Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Bahlil: Indonesia Dulu Negara OPEC, Tapi Sekarang Impor Minyak Capai 900 Juta Barel

        Bahlil: Indonesia Dulu Negara OPEC, Tapi Sekarang Impor Minyak Capai 900 Juta Barel Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia menyoroti tantangan besar yang dihadapi Indonesia dalam hal ketergantungan pada impor minyak dan gas.

        Benar saja, di tahun 1996-1997 pendapatan negara dari ekspor minyak mencapai 40 hingga 50 persen. Saat itu Indonesia mampu memproduksi minyak hingga 1,6 juta barel per hari dan konsumsi masyarakat hanya 700 ribu barel per hari.

        "Indonesia sendiri menjadi salah satu negara yang dulunya OPEC pada tahun 1997-1996, 40-50% pendapatan negara kita didapatkan dari hasil ekspor minyak," ujar Bahlil di Jakarta, Rabu (11/09/2024)

        Jika dibandingkan dengan kondisi saat ini. Indonesia hanya mampu memproduksi 600 ribu barel per hari dan konsumsi masyarakat mencapai 1,6 juta barel per hari sehingga negara perlu mengimpor minyak sebesar 900 ribu juta barel per hari.

        Tidak jauh beda dengan minyak, kondisi gas juga cukup mengenaskan. Saat ini Indonesia hanya mampu memproduksi LPG 1,9 juta ton per tahun, sedangkan kebutuhannya mencapai 7 juta ton per tahun.

        Guna memperbaiki kondisi ini, Indonesia kata Bahlil bakal melakukan beragam strategi diantaranya segera mengeksplorasi potensi sumur minyak baru, termasuk mereaktivasi sumur minyak yang selama ini idle.

        Baca Juga: Bahlil Tegaskan Batubara Masih Terus Digunakan dalam Bauran Energi Nasional, Tapi Ada Syaratnya

        Untuk gas, Bahlil menyampaikan Pemerintah berkomitmen untuk membangun jaringan gas (Jargas) bagi kebutuhan rumah tangga. Pemerintah juga tengah menyelesaikan pipa gas dari Aceh hingga Pulau Jawa.

        "Ini kita harus bangun supaya kita mengurangi impor kita, karena kalau impor terlalu banyak, kita akan berdamai pada neraca perdagangan, neraca pembayaran kita, devisa kita, bahkan hari ini devisa kita setiap tahun keluar kurang lebih sekitar Rp450 triliun hanya untuk membeli minyak dan gas untuk khusus LPG," lanjut Bahlil. 

        Selain ini, Bahlil juga mendorong pemanfaatan energi baru terbarukan di Indonesia. Termasuk menggunakan teknologi Carbon Capture Storage (CCS) pada pembangkit untuk mengurangi emisi karbon yang berbahaya bagi lingkungan. 

        "kita sudah harus meningkatkan peningkatan pemakaian kita pada energi baru-terbarukan.Sekarang kita sudah mengenal B35, B40, ke depan agar kita dorong menjadi B50. Ini salah satu program daripada Pak Prabowo,” tutup Bahlil. 

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
        Editor: Amry Nur Hidayat

        Bagikan Artikel: