Essential Services Reform (IESR) mencatat kebutuhan energi surya dari Indonesia hingga tahun 2060 sebesar 134 Gigawatt (GW). 

        Analis Sistem Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan IESR, Alvin Putra S mengatakan untuk mencapai target tersebut Indonesia perlu membangun setidaknya 2 GW energi surya per tahun.

        Baca Juga: PT Surya Pertiwi Perkenalkan Brand Produk Kamar Mandi Baru di Indo Build Tech Expo 2024

        "Jadi kebutuhan per tahunnya di Indonesia itu sekitar 2 GW, apabila ingin mengikuti draft RUKN (Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional),” ujar Alvin pada gelaran "Media Briefing Indonesia Solar Summit 2024", di Jakarta, Selasa (13/08/2024).

        Alvin menuturkan kapasitas pengembangan modul surya di Indonesia per Juni 2024 mencapai 2,3 Gw per tahun. Potensi ini diperkirakan meningkat hingga mencapai 19 Gw per tahun sebelum tahun 2030. Peluang bisnis ini bisa dimanfaatkan dengan baik oleh produsen modul surya lokal. 

        Namun demikian produsen lokal perlu bersaing dengan produk impor. Ditambah lagi, melalui Keputusan Menteri ESDM 191.K/EK.01/MEM.E/2024, Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dalam Proyek Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan di Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) diturunkan menjadi 20%. Sebelumnya tingkat TKDN untuk PLTS di atur dalam Permenperin 5/2017] 1 dengan besaran PLTS Tersebar: 45,90% 2. PLTS Terpusat berdiri sendiri: 43,72% 3. PLTS Terpusat terhubung: 40,68%

        Alvin pun merekomendasikan beberapa cara untuk mendukung daya saing produk pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dalam negeri.

        Baca Juga: Meningkatkan Kualitas Akses Energi di Indonesia dengan Energi Surya

        Menurutnya, cara pertama adalah pemerintah harus memberikan insentif fiskal dan non fiskal untuk membantu produsen lokal dalam mengurangi biaya produksi panel surya di Indonesia. 

        “Terutama apabila industri tersebut ingin berorientasi ekspor,” ujar Alvin.

        Alvin melihat, hal tersebut diperlukan lantaran insentif yang ada di Indonesia saat ini masih sangat terbatas pada pembebasan bea masuk untuk barang modal, pemberian tax allowance, tax holiday di beberapa di beberapa kawasan ekonomi khusus (KEK).

        Baca Juga: Menarik 36.000 Pengunjung dari 55 Negara dan Wilayah, Food & Hospitality Indonesia (FHI) 2024 Sukses Digelar

        Alvin mengatkan, cara selanjutnya adalah produsen panel surya dalam negeri dapat melakukan kerjasama dengan perusahaan luar negeri untuk melakukan transfer teknologi. 

        Menurutnya, dengan menjalin kemitraan strategis dengan produsen surya internasional, maka produsen dalam negeri dapat mengakses teknologi terbaru dan meningkatkan kualitas produk mereka.

        Baca Juga: Anti Boncos, Ini 5 Cara Hemat Listrik untuk Cegah Tagihan Membengkak

        Lanjutnya, untuk dapat meningkatkan daya saing produk lokal, perusahaan dan investor membutuhkan kepastian regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah. Pasalnya, dalam beberapa tahun terakhir IESR mencatat peraturan mengenai PLTS telah berubah sebanyak beberapa kali.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: