Apa yang Terjadi dengan PDIP Jika Tetap Dorong Anies Maju Pilkada DKI Jakarta?
Pegiat media sosial Eko Kuntadhi menilai akan terjadi goncangan di internal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) jika mendorong Anies Baswedan maju pemilihan kepala daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2024.
Menurut Eko ada dua alasan goncangan di internal terjadi, pertama Anies Baswedan bukan merupakan kader, kedua secara ideologi berbeda, mantan Gubernur DKI Jakarta itu cenderung dalam spektrum kanan, sedangkan PDIP kiri.
Baca Juga: Salah PKS Sendiri Rugi Dukung Anies di Pilpres 2024, Kok Bisa?
"Kalau kemudian Anies yang didorong akan terjadi juga guncangan internal di PDI, pertama karena Anies bukan kader PDIP sehingga ada asumsi loh kok ini partai ideologis tetapi kemudian demi pertimbangan politik praktis mengambil Anies," ucapnya, dikutip dari YouTube 2045 TV, Kamis (5/9).
"Dan yang kedua kita harus ingat juga secara ideologi ada gap dari PDI Perjuangan dan Anies Baswedan, Anies persepsinya lah minimal cenderung ke kanan-kananan cenderung merangkum kelompok-kelompok Islam politik dalam kekuatan politiknya, sementara kita tahu PDI adalah partai nasionalis, inklusif yang tidak membedakan satu agama dengan agama yang lainnya," imbuhnya.
Diketahui, PDIP mengusung Pramono Anung-Rano Karno sebagai cagub-cawagub di Pilkada DKI Jakarta 2024.
Ketua DPP PDI Perjuangan Deddy Sitorus mengungkapkan pertimbangan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri memilih keduanya. Ia mengatakan Pramono-Rano Karno menjadi jalan tengah di tengah senter nama Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, sehingga bisa menyatukan kedua basis pendukung yang berbeda.
"Bisa disebut beliau (Pramono Anung-Rano Karno) menjadi jalan tengah yang kemudian nanti bisa diharapkan mem-bridging antara dua kelompok ini," kata Deddy kepada wartawan di DPP PDIP, Rabu (28/8/2024), dikutip dari Detik.
Ia mengatakan PDIP telah menganalisa siapa dan bagaimana pendukung Anies maupun Ahok ketika Pilkada berjalan, dan meyakini adanya pertentangan, sehingga diambil jalan tengah untuk menyatukan.
"Kita menyadari kemudian bahwa dua kutub ini sangat ekstrem perbedaannya. Kelompok pendukung Pak Ahok, kelompok pendukung Pak Anies. Sehingga kemudian muncullah alternatif itu kembali Pak Pramono Anung sebagai jalan tengah dari dua kutub ini," jelasnya.
"Pendukung Ahok ini kan banyak dari kelompok minoritas, banyak dari kelompok-kelompok yang ingin perubahan dari kemapanan, ingin yang namanya birokrasi bersih, public services yang efektif, gitu kan. Sementara di kubu Pak Anies banyak yang kemudian sangat peduli dengan isu agama, isu rohani, bagaimana membangun kultur keagamaan yang kuat, misalnya. Bagaimana keberpihakan terhadap pengusaha pribumi, mungkin seperti itu," sambungnya.
Karena hal tersebut, pilihan jatuh kepada Pramono-Rano Karno. "Jadi ini nanti yang mudah-mudahan dengan kebesaran hati Pak Ahok, Pak Anies, ada Mas Pram dan Pak Rano, misalnya, yang kemudian bisa menjadi jembatan," lanjutnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya